Digitalisasi membawa pembaharuan signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan termasuk akses atas informasi. Sebelum digitalisasi, akses informasi masyarakat hanya dapat dilakukan melalui media cetak maupun satelit radio dikarenakan keterbatasan tersebut maka tidak semua masyarakat dapat mengakses informasi.Digitalisasi mencakup semua aspek kehidupan masyarakat tidak terbatas pada pendidikan, bisnis, ekonomi, barang/jasa, hobi dan lain-lain tanpa adanya batasan waktu dan tempat sehingga Media cetak yang pada awalnya favorit dan cenderung mahal kini mulai ditinggalkan oleh pelanggannya dengan beralih ke media digital.
Beberapa media cetak nasional pun sudah mulai bertransformasi secara digital dengan mengubah media cetaknya menjadi media digital yang dapat diakses kapanpun dan dimanapun seperti Kompas telah menyediakan Kompas digital untuk membaca informasih harian nasional, tempo juga menghadikan tempo digital termasuk masalah digital, dll. Tetapi tidak jarang beberapa Media cetak pun masih bertahan dengan konsep lama. Salah satunya adalah media besar yang berkantor pusat di pulau jawa, sebut saja Media "A". Media A ini masih bertahan dengan cara-cara konvensional dengan menjajakan koran hariannya disetiap perempatan lampu lalulintas yang ramai pengendara. Sebenarnya proses ini hampir sama dengan pemasaran media digital dimana di promosikan disetiap-setiap persimpangan lalu lintas ramai kendaraan namun media promosinya melalui media digital.
Media "A" masih mempertahankan pola pemasaran konvensional dengan pendekatan "Psikologis" yang menyasar Emphaty para pengendara. Loper Koran didominasi kaum lansia, kaum duafa, disabilitas dan anak-anak jalanan beda dengan loper koran jaman sebelumnya yang gesit untuk mengejar target penjualan. Pengendara akan tergugah dengan loper koran dengan wajah memelas mengetuk kaca mobil kendaraan untuk menawarkan koran dan tidak jarang loper koran meminta sejumlah uang untuk sekedar biaya makan. Apakah cara ini termasuk sebagai sebuah strategi pemasaran atau eksploitasi emphaty hanya untuk mempertahankan bisnis ?
Bagaimana perspektif memberdayakan anak jalanan, kaum duafa, lansia dan disabilitas yang diusung Media "A"tersebut? atau memang ini adalah sebuah eksploitasi emphaty dalam bertahan tanpa melakukan analisa terhadap kemungkinan baik dan buruknya?? Semoga berprasangka baik bahwa langkah tersebut adalah pemberdayaan bukanlah sebuah eksploitasi emphaty demi untuk bertahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H