Saya yakin kebanyakan orang Batak apalagi Batak Toba mengenal Bakkara. Inilah tanah para raja, tempat kelahiran Raja Sisingamangaraja, termasuk Raja Sisingamangaraja XII, raja terakhir orang Batak yang gugur ketika masa penjajahan Belanda. Bakkara sendiri merupakan salah satu wilayah di pinggiran Danau Toba yang terkenal dangan pesona keindahan alamnya. Mendengar Bakkara selalu ada aura magis yang terasa, terlebih bagi orang Batak. Aura magis ini berpadu dangan keeksotisan alam yang tiada duanya, membuat Bakkara menjadi bisa salah satu tujuan utama ketika berkunjung ke Danau Toba.
Beberapa waktu lalu, ketika pulang kampung saya berkesempatan mengunjungi Bakkara. Ini adalah perjalanan pertama saya ke Bakkara dan meninggalkan pengalaman yang susah untuk dilupakan. Sedih rasanya ketika harus meninggalkan Bakkara pada waktu itu. Selalu teringat indahnya Danau Toba, sejuknya udara, hamparan sawah, percikan air terjun, dan tebing pegunungan yang menjulang tinggi seakan memaku kita untuk tinggal disana. Surge dunia yang terkadang susah untuk dijelaskan dengan kata-kata.
Bakkara sendiri merupakan salah satu desa dipinggir Danau Toba yang masuk ke dalam Kebupaten Humbang Hasundutan. Ada dua akses jalan menuju ke Bakkara. Jika kita dari Medan bisa mengambil jalur Timur, masuk melalui Siborongborong dengan rute Muara. Kalau melalui jalur Barat, melewati Brastagi, Sidikalang, dan masuk melalui Doloksanggul (kota kelahiran saya) dengan jalur langsung menuju Bakkara. Saya sendiri berangkat dari Doloksanggul menggukan motor dan hanya memakan waktu 30-40 menit sampai ke Bakkara bersama uda (adik ayah)saya. Jalannya sendiri memang cukup sempit, menurun (jika kita berangkat dari Doloksanggul) dengan belokan-belokan cukup tajam, jadi harus hati-hati, tetapi tidak perlu khawatir karena jalannya mulus. Soal petunjuk arah tempat wasata tidak perlu khawatir karena selalu ada petunjuk yang bisa dijadikan sebagai penduan.
Ada beberapa tujuan utama jika jalan-jalan ke Bakkara. Tujuan pertama saya adalah ke Air Terjun Janji di Tipang desa sebelah Bakkara. Mungkin ini adalah air terjun tertinggi, terbesar, dan tersejuk yang pernah saya kunjungi. Tingginya kira-kira 10-20 meter dan karena musim hujan debit airnya cukup besar. Saya sendiri cukup takut untuk dekat muntahan air terjun ini ke batu-batu di dasar sungai tersebut karena terjangannya yang kuat sekali. Berada didekat air terjun memang selalu menimbulkan perasaan tenang. Irama air, butir-butir air di udara, hamparan hijau disekitar yang masih sangat alami menjadikan air terjun ini sangat sempurna untuk melepas penat.
[caption id="attachment_231456" align="aligncenter" width="518" caption="Air Terjun Janji (Dok. Ferry Silitonga)"][/caption]
Selain air terjun, di lokasi yang sama juga ada tempat mandi dengan air yang berasal dari sungai air terjun Janji ini. Pihak pengelola membendung beberapa bagian di bagian bawah sungai sehingga berbentuk seperti kolam alami dengan air sungai asli. Jadi setelah asik bermain-main dengan air terjun bisa langsung mandi dan merasakan sejuknya air pegunungan yang masih asli. Sayangnnya saya tidak membawa baju ganti waktu itu jadi kesempatan untuk berenang harus ditunda.
[caption id="attachment_231457" align="aligncenter" width="622" caption="Dok. Ferry Silitonga"]
Tempatnya juga sangat bersih dan terawat. Ada fasilitas tempat sampah, tempat ganti baju dan toilet umum yang secara mengejutkan sangat bersih dan tidak bau (karena sebelum masuk saya sudah was-was takut bau dan jorok). Pengelolanya menjaga kawasan itu dengan sangat baik. Ada warung juga, jadi kalau sudah lelah berenang bisa minum teh hangat untuk memulihkan tenaga.
[caption id="attachment_231458" align="aligncenter" width="567" caption="Dok. Ferry Silitonga"]
Sungai air terjun itu langsung bermuara ke Danau Toba. Danau Toba dari lokasi air terjun ini sangat dekat. Hanya berjalan 25 meter ke arah hilir kita sudah berada di bibir pantai Danau Toba. Pantainya memang kecil dan sempit tetapi cukup untuk memuaskan mata memandang jauh ke Danau Toba yang indah terhampar di depan mata.
[caption id="attachment_231459" align="aligncenter" width="550" caption="Pemandangan Danau toba di sekitar muara air terjun (Dok. Ferry Silitong)"]
[caption id="attachment_231460" align="aligncenter" width="557" caption="Dok. Ferry Silitonga"]
[caption id="attachment_231462" align="aligncenter" width="590" caption="Dok. Ferry Silitonga"]
Jika beruntung datang di musim yang tepat, kita bisa menikmati buah mangga (biasa disebut magga Toba) yang tersebar hampir disepanjang pinggiran Danau Toba. Tetapi jangan asal ambil karena semua pohon itu punya pemilik. Biasanya kalau sedang musimnya, pemiliknya menjajakan mangga itu di pinggir jalan agar bisa dibeli pelancong.
Kebetulan saya datang di waktu yang tepat jadi bisa menikmati kelezatan mangga yang satu ini. Bentuknya seperti mangga pada umumnya, berwarna kuning orange terang kalau sudah matang tetapi memiliki ukuran yang lebih kecil dari biasanya, hanya sebesar salak. Satu hal yang unik dengan mangga ini adalah cara memakannya. Kalau mangga biasanya harus dikupas dulu kulitnya, kalau mangga Toba ini justru paling nikmat dimakannya beserta kulitnya, tentunya dicuci bersih dahulu. Dijamin sensasinya akan sangat berbeda dari mangga-mangga biasa. Kalau saya bilang, rasanya itu mangga banget!. Perpaduan manis, asam, dan sepat yang pas. Harganya juga murah, berkisar Rp. 4.000- Rp. 5.000 perkilonya.
[caption id="attachment_231463" align="aligncenter" width="576" caption="Asiknya makan mangga langsung dari pohon di pingir Danau Toba (Dok. Ferry Silitonga)"]
Selesai menikmati mangga lanjut perjalanan ke salah satu tempat paling keramat di Bakkara, Aek Sipangolu (Air Pemberi Kehidupan). Letaknya cukup jauh dari pusat Bakkara. Aek Sipangolu itu sendiri merupakan sebuah sungai kecil yang langsung bermuara ke Danau Toba. Konon katanya di sungai inilah Sisingamangaraja sering mandi dan melakukan ritual lainnya. Banyak orang-orang datang ke tempat ini untuk memberi sesaji dan meminta berbagai permohonan. Katanya mandi di sungai kecil ini juga akan mengabulkan berbagai keinginan, seperti mendapat jodoh atau keinginan untuk memiliki anak.
Kebetulan waktu itu ada beberapa orang yang bersiap-siap untuk melakukan ritual. Saya sendiri tidak percaya dengan hal-hal yang begituan, jadi saya memilih untuk menyingkir saja, tetapi sebelumnya saya memberanikan diri untuk mendekati sungai tersebut dan menyentuh airnya, hanya penasaran. Disana saya melihat beberapa sesaji, seperti jeruk purut, pisau kecil, dan rokok yang diletakkan di atas sebuah piring. Sayangnya saya tidak cukup berani mengambil fotonya karena takut diprotes oleh orang-orang yang akan melakukan ritual tersebut.
[caption id="attachment_231464" align="aligncenter" width="619" caption="Pemandangan dari daerah muara "]
Keluar dari daerah mistis itu, kita bisa menyelusuri aliran sungai itu sampai bermuara di Danau Toba. Di bagian ini pantainya cukup landai sehingga banyak orang yang mandi. Selain itu pemandangan ke arah Danau Toba juga tak kalah indahnya. Dari sini kita juga bisa melihat Pulau Samosir dikejauhan.
Selesai dari Aek Sipangolu, saya ke tujuan selanjutnya. Kali ini berada di pusat Bakkara, di daerah pemukiman penduduk. Kita kembali lagi ke arah Bakkara dan masuk sedikit ke daerah pemukiman sampai menemukan tempat teduh, rindang, dan dipenuhi dengan pohon-pohon beringin tinggi menjulang. Nama tempatnya Aek Sitio-tio (Air Jernih –terjemahan paling dekat yang saya temukan–).
Tempat yang satu ini memang sangat unik. Di tempat ini ada sebuah kolam dimana mata air langsung keluar dari bumi, jadi kita bisa melihatnya seperti buih-buih air yang dimasak. Mata air ini sendiri berasal dari pegunangan di sekitar Bakkara dan tidak pernah kering dan sangat jernih, tidak masalah jika ingin di minum langsung. Sayangnya juga tidak ada foto karena disebelahnya dibangun pemandian umum warga jadi sedikit tidak etis kalau ingin mengambil foto.
Ya, itulah akhir perjalanan kami dan pulang kembali ke Doloksanggul dengan perjalanan menanjak. Di tengah perjalanan pulang dengan view yang bagus saya sempat mengabadikan betapa indahnya cipataan Tuhan ini. Melihat ini saya selalu terkagum dan tidak bisa bekata-kata betapa luar biasanya tangan Tuhan membentuk alam ini, Bakkara.
[caption id="attachment_231465" align="aligncenter" width="605" caption="Pemandangan Bakkara dan Danau Toba dari tepi jalan menuju Doloksanggul (Dok. Ferry Silitonga)"]
[caption id="attachment_231466" align="aligncenter" width="582" caption="Dok. Ferry Silitonga"]
Sebagai tambahan, di Danau Toba itu ternyata ada banyak pulau lain yang tentu saja lebih kecil dan kalah populer dari Pulau Samosir. Salah satunya ada di dekat Bakkara ini seperti foto di bawah. Satu lagi pulau yang lebih besar berada di dekat Muara, Pulau Sibandang, yang saya ambil beberapa tahun yang lalu (foto paling bawah).