Mohon tunggu...
Ferrial Pondrafi
Ferrial Pondrafi Mohon Tunggu... -

penggemar musik sejak kecil

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

The Best of Ash: Sebuah Bukti Ketidakproduktifan (?)

14 Maret 2012   12:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:03 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Band yang berasal dari Irlandia ini memang tidaklah begitu bergaung (terutama di Indonesia) layaknya band-band mainstream Irlandia lain seperti U2, The Cranberries, maupun The Corrs. Tidak pula lebih populer dan terkenal seperti band dari pulau seberang seperti Coldplay, Oasis, ataupun Blur. Bahkan, meski berlabel brit-rock, namun kepopuler band ini pun masih kurang dibanding band-band brit-rock lain seperti Stereophonics atau yang lebih  muda seperti Arctic Monkeys. Mungkin karena lagunya yang memang sedikit kurang 'nendang', ditambah dengan sorotan media yang kurang, menjadikan para pendengar awam harus berusaha lebih keras dalam mencerna musik yang mereka hasilkan agar dapat menikmatinya dengan leluasa; dan akhirnya menjadi fan mereka.

Namun meski kurang populer dibanding band-band yang telah disebutkan di atas, bukan berarti band ini tidak layak untuk mendapatkan tempat di hati masyarakat. Bahkan sebaliknya, band ini mendapatkan tempat yang sangat dalam di hati fan mereka. Sepertinya kekurangpopuleran mereka menjadi nilai positif tersendiri bagi band tersebut.  Karena dengan kepopulerannya tersebut, mereka secara tidak langsung telah menyaring fan mereka menjadi dua kubu: mana fan setia dan mana yang bukan.

Saya memang penggemar Ash sejak duduk di bangku SMP, dan dilanjutkan di bangku SMA. Bahkan saya pun sempat membeli 3 album mereka, tentu saja dengan sedikit perjuangan untuk dapat memperolehnya. Tetapi saya sendiri kurang yakin, apakah saya termasuk fan setia atau tidak, karena saya lebih senang mendengarkan lagu-lagu mereka saat sang gitaris cewek, Charlotte Hatherley, masih bergabung dengan band tersebut. Namun label 'setia' atau 'tidak' bagi saya tidaklah penting, karena yang terpenting saya menikmati musik yang mereka ciptakan dan saya tumbuh besar bersama dengan musik mereka.

Setelah sekian lama tidak mengikuti berita terbaru dari Ash, tiba-tiba saya pun dikejutkan oleh berita mengejutkan di akhir Desember ini. Ya, sebuah berita peluncuran album kompilasi terbaru Ash yang berjudul The Best of Ash. Sesuai dengan judul albumnya, album ini memberikan 19 lagu kompilasi yang terdiri dari single terbaik mereka sejak album pertama hingga album terakhir (album ke-7).

Yang lebih mengejutkan lagi (dalam artian sebaliknya), album tersebut didominasi oleh lagu-lagu dari 5 album pertama. Kenapa saya bilang mengejutkan? karena 4 dari 5 album tersebut pernah dirilis di album kompilasi (greatest hits) sebelumnya Intergalactic Sonic 7" (2002). Dan hanya ada 7 lagu dari album terbaru yang dimasukkan; 3 lagu dari album Meltdown (2004) (saat Charlotte masih menjadi gitaris), dan tiap dua lagu dari album Twilight of the Innocence (2007) dan A-Z Series (2010). Bahkan lagu Polaris dari Twilight of the Innocence pun tidak dimunculkannya. Sungguh sangat disayangkan sekali.

Hal tersebut membuat saya berkesimpulan, apakah mereka tidak produktif lagi dalam menciptakan lagu? sehingga mereka lebih banyak merilis ulang lagu-lagu lama mereka ketimbang merilis materi baru (atau setidaknya memasukkan lebih banyak lagu-lagu dari 2 album terakhir). Memang hal tersebut sah-sah saja, mengingat lagu-lagu lawas mereka lebih enak didengarkan daripada lagu-lagu teranyar. Namun hal inilah yang menjadikan album The Best tampak seperti album pengulangan Intergalactic. Tidak ada sesuatu yang wah, karena materi-materi yang dikeluarkan 80% sama semua.

Jika dikatakan tidak produktif lagi, mungkin terkesan sedikit kasar, karena nyatanya album A-Z Seriesitu sendiri memiliki lagu baru yang jumlahnya seperti jumlah huruf abjad yang kita kenal. Jumlah tersebut bisa menjadi bukti bahwa mereka masih produktif dalam menciptakan lagu. Namun apa yang salah? kenapa mereka tidak memasukkan sedikitnya 5 lagu dari album tersebut? Saya memang tidak tahu dengan pasti alasannya, tapi menurut saya pribadi, mereka menganggap bahwa lagu-lagu dari 2 album terakhir kurang layak untuk dipasarkan; mengingat lagu-lagu di 2 album terakhir telah kehilangan gregetnya. Seperti layaknya band itu sendiri yang telah kehilangan gregetnya setelah ditinggal sang gitaris cewek Charlotte Hatherley. Jadi tidaklah mengherankan jika pada akhirnya mereka pun lebih percaya diri merilis ulang single-single terdahulu yang telah dikenal baik oleh penggemarnya (baik penggemar setia maupun bukan) daripada merilis single-single teranyar yang hanya dipahami oleh penggemar setia mereka saja.

Ferrial Pondrafi
25 Desember 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun