Mohon tunggu...
Fernando Talebong
Fernando Talebong Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Music and Fashion Addict

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Memandang Diri Sebagai Manusia Mulia

2 Desember 2022   12:00 Diperbarui: 2 Desember 2022   12:17 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kata tersebut berbicara mengenai   tubuh manusia yang diciptakan oleh Allah dengan menggunakan bahan yaitu debu tanah, "ketika  itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan kata bara' yang berarti "menciptakan" dengan tidak memakai bahan, kata tersebut  mengacu  kepada  jiwa  manusia  yang  diciptakan Allah tanpa memakai bahan melainkan Allah langsung menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup (Kej.  2:7b).  

Kata berikut ialah Yatsar yang berarti "membentuk", bukan bertumbuh dan bertambah-tambah  (Kej.  2:7). Jadi dari ketiga kata tersebut dapat disimpulkan bahwa teori evolusi yang mengatakan "suatu jenis berkembang  dan  berubah sampai menjadi jenis baru yang lebih tinggi  tingkatannya" merupakan kekeliruan  karena Allah sendiri yang telah menciptakan manusia  secara langsung baik dengan menggunakan bahan maupun tanpa menggunakan bahan.
Tentang penciptaan memberikan kepada manusia tempat mulia dalam alam semesta.


Penciptaan manusia tidak hanya merupakan penutup dari segenap karya ciptaan Allah, tapi dalam penciptaan manusia itu sendiri terkandung penggenapan dan makna dari seluruh pekerjaan  Allah pada kelima hari  lainnya. Manusia diperintahkan memenuhi bumi dan menaklukkannya,  dan manusia berkuasa atas semua makhluk.


Manusia sebagai insan yang mulia, yang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah adalah anugerah yang sangat luar biasa. Manusia adalah ciptaan Allah yang juga memiliki kepribadian masing-masing, memiliki kemandirian meskipun tidak dalam pengertian yang absolut, mampu membuat keputusan serta bergerak menuju keputusan tersebut, dan memiliki kebebasan. Manusia sebagai ciptaan Allah tentu saja harus bergantung penuh kepada Allah dan harus menjadi pribadi yang mandiri untuk memilih. Allah menempatkan manusia dalam relasi perjanjian dengan Dia karena Allah adalah pencipta dan manusia adalah ciptaan.


Melalui artikel ini, penulis mengajak para pembaca untuk berpikir bahwa dirinya sangatlah berharga sebagai manusia yang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah, tidak peduli apa yang kamu rasakan tentang dirimu sendiri, tidak peduli seberapa tidak sempurnanya kamu, kenyataan bahwa Tuhan menciptakanmu itu sudah lebih dari cukup untuk menjadi alasan dan bukti mengapa Dia begitu mengasihimu. Meski kamu merasa dirimu bukanlah apa-apa, hidupmu seolah dipenuhi kesalahan serta kegagalan,  orang-orang di sekelilingmu menolakmu, atau bahkan kamu putus asa terhadap dirimu sendiri, ketahuilah satu hal ini: kamu teramat sangat berharga di mata Tuhan.


"Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau"
(Yesaya 43:4a).


Kamu begitu berharga, sampai-sampai Pencipta alam semesta ini merelakan Anak-Nya yang tunggal untuk turun ke dunia demi mencarimu dan mati di kayu salib bagimu. Seperti gembala yang menemukan dombanya yang hilang, atau wanita yang menemukan kembali dirhamnya dan kemudian memanggil sahabat-sahabat serta tetangganya untuk bersukacita bersama, demikianlah sukacita yang meliputi surga ketika Tuhan mendapatkanmu kembali dalam pelukan-Nya. Percayalah dan ketahuilah, terlepas dari apa pun yang kamu rasakan tentang dirimu sendiri, kamu sungguh berharga.


John Stott menegaskan bahwa ketika manusia itu direndahkan, maka segala sesuatu dalam kehidupan itu menjadi asam . Perempuan dan anak-anak ditolak; yang sakit sebagai orang yang menjengkelkan, orang tua sebagai beban, suku minoritas didiskriminasi, kapitalisme menguasai, pekerjaan di eksploitasi, para kriminal mendapat perlakuan yang brutal dalam penjara, pendapat yang berbeda ditekan, orang yang non percaya mati terhilang, tidak ada kemerdekaan, martabat yang tertindas dan manusia sepertinya tidak pantas untuk hidup. Namun berbeda dalam suatu masyarakat jikalau sebagai makhluk ciptaan Allah mereka menghargai nilai hakiki dari manusia, maka manusia hidup penuh dengan sukacita.

Referensi

Berkhof, Louis. Teologi Sistematika: Doktrin Manusia. Eerdmans: Grand Rapids, Michigan. 1949.

Burns, J. Patout. Theological Anthropology. USA: Fortress Press Philadelphia. 1981.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun