Mohon tunggu...
Ferry Koto
Ferry Koto Mohon Tunggu... wiraswasta -

Seorang Usahawan, Memimpikan Indonesia Yang Berdaulat, Yang bergotong Royong untuk Mandiri dan Bermartabat

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Opini : Resiko Pencapresan Jokowi Sebelum Pileg 2014

15 Maret 2014   10:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:55 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_299157" align="aligncenter" width="599" caption="Pembacaan Surat Mandat Pencapresan Jokowi (foto doc PDI-P)"][/caption]

Sangat dinamis kondisi politik tanah air menjelang hajatan besar Pemilihan Legislatif (PILEG) 9 April 2014 nanti. Terjadi perubahan perubahan yang sedemikian cepat, sehingga tidak mudah lagi bisa ditebak kemana arah dari setiap perubahan yang terjadi.

Baru beberapa hari selesai kehebohan dengan adanya "tangisan" Walikota Surabaya, Tri Risma Harini (TRH), yang mengguncang perpolitikan tanah air (baca disini) dengan sasaran tembak ke arah PDI-P, sudah muncul lagi gejolak baru. Sebuah gejolak yang lagi-lagi mengarah ke PDI-P, berupa tekanan agar PDI-P segera mendeklarasikan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Capres dari PDI-P. Entah kenapa dalam dinamika politik belakangan ini, PDI-P selalu menjadi sasaran, mungkin karena begitu menguatnya elektabilitas Partai ini menjelang Pileg April nanti (baca disini).

Sebelumnya PDI-P melalui Megawati Soekarno Putri, dengan elegan menjungkir balikan semua lawan-lawan politiknya yang sudah bersiap-siap menerkam dan menari-nari atas kehebohan yang di timbulkan TRH.

Dengan mengeluarkan 3 "maklumat" dari PDI-P, yang bunyinya sangat tegas dan keras, mengirimkan sinyal ke semua pihak. Kepada TRH sebagai kader "kost" yang menjadi Walikota Surabaya, kepada Wisnu Sakti Buana (WSB) kader yang ditunjuk menjadi Wakil Walikota maupun pada Politisi dan parpol yang berancang ancang mengambil keuntungan dari keributan yang terjadi. Tiga signal berupa Perintah agar TRH tetap menjabat, Perintah bagi WSB sebagai wakil mendukung tugas tugas TRH sebagai walikota, dan Ketegasan bahwa Pemilihan Wakil Walikota sudah sesuai aturan perundangan.

Sikap Negarawan Megawati

Menghadapi tekanan para pendukung Jokowi agar PDI-P segera mencapreskan Jokowi bukan sebuah persoalan yang mudah bagi PDI-P. Apalagi terkait dengan kepentingan memenangkan suara dalam PILEG 2014. Satu sisi tidak dapat menutup mata dengan terus meningkatnya elektabilitas dan popularitas Jokowi sebagai capres dari hasil survei berbagai lembaga, disisi lain PDI-P telah menyerahkan sepenuhnya keputusan tentang CAPRES dari PDI-P kepada sang Ketua Umum, Megawati Soekarno Putri.

Bagi kader-kader PDI-P apapun keputusan Megawati terkait Capres maka itulah yang harus ddidukung. Sementara sejak dari awal, banyak pihak, baik kalangan internal PDI-P sendiri maupun diluar partai, memandang bahwa Megawati masih layak mencalonkan diri untuk menjadi Capres pada PILPRES mendatang. Banyak yang mendorong agar Megawati kembali bertarung memperebutkan kursi Presiden RI 2014. Dilingkaran utama PDI-P pun sering mengeluarkan pernyataan yang mengindikasikan bahwa Megawati -lah Capres dari PDI-P.

Banyak pihak menduga, tekanan tersebut akan ditolak oleh PDI-P, dan akan tetap mengusung Megawati sebagai Capres. Namun akhirnya hari ini bertepatan dengan hari jumat, 14 maret 2014, Megawati menunjukan kelas nya sebagai seorang Negarawan dengan memberikan mandat kepada Jokowi sebagai Capres dari PDI-P.

Jokowi Pertaruhkan karier Politik dan Masa Depan PDI-P

Mendapatkan mandat dari sang ketua umum, Jokowi menyatakan siap maju menjadi Capres dari PDI-P. Tentunya siap juga meninggalkan jabatan nya sebagai Gubernur DKI yang baru di embannya 2 tahun.

Menurut pendapat saya pencapressan Jokowi ini semata karena elektabilitas dan popularitas Jokowi yang demikian tinggi meninggalkan jauh bakal capres yang lain. Saya rasa inilah dasar utama kenapa akhirnya Megawati menyerahkan mandat kepada Jokowi. Terlalu beresiko bagi PDI-P dalam menghadapi PILEG April nanti jika tidak segera mengumumkan Jokowi sebagai Capres dari PDI-P. Beresiko akan ditinggalkan para pemilih yang selama ini sangat terpesona dengan figure Jokowi. Alasan itu lah yang saya rasa paling kuat, yang membuat akhirnya Megawati memberikan mandat pada Jokowi.

Didalam PDI-P banyak kader nasional yang memiliki kemampuan jauh diatas Jokowi, baik dari segi ideologi, kemampuan politik dan pengalaman sebagai pemimpin di jabatan-jabatan politik. Mereka juga kader muda seperti Jokowi, sebut saja Pramono Anung, Ganjar Pranowo, Budiman Sudjatmiko, Maruarar Sirait. Namun sekali lagi Popularitas dan elektabilitas mereka kalah jauh jika dibandingkan dengan Jokowi. Dan tampaknya Megawati realistis dengan keadaan ini, tidak mungkin bisa melawan kehendak rakyat (utamanya pendukung Jokowi) yang sedemikian besar dan kuat.

Bagi Jokowi, pencapresan ini  adalah sebuah pertaruhan bagi karier politiknya. Menurut saya bukan pertaruhan membuktikan apakah Jokowi dapat memenangkan pemiliha Presiden, tapi justru pertaruhan membuktikan apakah popularitas Jokowi memang nyata adanya. Pertaruhan membuktikan bahwa Popularitas Jokowi dapat mengangkat suara PDI-P dalam Pemilihan anggota Legislatif. Pertaruhan untuk memenangkan PILEG 2014, agar PDI-P setidaknya mendapatkan minimal 20% kursi DPR-RI. Sebuah syarat minimal untuk dapat mengusung Calon Presiden dalam PILPRES 2014 (Presidential Threshold).

Bukan sebuah hal yang mudah memperoleh 20% kursi DPR-RI dalam PILEG yang di ikuti oleh 12 Parpol. Apalagi elektabilitas masing-masing partai sedemikian ketat persaingannya. Ditambah kenyataan PILEG ini bukanlah pemiliha Partai Politik peserta Pemilu tapi adalah Pemiliha Anggota Ligislatif yang akan mewakili Rakyat disuatu daerah pemilihan. Tentunya setiap caleg akan berusaha memenangkan diri nya dengan melakukan berbagai cara, tidak terkecuali Caleg dari PDI-P.

Keputusan pencapresan Jokowi sebelum PILPEG ini bisa jadi bumerang bagi PDI-P jika kemudian ternyata suara PDI-P tidak sampai 20%. Jika Pencapresan Jokowi dilakukan setelah diketahui hasil PILEG, maka apapun hasil nya, PDI-P masih bisa memainkan "kartu" Jokowi. Kartu yang bisa dimainkan sebagai daya tawar dan penarik bagi pemilih maupun bagi Parpol lain dalam rangka koalisi jika suara perolehan kursi kurang dari 20%.

Tetapi karena pencapresan Jokowi dilakukan sebelum PILEG maka pilihan bagi PDI-P hanya satu dalam PILEG april nanti. Jika tetap ingin mengincar Kursi Presiden RI maka pilihannya harus MENANG dalam PILEG nanti. Menang dengan perolehan minimal 20% kursi DPR-RI . Jika PDI-P tidak menang dalam PILEG nanti maka sudah tidak ada daya tarik yang dimiliki oleh PDI-P untuk mengajak partai lain berkoalisi.

Saya memperkirakan, jika PDI-P tidak dapat memenangkan PILEG ini setelah mengumpan Jokowi sebagai Capres, maka seluruh parpol akan memposisikan PDI-P sebagai lawan bersama yang harus dikalahkan. Jika ternyata suara PDI-P malah tidak sampai 20% maka Capres dari PDI-P bisa jadi hanya akan tinggal kenangan. Dan berakhirlah karier Jokowi yang begitu cepat melejit di perpolitikan tanah air.

Bisa jadi prediksi saya meleset, terutama jika dikaitkan dengan kenyataan bahwa pertarungan partai politik saat ini bukan lagi seperti pertarungan politik di zaman kemerdekaan atau di awal reformasi, yang sarat dengan pertarungan ideologi dan gagasan-gagasan. Pertarungan politik dalam Pemilu saat ini hanyalah pertarungan berebut kekuasaan dan rakyat hanya disodorkan POPULARITAS dan ELEKTABILITAS dibanding menawarkan gagasan dan ideologi yang diusung.

Terkahir, ada beberapa hal yang perlu dicermati dalam pencapresan Jokowi ini

1. Kasus Bus Transjakarta, yang mana hanya berselang 1 hari sebelum pencapresan ini sudah dikeluarkan surat penetapan penyelidikan Kejaksaan Agung atas kasus ini. Isu kasus ini menyerempet pada salah satu tim sukses Jokowi saat PILGUB DKI. Yang perlu dicermati adalah keberadaan kasus ini di kejaksaan Agung yang tentunya rentan dibawa ke isu politik. Juga terkait persyaratan Capres yang tidak pernah melakukan tindak pidana Korupsi (pasal 5c)

2. Perubahan Politik di DKI Jakarta terutama terkait jabatan Jokowi sebagai Gubernur yang harus fokus pada pencapresannya. Jokowi pasti sudah tidak efektif memimpin Jakarta yang juga tidak kalah dinamisnya. Banyak persoalan yang membutuhkan Gubernur untuk memutuskannya tidak sekedar wakil yang menggantikan sementara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun