Surat Terbuka untuk Gramedia.Com

Gramedia.com (G) yang terkasih,

Senang rasanya ketika saya mendapat informasi dari grup WhatsApp bahwa G memberikan diskon 50% untuk seluruh buku yang dipajang di web di perhelatan Harbolnas (12/12/17) lalu.

Tanpa berpikir panjang, saya langsung mengunjungi laman G untuk memastikan informasi tersebut saat itu. Benar saja! Diskon 50% dan gratis ongkir. Wah, gembira sekali rasanya.

Saya sudah membayangkan bahwa liburan Natal dan Tahun Baru saya akan lebih menyenangkan jika memiliki sesuatu untuk dibaca. Saya akan berjemur di pantai sambil membaca buku Crazy Rich Asian, atau sekadar meringkuk di bawah selimut dibalut dinginnya hawa kampung halaman sambil menikmati salah satu seri Chicken Soup for The Soul. What a beautiful the holiday of mine will be.

Saya sudah membuat sebuah gambaran betapa akan menyenangkannya liburan saya ditemani bahan bacaan berkualitas. Waktunya pasti masih cukup. Jika pun ada keterlambatan pengiriman, saya pasti sudah akan mendapat buku tersebut sebelum tanggal 24 Desember. Ini masih tanggal 12. Sepuluh hari cukuplah untuk G menyelesaikan segala pengiriman.

Saya memesan empat buku, langsung bayar dalam hitungan detik, supaya pesanan saya bisa langsung diproses.

Namun, saya mulai uring-uringan ketika tanggal 18 Desember status pesanan saya belum berubah. Saya chat ke laman G, dan Admin bernama Septian mengatakan bahwa buku saya masih dalam proses pencarian.

Oke, saya akan menunggu.

Tanggal 22, Natal tinggal dua hari lagi. Saya kembali chat ke laman G dan dijawab oleh admin bernama Winda Putri: "Masih dalam proses penyiapan kak, tinggal menunggu di pick up oleh ARK kak."

Saya masih sabar. Kalau tinggal di pick up oleh ekspedisi, pasti masih sempat terima karena alamat saya di Jakarta.

Natal sudah lewat tanpa buku.

Tanggal 27/12 saya kembali chat ke laman G, dan Admin bernama Yulia mengatakan bahwa satu buku sudah dikirim tanggal 24/12, namun dibawa pulang karena 'kantor penerima tutup'.

Jelas saja saya kesal. Bukan hanya G yang tidak professional, jasa ekspedisinya (ARK Ekspress) juga. "Kalau kurirnya cukup bijak untuk menelepon saat mengantar paket, paketnya tidak akan kembali. Itu gunanya kita menyertakan nomor telepon." Kata saya waktu itu. Admin Yulia meminta meminta saya untuk kembali menunggu. Saya menutup percakapan dengan meminta maaf, karena saya sudah mengucapkan kata-kata bernada emosi. Saya sadar betul, ini bukan kesalahan Admin. Namun saya harus melampiaskan amarah, bukan?

Singkat cerita, saya sudah berkali-kali chat ke laman G untuk meminta kejelasan paket saya, namun hingga saat ini belum diterima juga. Satu buku yang sudah pernah diantar, saya terima kira-kira satu minggu kemudian, dan tiga buku sisanya masih entah di mana. Setiap kali saya tanya, jawaban para Admin selalu sama: "Informasi dari tim terkait untuk pesanan pada saat harbolnas saat ini sudah tersedia dan tinggal menunggu update nomor resi dari ARK dan nomor resi akan kami informasikan pada email berikutnya."

Saya bahkan sudah meminta agar pesanan saya dibatalkan saja, daripada saya emosi setiap hari, namun G (katanya) tidak bisa membatalkan pesanan yang sudah diproses. Menakjubkan, bukan?

Hari ini, ketika dua kali saya chat ke laman G (lagi), pesan saya (sepertinya) sengaja dilewatkan. Saya hanya mendapat konfirmasi "Missed Chat with Thomas" melalui email.

Intinya, saya kecewa dengan pelayanan toko buku sebesar G.

Kejadian ini menunjukkan betapa tidak siapnya G untuk ikut ambil bagian dalam perhelatan HARBOLNAS, namun memaksakan untuk ikut, entah karena apa. Ribuan komplain saya baca di kolom komentar setiap postingan Instagram G.

Seorang raja akan memilih duduk dulu dan memperhitungkan kekuatan, sebelum memutuskan untuk menabuh gendering perang. Lebih baik mengalah daripada mati sia-sia. Sebagai toko buku yang punya nama, seharusnya G sudah bisa memperhitungkan bahwa Harbolnas ini akan besar, penuh peminat (diskon 50%, ingat?), dengan pembeli dari seluruh penjuru Indonesia. Tapi nyatanya?

Saya tidak tahu bagaimana manajemen G, atau sistem apa yang dipakai oleh G (sehingga tidak tahu kalau kekurangan stok) atau bagaimana kualitas SDM yang bekerja di balik komputer-komputer G. Yang saya tahu, G sebenarnya tidak siap untuk HARBOLNAS, namun memaksakan untuk siap.

Saya tidak yakin apakah buku saya akan tiba di teras rumah dalam waktu dekat, atau mungkin tidak akan pernah menerimanya.

Saya hanya berharap bahwa G bisa benar-benar mengambil pelajaran dari kejadian ini.

Teknologi sudah canggih. Jangan sampai G tergilas oleh toko-toko kecil yang bahkan hanya menggunakan Instagram sebagai marketplace mereka. Karena---jujur saja---pelayanan mereka jauh lebih bagus.

Yang (masih) mengasihimu,

Fernando Thomas Simandalahi