[caption id="attachment_179017" align="aligncenter" width="254" caption="ilustrasi - diambil dari web-giants.com"][/caption]
Membahas Android memang tidak ada habisnya, ada saja yang menarik untuk diulas dan diperdebatkan. Google memang membuat keputusan tepat dengan membesarkan Android, tapi saya melihat bahwa perangkat ini dalam waktu dekat akan memasuki titik jenuhnya.
Android sendiri dapat berkembang karena Android dibuat berdasarkan OpenSource, ini memungkinkan pembuat perangkat dan pengembang aplikasi bisa mengembangkan Android. Dan ini terbukti, Android booming bahkan menjadi perangkat nomor satu di dunia.
Tapi keterlambatan Google memonitor Android malah membuat Android besar terlalu cepat dan tidak terkontrol. Google sendiri menyadari bahwa Android tersegmentasi, dan pukulan telak bagi Google adalah pada saat Amazon mengeluarkan Android versi Amazon dalam perangkat Kindle Fire. Amazon menghilangkan semua embel-embel Google dan mengantikannya dengan Amazon. Ini jelas sudah melenceng jauh dari harapan Google-Android akan mendominasi.
Bila kita melihat versi Android yang banyak dipakai saat ini adalah Android Froyo 2.2 dan Gingerbread 2.3. Padahal versi ICS 4.0 sudah lama beredar, tapi perangkat yang ada belum banyak yang beredar. Harapan awal berdirinya Android adalah komunitas bisa mengembangkan ke perangkat-perangkat yang sudah ada. Seperti yang terjadi pada Linux. Tapi Android bukanlah Linux, walau Android berbasis kernel Linux.
[caption id="attachment_179016" align="aligncenter" width="460" caption="Grafik Pengguna Android per 1 Mei 2012 - sumber wikipedia"]
Masalahnya, Google melisensikan Android ke lisensi Apache 2, ini memungkinkan aplikasi Android tidak harus berupa Open Source yang mewajibkan membagikan kode sumber seperti yang terjadi pada Linux. Pihak pembuat perangkat juga tidak serta merta berkewajiban membuka kode sumber android versi mereka. Hanya beberapa pembuat perangkat yang membuka kode sumber beberapa perangkat mereka ke komunitas (misal Samsung-tapi tidak semua perangkat dibuka). Inilah titik kesulitan berkembangnya pasar Android ke versi lebih tinggi.
Saya sendiri mengalami kemacetan dengan tablet Huawei S7 Slim yang saya pakai. Secara hardware, perangkat saya memungkinkan upgrade ke ICS 4.0. Tapi apa daya, pihak Huawei tidak mau membuka kode sumber android mereka ke komunitas. Saya terpaksa harus puas menggunakan versi Froyo 2.2.
Kecuali Google memaksa para pembuat perangkat untuk melepaskan kode sumber mereka ke komunitas, pihak pembuat perangkat akan terus mengeluarkan perangkat baru dan tidak merasa berkewajiban mengembangkan perangkat yang ada ke versi Android lebih tinggi. Tapi inipun tidak dilakukan Google. Sebagai konsumen, kita terpaksa harus membeli perangkat baru bila ingin upgrade sistem. Padahal pengguna Android kebanyakan adalah pengguna awal smartphone, mereka juga tahu bahwa perbedaan versi Android 2.2 / 2.3 ke 4.0 tidaklah signifikan bagi konsumen.
Inilah titik jenuh pasar Android, konsumen tidak akan seterusnya membeli perangkat baru setiap kali Google mengeluarkan Android versi baru, apalagi dengan melihat Android versi baru muncul tiap tahun. Pihak pengembang aplikasi juga mengalami kesulitan karena banyaknya versi Android dan perangkat yang beredar.
Jelas karena tidak adanya standarisasi perangkat, perlahan-lahan Android akan melangkah ke kehancurannya sendiri. Kecuali Google turun tangan dan menekan para pembuat perangkat untuk melakukan standarisasi perangkat.
Semestinya standarisasi bisa menggunakan metode pembatasan hardware, sertifikasi, dan perjanjian upgrade sistem dengan pihak pembuat perangkat. Nantinya pihak konsumen bisa didorong untuk membeli perangkat yang mempunyai "Google-Certified-Hardware". Dengan begitu, lambat laun pasar Android pasti akan lebih terkontrol, karena konsumen tidak akan memilih perangkat yang tidak "Google-Certified-Hardware".
Segmentasi di perangkat Android membuat Google mundur kena, maju kena. Memaksakan "Google-Certified-Hardware" akan memperlambat perkembangan Android, tapi membiarkan pasar Android "menggila" seperti sekarang juga akan mematikannya perlahan-lahan. Apalagi Android dapat dianggap tidak terlalu menguntungkan bagi Google (analisa kimi raiko).
Pola pengembangan Android mirip dengan perkembangan Linux Ubuntu, lambat laun makin tidak bisa diinstall di perangkat lama. Tapi bedanya di Linux, karena kode sumbernya terbuka semua, pembuat aplikasi lain bisa mengembangkan cabang dari versi yang akan tetap dipertahankan, jadi tidak harus upgrade ke versi lebih tinggi. Seandainya ini memungkinkan bagi Android, versi 2.2 dan 2.3 seharusnya tetap dikembangkan.
Android memang hebat dan mengesankan, tapi bila Google tidak bisa mengatasi penumpukan perangkat Android Froyo 2.2 dan Gingerbread 2.3, lambat laun konsumen pasti akan berpaling ke OS lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H