Mohon tunggu...
Ferry Silitonga
Ferry Silitonga Mohon Tunggu... karyawan swasta -

My life = psychology + movies + musics

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Jangan Remehkan Instruksi Teknis dalam Psikotes

1 Maret 2012   07:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:41 3153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukan hanya bagi pelamar kerja, bagi yang sudah bekerja dan mengingikan kenaikan jabatan, ketika menghadapi salah satu tahap screening (seleksi) yaitu psikotes, selalu ada tantangan mental sendiri. Mereka sudah mempersiapkan semua dengan baik tetapi kecewa dengan hasil akhir. Baiklah, kemampuan mereka memang sudah mumpuni dengan kriteria yang diinginkan tetapi itu bukan menjadi tolak ukur mutlak. Ketika psikotes, semua hal diuji, termasuk hal-hal yang bersingggugan dengan ketentuan teknis.

[caption id="attachment_164070" align="aligncenter" width="590" caption="Suasana psikotes calon KASATRESKRIM se Jawa Tengah 2011 (dok. Ferry Silitonga)"][/caption]

Ketentuan teknis di dalam psikotes menjadi sangat penting karena ini menjadi acuan dasar pertama sebelum kita memulai perang dengan yang namanya psikotes. Walaupun terlihat remeh dan sederhana, hal ini tidak boleh diabaikan. Salah sedikit di bagian ini, bisa berarti seluruh tes yang kita kerjaan tidak berguna, alias sia-sia, karena kita telah kalah lebih dahulu sebelum perang.

Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan. Pertama, identitas. Ini menjadi aspek pertama yang sangat penting. pada setiap psikotes jangan langsung terfokus pada soal-soalnya, tetapi perhatikan identitas dengan seksama, karena tidak ada gunanya kita mengerjakan semua jika identitas kita tidak ada atau salah. Kita sendiri yang rugi.

Hal ini sangat sering terjadi. Setiap kali aku menjadi asisten psikolog dalam sebuah psikotes, kejadian seperti ini dipastikan akan ada. Masih lumayan jika yang identitasnya tidak lengkap hanya 1 orang, tingaal lihat di daftar absen, beres. Tetapi jika ada beberapa orang, tentu saja ini menyulitkan. Jika seperti ini kejadiaanya, bisa saja merupakan teknik peserta tersebut untuk melakukan cheat (kecurangan), mengganti miliknya dengan orang orang lain. Kejelian asisten dan psikolog sangat diperlukan disini.

[caption id="" align="alignright" width="300" caption="(49tips.com)"]

(49tips.com)
(49tips.com)
[/caption] Kedua, taati peraturan dan tata tertib. Biasanya, sebelum psikotes dimulai, asisten atau psikolognya terlebih dahulu akan membacakan serangkaian tata tertib selama berlangsungnya psikotes. Misalnya, bekerja setelah ada instruksi mulai dan berhanti setelah ada aba-aba stop. Kembali aku ingatkan, jangan remehkan tata tertib ini karena itu tidak dibuat hanya sebagai formalitas saja.

Terkadang, bekerja sebagai asisten ini cukup berat juga, dilemma antara subjektifitas (kasihan) dan profesionalisme. Beberapa waktu lalu ketika psikotes CAKAMAD (Calon Kepala Madrasah) se Jawa Tengah dengan terpaksa aku harus mencoret sekitar 5 nama peserta karena tidak mematuhi peraturan.

Ada seorang ibu yang yang sudah beberapa kali diingatkan tetapi tidak patuh juga. Lucunya lagi, harus ada kejadian tarik menarik antara aku dengan ibunya, sampai kertas jawabannya bolong karena ibu tersebut tetap memaksa mengerjakan nomor yang tersisa sedangkan waktu sudah habis.

Bagi peserta yang melanggar ketentuan dan tata tertib ini biasanya tidak ada keringanan hukuman. Peserta bisa langsung didiskualifikasi (tertutup) jadi semua pekerjaannya akan sia-sia. Langkah ini bukan berarti kejam, tetapi dalam sebuah psikotes, kedisiplinan kita juga diuji. Jika tidak bisa menaati peraturan sederhana seperti ini, prediksinya akan cenderung negatif untuk peraturan yang lebih rumit ketika orang tersebut bekerja sesuai dengan posisinya.

Ketiga, perhatikan instruksi setiap tes. Setiap tes psikologi itu unik. Ini berarti dalam pengerjaannya antara tes satu dan tes lain bisa berbeda. Biasanya dan memang harus sebelum tes dimulai, testernya akan mengarahkan instruksi cara pengerjaan tes tersebut. Pada bagian ini, kita memang harus hati-hati jika tidak ingin ketinggalan.

Bahkan, ada beberapa tes yang memiliki beberapa bagian dan setiap bagian memiliki instruksinya masing-masing. Jadi, jika waktu telah habis dan disuruh ke bagian selanjutnya,  sebaiknya langsung dilakukan. Kerena telat mengikuti petunjuk, kita bisa tersesat, tidak tahu cara mengerjakannya sama sekali.

Ada baiknya, jika memang belum mengerti langsung ditanyakan kepada testernya sebelum ada aba-aba tes dimulai. Malu bertanya, tersesat di jalan, tapi dalam hal ini, malu bertanya, dipastikan gagal. Seperti pengalaman beberapa waktu lalu. Instruksinya jelas kita harus mengerjakan semua soal diantara 2  pilihan jawaban. Jawaban yang kita pilih dilingkari dan semua nomor jawaban tidak boleh ada yang kosong, karena jika ada yang kosong tidak bisa dikoreksi, alias gagal.

Kurang tahu ibu itu tidak mengerti instruksi atau bagaimana, ibu tersebut melingkari semua pilihan jawaban yang ada di kertas jawaban. Tentu saja ini salah besar dan tidak bisa dikoreksi, alias gagal. Inilah yang akan terjadi jika tidak tahu tapi sok tahu.

[caption id="attachment_164068" align="aligncenter" width="590" caption="Kraeplin Test (Dok. Ferry Silitonga)"]

1330584759929818386
1330584759929818386
[/caption]

Beberapa tes yang membutuhkan perhatian ekstra terkait dengan instruksi yang cukup rumit, antara lain Tes Papi, Tes Pauli, Tes Kraeplin, CFIT, TIU, dan lain-lain.

Keempat, ikuti petunjuk penulisan jawaban. Yang keempat ini sekedar saran dari aku saja karena tidak semua tester memberitahukannya, mungkin lupa atau alasan lainnya. Jika ada sebuah tes kita disuruh menuliskan jawaban, dalam bentuk pilihan A, B, C dst maka tulislah dalam huruf besar atau kapital biarpun pilihan jawabannya sendiri berbentuk huruf kecil. Ini sangat berpengaruh ketika melakukan scoring atau koreksi tes. Biasanya kita akan susah membedakan huruf 'e' kecil dengan 'c' kecil, huruf 'd' kecil dengan 'a'. Jadi untuk mengatasinya, gunukan selalu huruf kapital.

Untuk pilihan jawaban berbentuk angka juga sama. Antara angka '4' dan '9', '1' dan '7', '6' dan '8', '0' dan '8' terkadang susah dibedakan. Jadi tuliskan dengan terang dan jelas jika tidak ingin disalahkan kerena tidak jelas. Kejadian seperti ini sering kali terjadi, jadi jangan salahkan pengkoreksi jika pada akhirnya disalahkan kerena tidak jelas. Padahal 1 poin saja hilang, sudah bisa mempengaruhi tingkatan IQ jika telah diberi norma.

Demikian tulisan ini, rindu menulis tentang psikologi dan psikotes. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat.

13305860621769513946
13305860621769513946

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun