Senja itu hanya mengusik keasikan
Kala para pengatur nada memainkan musiknya disana, di kebun jagung
Melimpah rua anggunan bercak kemerahan dan kemanisanÂ
Senyum senang memanen kemenangan, kemenangan atasnya(diri mereka yang hitam lebam, tersengat matahari lalu)
Memanen juga limpah limpahan rahmat di bumi kasih Tuhan
Ruah-ruahnya berbagai rempah dan kemudahan
Hingga tinggi derajatnya ingin menjadi biasa, biasa seperti tanah yang baru dibuahi
Menyimpan banyak syukur dan nikmat
Tumbuhlah surgaku kata pembajak sawah, yang tinggal di gubuk riuk beserta ayam ayamnya
Begitu juga anggangan pembajak kata, yang membiarkan alam fikirnya merajalela, merajai selasar sawah nan hijau,Â
Jadilah sawah itu buku bergambar yang mereka koleksi di meja belajar
Senantiasa mereka buka dan angan angankan
Â
Ingin kembali (menyiangi barisan sawi tanpa kimiawi) meratap surga bumi
Namunlah senja mesti berarti diufuk barat...
Namunlah senja juga kembali muncul diufuk timur sebagai fajar...
Malang, 29 Agustus 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H