Pasal 7a ini dengan specifik menyebutkan seoarang calon Kepalada Daerah (Kada), tidak saja harus beragama dengan percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, tapi juga dengan khusus mengatakan harusBERTAKWA !
Apa arti takwa ?
Mari kita lihat arti kata TAKWA yang saya ambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, disini (www.kbbi.web.id/takwa);
takwa1/tak·wa/ n 1 terpeliharanya diri untuk tetap taat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya; 2 keinsafan diri yang diikuti dengan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya; 3kesalehan hidup;
Dari definisi kata TAKWA tersebut jelaslah bahwa TAKWA merupakan kata yang mendeskripsikan suatu kondisi dimana orang beragama yang menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Dalam hal pasal 7a UU nomor 1 tahun 2014, TAKWA yang dimaksud tentu sesuai dengan agama yang dianut masing-masing calon Kepala Daerah.
Oleh karenanya sangat jelaslah dalam UU ini memerintahkan setiap calon harus memenuhi syarat teratas, yang pertama sekali, yaitu calon harus beragama, tidak hanya sekedar beragama tapi juga haruslah orang yang BERTAKWA sesuai ajaran agama yang dianut.
Syarat TAKWA ini sama harus dipenuhinya seperti persyaratan seorang calon Kepala Daerah harus berpendidikan minimal SLTA, haruslah berumur minimal 30 tahun untuk Gubernur dan 25 tahun untuk Bupati/Walikota.
Untuk mengetahui bahwa seoarang calon adalah orang yang bertakwa, tentu tidak bisa digunakan variable penilaian ketakwaan yang sama antara agama Islam, Kristen, Hindu, Budha atau agama lainnya. Agama Islam memiliki perintah dan larangan yang tentu ada perbedaan dengan agama lainnya.
Dalam ajaran Islam, sorang Muslim dilarang meminum khamar, minuman beralkohol, maka bila seorang Muslim melanggar larangan ini, maka ia termasuk gologangan yang TIDAK BERTAKWA. Dalam konteks persyaratan calon Kepala Daerah di pasal 7a, maka orang tersebut tentu tidak memenuhi syarat sebagai calon Kepala Daerah, karena ia tidak bertakwa sebagai seoarang Muslim. Demikian juga ketakwaan versi ajaran agama Kristen, Hindu, Budha dan lainnya.
Nah, disinilah sesuai perintah UU, kita harus membawa-bawa agama dalam memilih pemimpin. Karena UU mengharuskan kita mengkonfirmasi, apakah seorang calon adalah orang yang bertakwa sesuai ajaran agama yang dia anut. Tentu seoarang Muslim tidak bisa menggunakan ajaran Islam untuk mengukur ketakwaan seoarang Kristian misalnya, demikian juga sebaliknya.
Jadi sudah benarlah sesungguhnya bahwa jika ada ummat Muslim yang kampannyekan agar memilih Pemimpin dari kalangan ummat Muslim sendiri. Kampanye semacam itu bukan hanya karena perintah agama Islam, tapi juga secara tegas diperintahkan oleh Undang-undang. Dan kampanye semacam ini sesungguhnya sah juga dilakukan oleh ummat beragama lain, karena siapapun calon dari kalangan mereka haruslah orang yang bertakwa sesuai agama yang mereka anut.