Mohon tunggu...
Ferry Fitrianto
Ferry Fitrianto Mohon Tunggu... Lainnya - penulis di beberapa media

IG

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filantropi Islam dalam Arus Tradisi Tahlil

18 Oktober 2022   11:00 Diperbarui: 18 Oktober 2022   11:05 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Salah satu fenomena tradisi yang sudah ada sejak zaman dulu sampai sekarang dan menjelma sebagai budaya dalam masyarakat Indonesia yaitu tahlilan. Kegiatan tahlilan merupakan sebuah budaya di mana para masyarakat berkumpul menjadi satu di suatau tempat entah itu rumah warga ataupun  di masjid. Mereka secara bersama-sama membaca doa yang ditunjukkan pada sanak saudara yang baru saja meninggal ataupun yang sudah lama.

 Ketika acara tahlilan dilaksanakan  di rumah warga atau orang yang punya hajat tahlilan, maka bisasanya akan disediakan makanan dan minuman serta pulangnya dibekali bingkisan atau berkat. Pemberian bingkisan pada masyarakat yang ikut Tahlilan merupakan bentuk dari Filantropi Islam. Dalam persepektif sosiologi, sebetulnya kegiatan tahlilan dapat menumbuhkan apa yang disebut oleh Emile Durkheim sebagai ''solidaritas sosial'' yang mana hal ini mampu membawa pada suasana yang akrab dan hangat untuk membangun hubungan sosial. Hubungan solidaritas ini mewujud dalam acara seperti tahlilan, pengajian, paguyuban dan lain sebagainya.

Bahkan lebih dari itu, kegiatan tahlilan tidak hanya  memperkuat kebersamaan dalam ranah sosial namun juga ada nilai-nilai spiritual sepeti pembacaan doa-doa yang ditunjukkan pada orang yang telah meninggal dunia, selain itu juga doa keselamatan untuk semuanya. Di sisi lain, acara tahlilan yang dilakukan dengan membaca doa secara bersama-sama itu tidak hanya menciptakan solidaritas sosial pada sesama  manusia yang masih hidup, namun juga menjalin ikatan sakral antara yang masih hidup dengan mereka yang telah meninggal.

 Kata sebagaian orang sufi, bahwa  doa yang telah kita bacakan untuk orang yang meninggal dunia, maka secara tidak langsung kita telah menjalin silaturahmi dengan mereka yang sudah meninggal itu. Oleh sebab itu marilah kita bingkai makna tahlilan dengan harapan bisa lebih mantap lagi untuk membangun koneksi sosial-spiritual dalam konteks ke Indonesiaan.

Istilah tahlilan sendiri sebetulnya berakar dari bahasa arab yaitu hallala-yuhallilu-tahlilan, yang maknanya yaitu membaca kalimat tauhid laa ila haa illallah, artinya tidak ada tuhan selain Allah. inilah esensi dari tahlilan itu sendiri. Mungkin sebagain dari kita sering bertanya-tanya  mengapa saat tahlilan, kita sering mendengar beragam bacaan seperti tahmid, tasbih, istighfar, shalawat dan hauqolah?

Kemudian para ulama merumuskan bacaan tahlilan dengan ragam bacaan doa tadi agar supaya lebih afdhol dan lebih sempurna. Lebih-lebih jika dalam bacaan tahlil itu ditambah dengan bacaan shalawat pada Nabi Saw. baik di awal bacaan, tengah maupun akhir. Mengapa harus demikian?

Sebab ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik ra. dia berkata bahwa ketika seseorang berdoa, maka antara dirinya dengan Allah ada sebuah hijab atau penutup di pintu langit. Maka pintu langit itu akan terbuka bila mana kita bacakan shalawat atas Nabi Saw dan doa yang di panjatkan pun akan ijabah. Namun jika tidak membaca shalawat atas Nabi Saw maka pintu langit itu tetap tertutup dan doa kita pun tidak diijabah oleh Allah Swt.

Dengan bersandar pada hadis Nabi Saw diatas maka wajar jika para ulama menambahkan bacaan tahlil dengan shalawat pada Nabi Saw. Lalu yang penting untuk dipertanyakan yaitu apa hikmah dari tahlilan itu sendiri?

Dalam kitab Dasuqi Ummul Barohin, Syekh Sanusi menjelaskan bahwa makna kalimah tauhid dan keutamaannya secara detail sangat banyak sekali. Dalam tradisi pondok pesantren salaf kitab Dasuqi Ummul Barohin masih dikaji hingga sekarang. Marilah kita cermati beberapa hikmah dari kalimah tauhid tersebut. Pertama, kita akan diampuni dosa-dosanya ketika kita masih hidup.

 Dalam sebuah hadis dijalaskan bahwa seseorang yang rajin membaca kalimah tauhid Laa ila haa illa Allah' sambil menghayati bahwa tiada tempat untuk mengadu, bersandar, merintih, dan memohon selain pada Allah Swt, maka kalimah tauhid yang diucapkan dengan penghayatan itu dibawa para malaikat menujuke Arsy-Nya.

Dalam kitab Durratun Nashihin disebutkan bahwa kalimah tauhid yang sampai ke Arsy itu bergemuruh hingga mengguncangkan Arsy. Lalu Allah memerintahkan Arsy untuk tenang. Arsy-Nya pun menjawab dengan nada mengiba, ''Wahai Allah, bagaimana kami bisa tenang jika Engkau belum mengampuni dosa-dosa orang yang membacanya?'' Lalu Allah menjawab, ''Baiklah akan aku ampuni dosa-dosa orang yang membaca kalimah tauhid itu''.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun