Ketika kita mendengar kata "Pemimpin", mungkin yang terbesit dalam pikiran kita adalah figur laki-laki. Pemimpin sering kali identik dengan figur laki-laki. Mulai dari faktor sejarah, sosial, budaya dan sebagainya, laki-laki sering kali diidentifikasikan sebagai sosok pemimpin yang dipercaya dibandingkan dengan perempuan. Laki-laki pada umumnya dikenal sebagai sosok yang gagah, berani, bijaksana, dan rasional. Sehingga, sosok perempuan yang pada umumnya lebih dikenal sebagai sosok yang lemah lembut, penyayang, emosional, dan dianggap kurang tegas karena lebih mengutamakan perasaan dibandingkan dengan laki-laki yang lebih mengutamakan logika. Stereotip tersebut telah beredar lama, walaupun sesungguhnya tidak sepenuhnya benar dan cenderung merujuk pada persepsi.
Dalam sejarah pemerintahan di Indonesia, sosok perempuan yang menjadi pemimpin tidak jarang menghadapi hambatan ataupun penolakan yang berbasis stereotip gender. Namun, salah satu figur perempuan yang mencolok dalam pemerintahan negara Indonesia, yakni Susi Pudjiastuti, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia periode 2014-2019. Kegigihan Ibu Susi dalam menangani persoalan laut, lebih-lebih tindakan tegas beliau terhadap praktik pencurian ikan dan juga pelanggaran wilayah yang marak terjadi di teritorial perairan Indonesia, telah mencerminkan salah satu bukti konkret pendobrakan terhadap stereotip gender yang menilai perempuan sebagai sosok yang tidak cocok menjadi pemimpin.
Latar Belakang
Dr. (H.C) Susi Pudjiastuti lahir pada 15 Januari 1965 di Pangandaran, Jawa Barat, Indonesia. Keluarga Susi sebenarnya berasal dari Jawa Tengah, akan tetapi sudah lima generasi yang hidup di Pangandaran. Susi dikenal sebagai anak yang mandiri dan keras kepala sejak kecil, yang tampak pada keputusannya untuk berhenti sekolah pada saat kelas 2 di SMA Negeri 1 Yogyakarta demi mengembangkan kariernya. Susi hanya mengenyam pendidikan hingga di tingkat SMA di SMA Negeri 1 Yogyakarta. Hal ini dikarenakan Susi pada saat kelas 2 SMA sering sakit dan juga mengaku tidak cocok dengan sistem sekolah tersebut. Namun, hal tersebut tidak menjadikannya terpuruk.Â
Walaupun tanpa latar pendidikan resmi atau konvensional di bidang kewirausahaan, beliau berhasil mengembangkan PT ASI Pudjiastuti Marine Product sebagai perusahaan ekspor hasil laut yang terkenal dengan produk unggulan berupa lobster yang bermerek "Susi Brand". Â Lalu, inovasi untuk mendirikan maskapai penerbangan yang dinamakan Susi Air pada tahun 2004 juga berkembang, seraya bertujuan untuk membantu pengiriman hasil lautnya dengan cepat ke berbagai daerah maupun luar negara.Â
Pada tahun 2014, bertepatan dengan pelantikkan Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia yang ke-7, mengangkat Susi menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan dalam Kabinet Kerja (2014-2019). Keputusan tersebut menjadi kontroversi, sebab latar pendidikan Susi yang hanya mengenyam pendidikan hingga tingkat SMA kelas 2 saja. Kendati demikian, Susi segera menarik perhatian publik dengan kebijakan atau keputusannya yang tegas,meliputi penenggelaman kapal negara asing yang mencuri ikan secara ilegal di wilayah perairan Indonesia. Namun fakta menariknya, sebelum Susi dilantik, beliau melepaskan posisinya sebagai Presiden Direktur di PT ASI Pudjiastuti sektor perikanan dan PT ASI Pudjiastuti Aviation yang bergerak di sektor transportasi udara. Hal tersebut sengaja dilakukan oleh Susi, demi menjauhi kepentingan di antara dirinya sebagai kepala bisnis dan menteri. Selain itu, demi mengoptimalkan pekerjaan agar dapat bekerja dengan maksimal di bidang pemerintahan.
Penanganan Permasalahan Pencurian Ikan
Berdasarkan data yang dilansir dari situs databoks.katadata.co.id (2019), selama masa jabatannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, tercatat 488 kapal ilegal ditenggelamkan. 276 kapal asal Vietnam, 90 kapal asal Filipina, 50 kapal asal Thailand, 41 kapal asal Malaysia, 26 kapal asal Indonesia, 2 kapal asal Papua Nugini, 1 kapal asal Tiongkok, 1 kapal asal Belize, dan 1 kapal tanpa bendera suatu negara. Tindakan ini tidak hanya mengatasi permasalahan pencurian ikan secara ilegal, tapi juga meningkatkan stok ikan domestik dan mengembangkan peluang bagi nelayan lokal. Meski sekarang Susi telah selesai bertugas sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia ke-7, beliau juga tetap berperan aktif dalam berbagai aktivitas bisnis maupun sosial. Segala isu yang berkaitan dengan perikanan atau pemberantasan pencurian ikan secara ilegal masih menjadi topik yang menyelimuti hatinya.