Mohon tunggu...
Ferry Febrian
Ferry Febrian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Mengenal Lebih Dekat Gunung Meletus

30 Mei 2021   10:13 Diperbarui: 30 Mei 2021   10:14 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama ini, mungkin kita sering melihat berbagai macam film atau dokumenter yang berkaitan tentang bencana alam seperti gunung meletus

Fenomena gunung meletus terkadang membuat kita berpikir, sebenarnya darimana asal kekuatan atau gaya yang menyebabkan terjadinya gunung meletus, sehingga mempunyai kekuatan dan dampak yang sangat besar bagi kehidupan manusia serta interaksi terhadap lingkungannya. 

Fenomena alam seperti gunung meletus ini, banyak sekali dibahas dalam ilmu geografi khusunya dalam sub bidang geomorfologi. Di dalam bidang kajian ilmu geografi, dijelaskan bahwa alam, dimana kita tinggal saat ini, menyimpan kekuatan yang sangat besar, sehingga dapat memicu berbagai macam fenomena-fenomena alam. 

Bumi tempat kita berpijak saat ini, mempunyai struktur atau lapisan-lapisan yang menyimpan tenaga endogen, yaitu tenaga yang bersumber dari dalam bumi. 

Tidakkah kita sadar, bahwa ternyata selama ini tanah yang kita pijak, tanah tempat kita tinggal, selalu mengalami pergerakan setiap waktunya. Tenaga endogen yang dimiliki oleh bumi adalah alasan di balik kekuatan yang sangat besar untuk memicu terjadinya bencana alam, seperti gunung meletus. 

Di bawah kerak bumi tempat kita tinggal, terdapat struktur mantel bumi. Struktur bumi dengan ketebalan mencapai 100 km dengan susunan batuan-batuan padat, yang disebut dengan litsofer. Sementara itu, mantel bumi bagian atas yang terletak di bawah litosfer disebut dengan astenosfer. 

Astenosfer adalah struktur bumi yang terususun atas batuan-batuan yang padat atau solid, tetapi perlu diketahui bersama, bahwa seiring dengan meningkatnya tekanan serta temperatur, batuan-batuan tersebut akan menjadi lebih lunak (soft)

Kemudian adanya perbedaan temperatur antara astenosfer bagian dalam dengan luar, mengakibatkan terciptanya arus konveksi magma. Apa yang yang disebut dengan arus konveksi? 

Arus konveksi adalah sirkulasi yang dibentuk oleh arus magma, yang dapat mentrasnfer panas hingga ke kerak bumi. Untuk lebih mudahnya, kita dapat menganalogikan arus konveksi bumi, sama seperti sirkulasi panas ketika kita mendidihkan air. Arus konveksi ini akan mengakibatkan kerak bumi mengalami pergerakan. 

Astenosfer dapat juga kita analogikan sebagai sebuah margarin, yang awalnya padat, dapat berubah menjadi cair jika terkena tekanan dan suhu tinggi secara terus menerus. 

Fenomena ini akan berlangsung secara terus menerus, sehingga menghasilkan suatu tenaga yang sangat kuat, serta memungkinkan terjadinya aktivitas magma untuk bergerak ke atas permukaan bumi melewati celah-celah atau rekahan, sehingga menyebabkan erupsi gunung berapi.

Tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan kata “erupsi” gunung berapi. Namun, terkadang masyarakat pada umumnya masih bingung diantara penggunaan kata “erupsi” dan “gunung meletus”. 

Pada dasarnya, erupsi adalah proses keluarnya magma dari perut bumi. Akan tetapi, erupsi dibagi menjadi dua, yaitu erupsi secara eksplosif (ledakan) dan efusif (lelehan). 

Masyarakat terkadang membedakan penggunaan kata antara “gunung meletus” dengan “erupsi”, gunung meletus lebih diasosiasikan dengan erupsi secara eksplosif, karena fenomena yang terjadi berupa suatu ledakan yang sangat besar. 

Saat terjadinya fenomena gunung meletus, umumnya kita mengetahui material panas berwarna merah yang keluar dari mulut gunung berapi. 

Namun, terkadang kita masih ragu, material cair tersebut dinamakan magma atau lava? Jawaban yang benar adalah lava, tetapi terkadang masyarakat pada umumnya, menggunakan terminologi lava dan magma secara bergantian, serta menganggap mempunyai makna yang serupa. Padahal, definisi dari lava dan magma mempunyai perbedaan yang sangat kontras.  

Material berupa batuan panas yang masih terdapat dalam perut gunung berapi, disebut dengan magma. Adapun lava, adalah material cair yang sangat panas, yang keluar dari perut gunung berapi ketika terjadi letusan. 

Pertanyaan selanjutnya, kira-kira apa yang akan terjadi ketika lava yang telah keluar dari perut gunung, mengalami penurunan suhu akibat kontak dengan udara lingkungan sekitar? 

Ketika lava menyebar dalam luasan yang luas, lava akan mengeras, dan beberapa bagian darti material lava akan berubah menjadi batuan. 

Batuan yang terbentuk dibagi menjadi beberapa klasifikasi batuan vulkanik yaitu basalt, andesit, riolit, bergantung pada komposisi atau persentase silikon dioksida (SiO2).

Di dalam aktivitas erupsi gunung berapi, material awal yang dikeluarkan dari perut gunung adalah gas, dimana persentase gas paling besar adalah uap air, tetapi ada pula gas lainnya yang turut dikeluarkan dengan persentase yang tidak terlalu besar, seperti gas karbon dioksida (CO2) dan sulfur dioksida (SO2). 

Jika intensitas erupsi mengalami peningkatan, gunung berapi akan mengeluarkan material-material padat atau yang lebih dikenal sebagai material piroklastik. Material piroklatik ini diklasifikasikan menjadi beberapa bagian sesuai dengan ukurannya, seperti abu vulkanik, debu vulkanik, dan bom vulkanik. 

Dari ketiga material piroklastik tersebut, abu vulkanik mempunyai dampak yang paling besar. Abu vulkanik adalah partikel dengan ukuran yang sangat kecil dan dapat berada di atmosfer dalam jangka waktu yang lama, sehingga akan membentuk lapisan-lapisan abu vulkanik di atmosfer bumi. 

Lapisan-lapisan vulkanik ini mempunyai dampak negatif bagi kehidupan manusia, karena akan menghalangi datangnya sinar matahari, sehingga akan memantulkan kembali sinar matahari ke atmosfer bumi. 

Pada waktu lampau, terhalangnya beberapa permukaan bumi akibat lapisan-lapisan abu vulkanik, menyebabkan rendahnya suhu udara dan membentuk “mini ace age”.  

Pengetahuan mengenai gunung meletus dapat dipelajari lebih lanjut dalam ilmu geomorfologi. Dengan mempelajari geomorfologi, kita juga akan menjadi masyarakat yang melek pengetahuan akan stabilitas lingkungan serta aware terhadap perubahan lingkungan di sekitar kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun