Prediksi Yuval Noah Harari  terkait salah satu krisis  peradaban manusia dalam bukunya Homo Deus tetkait bagaiamana manusia dapat punah/mati dalam jumlah besar adalah PERANG (disamping penyebab lainnya adalah kelaparan dan Penyakit/wabah).Â
Harari menilai bahwa tiga bencana tersebut telah dapat diatasi oleh manusia. Kelaparan sudah dapat diatasi dengan adanya bantuan global bila ada negeri yang mengalami bencana kelaparan. Adanya kemajuan bidang teknologi kesehatan membuat wabah 'pembersih' umat manusia dapat diatasi (bahkan COVID19 yang baru saja berlalu lunas tervaksinasi).Â
Perang juga, menurut Harari, telah mencapai titik nadir selera para pencaplok wilayah sehingga tidak lagi ada yang angkat senjata untuk saling menghabisi dan saling mencaplok wilayah. Bila terjadi ketegangan politik maka diplomasi senjata menjadi piliha terburuk tetapi selalu segera maju ke meja perundingan untuk gencat senjata atau menyudahi perang.Â
Negara-negara maju juga  sudah saling tau kemajuan dan kelemahan teknologi perang yang canggih sehingga selalu menjadi juru runding bagi negeri yang sedang bertikai. Harari malah berpendapat bahwa banyak orang mati abad ini justru karena kebanyakan makan dan kelebihan berat badan.
Tapi fakta tentang remuknya Gaza/Palestina akibat gempuran bertubi Israel sejak provokasi penyerangan oleh Hamas sejak 23 Oktober 2023 lalu (hampir setahun sekarang) dan telah menelan korban ribuan orang agaknya menjadi antitesis pemikiran sang sejarahwan, Harari yang adalah seorang profesor di departemen sejarah Universitas Ibrani Yerusalem. Jangan-jangan perang yang telah lama menjadi 'barang antik' politik dan menjadi fosil kini telah bangkit dari hibernasi dan kembali menjadi alat paling efektif untuk membersihkan peradabanmanusia.
Perang tersebut yang telah menelan korban begitu besar masih sangat diminati oleh bangsa manusia untuk saling menghabisi serta menunjukkan supremasi. Setelah Palestina lumpuh tak berdaya, Syria dan Lebanon juga kena gempuran Israel. Yaman juga cari perkara dengan mengatasnamakan persaudaraan kepada Palestina lalu menyerang Israel dengan misil-misil yang tidak intens. Sama sekali tidak menarik minat Israel yang barangkali bukan menjadi sasarannya saat ini. Atau juga sedang mitigasi wilayah untuk mengarahkan moncong bedil yang paling efektif ke Yaman, bahkan sedang menunggu waktu lengah untuk membenam bahan peledak yang dapat diatur dari jarak jauh sesewaktu bila diperlukan.Â
Yordania juga kena getah. Turki terus mengutuk dan menambah bensin dalam kobaran api perang. Sedangkan Iran dalam situasi panas dingin. Betapa negeri Persia itu dalam tekanan serius setelah moncong bedil Israel menghadap gerbang Teheran. Â Akankah mereka (Iran) Â menyerang Israel dan siap hancur lebur juga?Â
Mereka tidak gegabah. Tetapi matinya Panglima Hamas, Ismael Hanyef, di kamar VIP Teheran, ibu kota Negari Persia adalah sebuah ancaman yang tidak main-main. Pembunuhan Hanyef juga didahului wafatnya Presiden Iran Ebrahim Raisi pada 20 Mei 2024 dalam sebuah kecelakaan bom helikopter. Menyusul gempuran Israel ke Lebanon dalam perang melawan Hisbullah yang menwaskan Ketua Hizbullah, Hassan Nasrallah pada 27 September 2024 melalui operasi Beirut oleh IDF, Israel, sungguh membuat kesabaran Iran melampaui ubun-ubun.
Tapi bagaimana dengan  Perjanjian Abraham yang melibatkan PM Israel Netanyahu dan MBZ dari UEA sebagai lambang persaudaraan cucu-cucu Abraham? Perjanjian Abraham (Abraham Accords) pada tahun 2020 di White House ternyata tidak berlaku umum, hanya antara anak-anak Abraham di Israel dan UAE saja. Sedangkan yang lainnya boleh saling menghabisi. Setiadaknya pernyataan tersebut akan terus mendapat pembenarannya bila konflik Timur Tengah terus memanas apalagi bila Iran akan segera perang dengan Israel bersama dengan negara lain di kawasan tersebut. Perang saat ini dan potensi perang badar Israel-Iran (bersama sekutu masing-masing) tentu akan menghentak sejenak kesadaran Harari sang sejarhwan dari tanah Israel dan melihat kembali gagasannya kalau perang yang adalah di bawah kebdali manusia dapat dinegosiasikan ternyata memilih jalan sejarahnya sendiri.
Menurut saya, perang yang telah menelan korban tidak sedikit ini, baik korban jiwa ataupun korban materi dan lainnya tidak lagi mendudukkan pemimpin dan warga negara-negara di dunia pada posisi harus mendukung siapa dan tidak mendukung siapa. Ribuan orang yang telah meninggal dunia tersebut harusnya sudah cukup untuk mengatakan cukup. Kekuatan-kekuatan besar dunia harus hadir untuk menengahi dan juga menyudahi konflik di Timur Tengah tersebut. Forum PBB tidak lagi  hanya untuk sandiwara  cuap-cuap tentang kemanusiaan belaka. China, Russia, Indonesia, Eropa, dan Asia harus segera libat mengehentikan perang dengan segala cara yerbaiknya melalui para diplomatnya sebab Amerika Serikat agaknya kesulitan untuk mengenhentikan perang sebab kecenderungan keberpihakan mereka pada Israel.
Sampai pada penulisan artikel sederhana ini ada sebuah tanda baru yang diisyaratkan oleh pemimpin Iran, Ali Khamenei, bawha ia melepaskan jubahnya sebagai sebuah isyarat bahwa Iran akan menyerang Israel segera. Apakah itu akan terjadi? Tentu saja hal tersebut akan semakin menarik untuk disimak tetapi tentu saja akan memilukan kemanusiaan kita sebab korban sudah dapat dipastikan akan berjatuhan dalam jumlah banyak.*
Fernandes Nato
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H