Mohon tunggu...
Abahna Si Leungli
Abahna Si Leungli Mohon Tunggu... profesional -

Mizuki Nana fans, Nyunda, Jurnalis nanggung -lebih senang ngedit daripada ke lapangan. Tengah merampungkan buku Filsafat tentang Iblis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membela Darwis Tere Liye dari Serangan Simpatisan PKS

16 Januari 2014   03:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:47 2439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13898181121207267232

Belum apa apa sudah bikin judul provokasih.. alias dikasih provo, tentang apa yang dimaksud provo saya sendiri kurang jelas... got it? no? suit ur self..qqq Tapi saya tertarik membuat judul demikian (kita bahas judul sejenak, jika Anda bosan skip saja langsung ke tanda # di mana saya mulai menuliskan isi artikel).. lantaran saya tidak percaya ada orang netral.. orang harus berpihak, orang mendekatkan diri pada suatu jatah sosial, di mana dia akan terlihat "seksi" di mata orang lain (dalam anggapan sendiri). Jadi saya memilih judul memprovokasi itu, sekedar senam hati, senam otak, berpihak pada debat, yang senilai marathon dibanding sprint, lantaran akan menghadapi ratusan ribu orang kader fanatik yang konon terdidik.. kapan lagi toh bisa perang argumen dengan kader kader alot dan seragam, berdasarkan isu terbaru yang menurut saya asyik.. menurut saya asyik, lantaran tidak ada tetek bengek kasus hukum --saya ga paham hukum-- yang menyertainya, seperti kasus LHI yang saya pandang tidak asyik dibahas, terlalu bold dan kurang eksentrik.. Tapi saya tahu dunia penulisan, yang mudah mudahan tulisan vs tulisan battle nya, bukan di box komentar. Judul di atas ini adalah tantangan terbuka, bagi yang menutup diri, dan hidup dalam cupumanik pribadi.. # awalnya adalah tulisan sesama kompasianer ini.. edukasi.kompasiana.com/2014/01/15/surat-cinta-untuk-darwis-tere-liye-627965.html tulisan yang "luar binasa" membinasakan objek yang hendak ditulisnya.. lebih asyik lagi, tulisan itu disimpan pada rubrik 'edukasi' membuat saya semakin menambah sangka, bahwa di rubrik edukasi, ada juga pendidikan untuk menguliti kebijakan personal, to hell with my assume.. saya lupa bahwa edukasi itu tidak harus memuat hal yang positif dan netral, tapi juga memihak dan bersayap ganda.. hampir hampir saya saran pada admin, di buat rubrik baru "edupol," atau "kasitik"  atau "edulik" = edukasi politik, mencampurkan pandangan politik pribadi dengan rubrik edukasi.. Dalam tulisannya, mr Jonru Ginting, memamah biak Tere Liye, mengunyahnya kulit perkulit, tulang per tulang, dalamkerepotan sendiri, repot dan super repot membuat "surat cinta".. dibubuhkan bukti bukti testimoni korban, dia repot akan sikap Tere Liye yang membuat aturan dalam fans page nya sendiri sebagai tidak demokratis.. dia tuding Tere Liye yang konon penulis ternama itu bergaya seperti haters.. 1. haters? teko pemanas air dengan kumparan besi dan colokan? setelah digoogling bukan, tapi kelompok pembenci, setelah di kaskus, malah tambah beda lagi, hater itu rupanya spesifik merujuk kepada kelompok yang tidak menyukai PKS di titik ini saya lost way.. ada apa memangnya bila ada yang membenci salah satu parpol di Indonesia? bukankah posisi khidmatnya parpol itu ya dibenci, lantaran menimbun segudang janji malah bertelur taik. Kita tidak membenci demokrasi, dan kita wajib masuk ke bilik suara lalu memilih partai yang membuat kita segan dan berharap mudah mudahan ini pilihan tidak banyak tingkah yang merugikan, sukur sukur positif. Lalu apa salahnya membenci partai dan produknya? partai ada untuk dijegal, bahkan dipersilahkan untuk dibubarkan oleh anak bangsa ini, bila ada yang tidak berkenan, dan punya bukti yang cukup untuk membubarkannya secara konstitusional. yang tidak kita sepakati berkaitan dengan menyerang dan membenci partai, adalah sikap main hakim sendiri, sikap destruktif dan main fisik, atau melakukan fitnah serta menyebarkan kebohongan berkaitan dengan partai tertentu, karena tindakan itu mencerminkan kejahatan, anti keadilan. Misalnya ada yang vandal menulis papan plang PKS sebagaimana foto foto di media dengan coretan SAPI.. (walau saya ngakak dibuatnya) itu tidak fair, dan pelakunya layak dipenjarakan, menista institusi kenegaraan, dan partai perserta pemilu di luar koridor debat yang sehat. Tapi penyebutan hater dari penulis Mr. Jonru itu saya menangkap kesan Plaque.. suatu penyakit, stigma, mendudukan hitam putih pada kondisi pendukung politik, yang buat saya suatu kesalahan berpikir. Apakah hater PKS itu artinya orang jahat? orang baik? nah itulah. Karena bila asumsi ini diteruskan, dengan favourable pada PKS, maka kita menjadikan PKS setara dengan institusi agama, tidak bisa dipersalahkan dan didebat.  Yang mencela adalah jahat, yang mendukung adalah baik.. itu agama, wahyu Tuhan, sebagaimana yang diakui zaman dan bertahan. Sementara politik yang dibikin manusia, adalah manusia dengan kebodohannya menyerap zaman lalu menuangkan kembali dalam gagasan dan aturan, menuangkan gagasan partikular dalam prinsip mengejar kekuasaan, mengatur sesamanya dalam seperangkat norma yang akan digantikan dari hari ke hari.. Semua dalam politik dilakukan dengan jalan sikut menyikut, bohong membohong, deal per deal, sehingga tidak tepat menjadikan partai sebagai sumber kebenaran, yang artinya tidak tepat mendudukan partai ada istilah kaum pembenci dan kaum pecinta. 2. fans page Darwis Tere Liye, ditujukan kepada mereka yang mencintai dirinya, sepakat dengan gagasannya, tidak akan mendebat lagi pemikirannya, bahkan suka dan menyebarkan pemikirannya, maka dari itulah ada yang namanya fans page.. tempatnya orang orang jadi fans.. muskil bila fans page di isi orang yang menjelek jelekan si subjek.. jadinya hate page dunk.. jadi jika ada yang merasa raja dalam fans page nya sendiri, merasa otoriter, main sikat, tendang, bloking, yaaa itu hak dia lah.. dia yang buat kerumunan orang yang suka dengan dia toh, bukan kerumunan orang yang benci dan melawan gagasannya.. Jadi ketika yang tadinya fans, membaca statement si Darwis itu dan tidak sepakat dengan pendapatnya, ya out saja dari fans page itu, sori karena statemen mu kita ga lagi ngefans sama kamu... kalau ingin meluruskan Darwis dan mendebatnya, mesej saja toh.. 3. Penulis harus demokratis, ya karena penulis itu kaum demokrat wkwkwkwkw... Soekarno, penulis besar, dalam sejarah, dan dia anti demokrasi, jika ada kawan yang menang adu gansing lawan saya, gansingnya saya buang ke empang, ujar Soekarno.. dia tidak suka dengan situasi demokratis.. Penulis adalah raja dari kepala nya sendiri. alih alih dituntut setara dengan yang lain, dia harus otoritatif, dan mengeluarkan kemampuan terbaiknya, menajamkan pena pena dirinya, untuk menusuk pembaca yang mau dikuliti dan dibawa dalam pemahamanan seperti apa yang ingin dia tuangkan. Penulis terlahir untuk jadi diktator, walau berbunga bunga dia menjelaskan kisah indah alam demokrasi. Venus fly trap, membuat rangkaian kata indah membuat indahnya "demokrasi" itu sebagai rujukan, merujuk pada dirinya tentu. Jika penulis punya mental mangan ora mangan ya kumpul, jadilah dia medioker mimetis. Yang doyannya saling contek menyontek ketek masing masing orang di sebelahnya, bertukar bulu ketek itu dan mencocokan ukurannya satu sama lain, bagai itulah satu satunya yang riil di dunia ini.  Demi Tuhan.. 4. Penulis harus belajar dibully repot repot amat belajar nerima cemoohan orang, jika Anda punya argumen lepaskan, jika tidak diamlah, jika nekat siap dicounter, tidak siap lalu memblok, ya sudah, blok saja, tapi jangan harap Anda saya akan jadikan pemimpin walau hanya setingkat mimpin doa di meja makan.. Seseorang memilih menjadi penulis, dan yang paling eksentrik menjadi diktator jahat yang menolak objeksi dari orang lain, adalah suatu hak yang tidak mencederai filosofinya. Dalam prinsip komunikasi sudah jelas, bahwa gagasan tercabut dari penggagasnya, sifat komunikasi irreversible. Imam Ali bahkan berujar, lihat apa yang dikatakan, bukan siapa yang mengatakan. Jika si Tere Liye ini menulis buku bagus, tapi dalam keseharian dia seorang bajingan, bukunya tetap bagus. Dan jelas sebagai bajingan Tere Liye tentunya tidak mungkin diangkat jadi RT, pemimpin proyek, manajer dan sejenisnya yang membutuhkan kesabaran untuk di kritik. Penulis itu ya seniman, hidup demi seni penulisan, tercerabut dari akar sosialnya, walau dia meneropong jiwa manusia dari satu jiwa ke jiwa yang lain. Dia netral pada situasi sosial orang perorang, membuatnya luwes, sekaligus kejam. Jangan tuntut penulis untuk bersabar, karena dia bukan penerima kartu raskin, atau guru daerah pinggiran. Penulis ya dituntut untuk mood bagus, dan menulislah. dan ngapain saya ini ngebela orang yang pernah menulis ini.. [caption id="attachment_306271" align="aligncenter" width="403" caption="sbr fanspage facebook Tere Liye"][/caption] ***bajingan, saya ga frustasi...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun