Mohon tunggu...
Ferry Ardiyanto Kurniawan
Ferry Ardiyanto Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Menulis itu bebas

Menulis untuk menguji kapasitas.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Antara Catur, Teka-teki Silang, Layangan, dan Game Online

24 Maret 2019   21:50 Diperbarui: 26 Maret 2019   22:44 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak-anak bermain layangan (Foto: AyoBandung)

Yang terlihat sekarang, baik orang dewasa maupun anak-anak lebih banyak membawa ponsel dan satu buah charger. Mereka berusaha mencari tempat yang disana terdapat koneksi wifi dan sumber listrik yang memadai.

Saya melihat terjadi pergeseran drastis yang terjadi pada realitas sosial di masyarakat akibat teknologi. Saya tak menampik bahwa banyak juga manfaat yang ditimbulkan oleh teknologi, namun ada kalanya kita perlu mengevaluasi kondisi ini sebagai rem dari kencangnya laju teknologi.

Teknologi mengahadirkan akses yang tak terbatas, semua bisa diraih, kemudahan dalam bidang ekonomi misalnya, sangat dengan cepat bisa kita dapatkan. Tapi bagaimana dengan kondisi sosial di lingkungan anda? Hubungan dengan tetangga, apakah masih ada kumpulan untuk makan-makan atau merancang suatu kegiatan di RT-nya masing-masing? Tentu saya meyakini di desa-desa masih ada kehidupan sosial seperti itu, tapi mungkin di kota-kota sudah cenderung luntur.

Akibatnya teknologi membuat seseorang menjadi candu: bagi yang tak bijak memakainya. Teknologi menjadi awal dari segala kemungkinan buruk untuk terjadi. Mulai tindak kriminal, asusila, terorisme, atau anti sosial. Saya mengemukakan hal ini bukan sebagai ahli sosiologi atau antropologi. Tapi saya melihat realitas sosial dengan mata kepala saya sendiri.

Bahwa orang dewasa yang berpikir keras untuk mengisi teka-teki silang atau berusaha membuat skak saat bermain catur tak lagi terlihat, pun sama dengan anak-anak yang berpikir keras untuk mencari cara agar bisa mengalahkan layangan milik anak komplek sebelah.

Naik level pada game online lebih menjadi motivasi terbesar dalam kesehariannya. Semoga dampak buruk dari teknologi yang sudah saya sebutkan tak menjadi efek yang berkepanjangan. Tak menjadi hama bagi realitas sosial yang penuh dengan kehangatan.

Tak menjadi penghalang untuk orang dewasa bercengkrama, serta tak menjadi penghalang bagi anak-anak untuk menambah teman di dunia nyata. Karena teman di dunia maya tak seinteraktif dengan teman yang mengajak bermain layangan atau teman yang mengajak bermain catur. 

Terakhir, semoga ketakutan masyarakat akan teknologi: game online khususnya, yang berpotensi menimbulkan kekerasan atau tindakan terorisme seperti di Selandia Baru salah satunya, tidak terjadi, minimal dalam waktu dekat. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun