Mohon tunggu...
Fernando situmorang
Fernando situmorang Mohon Tunggu... Pengacara - Vox Populi Vox Dei

Hukum ada untuk memberikan kemanfaatan, keadilan dan kepastian

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

MK Melampaui Kewenangan atau Tidak?

2 Oktober 2024   12:51 Diperbarui: 2 Oktober 2024   12:55 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mahkamah Konstitusi(MK) akhir akhir ini dipenuhi polemik atas putusan terkait dengan rentang batas usia Calon Presiden dan Calon Kepala daerah serta Treshold suara partai dalam mengusung Calon Kepala Daerah (Cakada). Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam UU Pemilu diantaranya:

1. Mengadili Perselisihan Hasil Perhitungan Pemilu, dimana MK berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa hasil pemilu jika terdapat pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh penetapan hasil pemilu yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

2. Judcial Review (Uji Materil) UU Pemilu terhadap Undang-Undang Dasar tahun 1945 dimanai partai politik atau peserta pemilu dapat mengajukan uji materi jika merasa terdapat bagian dari undang-undang pemilu yang bertentangan dengan konstitusi. 

Dari Kewenangan diatas tentu MK berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus apakah sebuah UU sepanjang diartikan bertentangan dengan UUD 1945 termasuk UU Pemilu. 

Pertama MK memutuskan bahwa ketentuan mengenai batasan usia Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) dalam Undang-Undang Pemilu tidak sesuai dengan Konstitusi dimana ebelum putusan ini, batasan usia untuk capres dan cawapres adalah 40 tahun. Pokok Uji Materil terkait batas usia yang diajukan oleh salah seorang mahasiswa dimana MK memutuskan bahwa seseorang yang sudah atau pernah menjabat sebagai kepala daerah masih dapat mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres meskipun belum mencapai usia 40 tahun dengan bunyi putusan selama Capres/Cawapre sudah memiliki pengalaman menjadi kepala daerah. Petitum tersebut artinya memasukkan sebuah norma baru "Sepanjang sudah berpengalaman" yang jika dimaknai dengan memasukkan sebuah klausa baru maka MK sudah menjadi lembaga pembentuk Undang-Undang yang merupakan kewenangan lembaga eksekutif dan yudikatif (Pemerintah dan DPR)

Kedua, MK dalam putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 selanjutnya menguji tentang ambang batas (treshold) partai politik untuk mencalonkan Kepala Daerah, dimana aturan mengubah pasal 40 UU Pilkada dengan menambahkan syarat pemberlakuannya diantaranya:

1. Provinsi yang penduduknya sampai 2 jiwa orang, minimal suara partai atau gabungan partai minimal sebesar 10% agar dapat mengusulkan pasangan Calon Kepala Daerah.

2. Provinsi yang penduduknya lebih dari 2 juta jiwa sampai dengan 6 jiwa orang, minimal suara partai atau gabungan partai minimal sebesar 8.5% agar dapat mengusulkan pasangan Calon Kepala Daerah.

3. Provinsi yang penduduknya sampai lebih dari 6 juta jiwa sampai dengan 12 juta jiwa, minimal suara partai atau gabungan partai minimal sebesar 7.5% agar dapat mengusulkan pasangan Calon Kepala Daerah

4. Provinsi yang penduduknya sampai lebih dari 12 juta jiwa, minimal suara partai atau gabungan partai minimal sebesar 6.5% agar dapat mengusulkan pasangan Calon Kepala Daerah

5. Partai Politik yang tidak memiliki keterwakilan di DPRD dapat mengusung pasangan calon kepala daerah dengan syarat partai politik atau gabungan partai politik dengan DPT sampai dengan 250 ribu, minimal 10% suara.

6. Partai Politik yang tidak memiliki keterwakilan di DPRD dapat mengusung pasangan calon kepala daerah dengan syarat partai politik atau gabungan partai politik dengan DPT lebih dari 250 ribu sampai dengan 500 ribu, minimal 8.5% suara.

7. Partai Politik yang tidak memiliki keterwakilan di DPRD dapat mengusung pasangan calon kepala daerah dengan syarat partai politik atau gabungan partai politik dengan DPT lebih dari 500 ribu sampai dengan 1 juta, minimal 7.5% suara.

8. Partai Politik yang tidak memiliki keterwakilan di DPRD dapat mengusung pasangan calon kepala daerah dengan syarat partai politik atau gabungan partai politik dengan DPT lebih dari 1 juta, minimal 6.5% suara.

MK dalam ini memasukkan Norma Baru dalam UU yang diuji, yang menurut saya melampaui dari kewenangan (UItra Petita) dimana MK memutus diluar dari tuntutan Pemohon dan memposisikan MK sebagai pembentuk Undang-Undang.

MK seharusnya lebih fokus pada pokok perkara uji materil UU, selama bertentangan dengan UUD 1945 sudah barang tentu MK dalam putusannya "Mengabulkan permohonan dan membatalkan keberlakuan UU yang dimohonkan tersebut" atau "Menolak Permohonan Pemohon dan menyatakan bahwa keberlakuan UU sesuai dan tidak bertentangan dengan UUD 1945".

MK harus dijunjung tinggi sebagai benteng terahkir konstitusi bukan perumus konstitusi...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun