Orang yang ngga punya prinsip atau pendirian itu hidupnya bakalan cape. Terlepas hal baik atau tidak, pokoknya bawaannya selalu serba-salah, soalnya setiap suatu perkara, tindak-tanduk, perbuatannya selalu yang dijadikan tolak-ukurnya adalah omongan orang lain. Yang pada akhirnya orang yang ngga punya prinsip, sering kali bertindak di luar batas kenormalan.
Saya jadi teringat tentang cerita hikayat yang mana menggambarkan suatu kehidupan orang yang ngga punya prinsip dan pendirian dalam perjalanan hidupnya, begini ceritanya :
Alkisah orang tua, anak kecil, dan seekor keledai. Mereka tengah dalam perjalanan mudik (pulang kampung), dengan santainya mereka berjalan sambil orang tua tersebut menuntun keledainya ditangan kanan dan menuntun anaknya ditangan kiri.
Tiba di satu perkampungan tatkala melintasi pasar dikagetkan oleh suara tukang ikan dengan setengah berteriak kepadanya :
"Hahaha...hey...pak tua! kamu itu gimana?! buat apa kamu membawa keledai tapi tidak untuk ditunggangi malah dituntun seperti itu, bodoh sekali kau!".
Mendengar perkataan si tukang ikan lalu pak tua berpikir sejenak: "hhhmmm.., benar juga apa yang dikatakan si tukang ikan itu", begitu pikirnya.
Tanpa menunggu waktu lagi maka si orang tua itu menaiki keledai bersama anaknya. Ketopelakkkkkk.. ketopelakkkkk.. ketopelakkkk.. grusuuukk.. grusukk...
Rupanya sikeledai sangat letih sekali harus menanggung beban yang sangat berat. Bagaimana tidak?! toch.. sekarang dia(keledai) bukan hanya menanggung beban barang-barang saja melainkan ditambah harus menanggung beban orang tua dan si anak kecil tersebut.
Tiba di kampung yang kedua, baru saja tiba dipintu masuk gerbang kampung mereka berpapasan dengan tukang kayu bakar yang tengah menyusun tumpukan kayu.
"Alamaakkk... Kalian betul-betul tak berperike-binatang-an, masa keledai sekurus itu kau tunggangai berdua ditambah lagi dengan barang-barang bawaan kalian, Ckckckckckck..", begitulah tutur si tukang kayu.
Tertegun dengan tutur kata si tukang kayu, tak berpikir panjang langsung si orang tua itu turun dari keledainya.
Si anak merasa heran dengan ayahnya dan bertanya: "Ayah, napa kau turun?".
Lalu si ayah menjawab:Â "Benar apa yang dikatakan si tukang kayu itu nak! sebaiknya ayah turun saja, biarlah kamu tetap diatas keledai".
Si orang tua lalu melanjutkan perjalanannya dengan berjalan gontai sambil menuntun tali ikat kendali keledai.
Singkat cerita setelah lamanya perjalanan barang kali si orang tua itu letih karena berjalan lama terus-menerus tanpa henti lalu si orang tua memutuskan untuk beristirahat tatkala melihat dari jarak yang ngga terlalu jauh ada sebatang pohon yang daunnya cukup rindang dipinggir jalan.
"Nak...kita beristirahat sejenak disana sebentar (sambil menunjuk ke pohon tersebut) ayah dah cape banget nich..", tutur si ayah.
Si anak hanya mengangguk tanda setuju atas usulan sang ayah.
Setelah berada disisi pohon di ikatlah tali kekang keledai, sementara si anak masih di atas punggung keledai.
Tanpa disadari oleh mereka berdua tiba-tiba datang seorang petani sambil membawa cangkul di pundaknya, tanpa basa-basi menghardik si anak yang masih duduk di atas pungung keledai itu.
"heiyy.. bocah durhaka! tak punya rasa sopan santun sekali kau memperlakukan orang tua mu ini yang tua renta, kau enak-enakan menunggang keledai, sementara orang tua mu berjalan kaki", hardiknya.
Setelah puas menghardik, petani itu ngeloyor begitu saja berjalan menyusuri pematang sawah.
Si anak merenung sesaat lalu menengok ke arah ayahnya dengan raut wajah yang mulai kebingungan.
Si ayah berkata: "ya udah.., kita istirahat aja dulu nak! ayah cape banget nanti kita lanjutkan perjalanannya setelah beristirahat".
Si anak pun menurut dan segera turun dari punggung keledai lalu menuju pohon yang daunnya rindang untuk dijadikan sandaran sebagai pelepas rasa lelah. Sedangkan, si ayah telah bersandar di pohon satunya sambil kipas-kipaskan dengan ujung bajunya ke arah wajahnya demi mengusir hawa panas disekitarnya.
Lama sudah mereka beristirahat, tibalah saatnya mereka melanjutkan perjalanan.
Namun kali ini si anak yang mulai angkat bicara: "Saya tak mau menjadi anak durhaka yah.., Sebaiknya ayah yang berada diatas tunggangan sementara saya yang berjalan kaki".
Maka berlanjutlah perjalanan mudik mereka dengan cara yang berbeda yaitu si anak yang berjalan kaki sementara sang ayah berada di atas menunggang keledai.
Lama sudah mereka menempuh perjalanan hingga melintaslah mereka tepat didepan kedai sebuah warung. Dari dalam warung terdengar perkataan yang cukup keras hingga terdengar oleh si orang tua dan si anak kecil.
"Wah.. wah.. wah.., dasar orang tua gendeng, masa dia (orang tua) enak-enakan menunggang keledai sementara sementara anak yang masih kecil itu yang berjalan kaki sambil menuntun keledai, yang benar aja pak!!! orang tua ko' gitu sich..!?", Begitulah teriakan yang berasal dari kedai warung.
Sontak teriakan itu terdengar oleh si orang tua, karena merasa malu, maka si orang tua tersebut turun dari tunggangan keledai dengan wajah yang sangat bingung beradu pandang kepada si anak yang juga kebingungan juga.
AHAA..!! Sesaat kemudian rupanya si ayah seperti mendapat ide yang sangat 'cemerlang' maka disuruhlah si anak mengambil sebilah bambu yang kokoh tergeletak di pinggir jalan. Tanpa pikir panjang si anak menuruti perintah dari sang ayah, setelah bambu didapat dan diserahkan kepada sang ayah.
Si anak bertanya:Â "Bambu ini buat apa ayah?"
Sang ayah menjawab: "Setelah jauh perjalanan yang kita tempuh ini, segala kritikan terus mendera kita, ayah rasa barang kali dengan cara ini maka perjalanan mudik kita takan mendapat kritikan lagi".
Si anak kembali bertanya: "Apa yang ayah perbuatan sekarang?".
Sang ayah menjawab: "Hanya ini yang belum kita lakukan nak.., yaitu kita ikat keledai kita di bambu ini lalu kita gotong berdua".
Si anak kecil yang masih polos dengan bangganya atas usulan ayahnya itu berkata: "Oke...dechhh ayahku!!!".
Maka di gotonglah keledai yang telah diikatkan ke bambu tersebut.
Pengembara gila: "Ckckckck.., aku heran sekali atas kejadian yang ku lihat ini. Sebenarnya aku yang gila atau mereka yang gila?!", gumamnya.
Penulis: "Tidak! Bukan engkau yang gila wahai pengembara., yang gila adalah yang baca tulisan ini. Xixixixixixi...
----------
Sumber: Blog pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H