Mohon tunggu...
Fernandes Nato
Fernandes Nato Mohon Tunggu... Guru - Guru | Cricketer | Activist CU Bererod Gratia

Saya adalah seorang pendidik pada sebuah sekolah swasta di Jakarta. Semoga melalui tulisan dan berbagi gagasan di media ini kita dapat saling memberdayakan dan mencerahkan. Mari kita saling follow 'tuk perluas lingkar kebaikan. Salam Kenal.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ancaman terhadap Mutu Pendidikan di Era Cepat Saji

12 September 2023   13:08 Diperbarui: 12 September 2023   19:26 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Bersama Pengusaha Biro Perjalanan dari Labuan Bajo, Bung Raffael. Foto: Eksklusive.

Evolusi teknologi dalam pembelajaran dan juga asesmen telah terjadi begitu dahsyat dan signifikan. Suka atau tidak suka kemajuan teknologi informasi telah menajdi sebuah peradaban baru yang harus didiami dan diadaptasi oleh pendidik, peserta didik, dan juga stakeholders bidang pendidikan lainnya. Tidak ada banyak pilihan yang dihadapakan kepada penyelenggara pendidkan: Menyesuaikan Diri atau Tertinggal.

Pandemic COVID19 yang melanda dunia selama dua tahun juga menjadi 'petaka baik' dalam mengembangkan teknologi pendidikan. Semua rumah menjadi ruang kelas utama pembelajaran berbasis jaringan. Boleh juga di bilang bahwa dengan adanya Pandemic COVID19 rumah kembali ke peran asalinya sebagai lingkungan pendidikan dan runga belajar utama. Orangtua yang sering kali 'lari' dari peran mendidik anak dengan 'menitipkan' anak pada lembaga lain dipaksa untuk hadir dan merasakan depresi yang mengerikan dari peran tersebut.

Mendidik itu bukanlah pekerjaan mudah dan tidak pernah sebanding dengan jumlah uang jasa titipan (school tuition) yang dibayarkan kepada lembaga lain yang kita sebut sekolah fisik. Mendidik itu membutuhkan kehadiran diri pendidik secara utuh dan memiliki kesediaan untuk mendampingi secara serius dengan metode tertentu.

Tapi, apakah peran mendidik tersebut juga telah dilakukan oleh lembaga pendidikan atau sekolah dengan baik? Fenomena tentang adanya sekolah bermutu baik, bermutu biasa saja, dan tidak bermutu baik sama sekali harus menyingkap kesadaran umum bahwa tidak semua lembaga pendidikan itu menyelenggarakan pendidikan dengan bermutu tinggi. Bisa juga bermutu hanya sampai dalam perencanaan sedangkan dalam pelaksanaannya biasa saja atau bahkan tidak sama sekali.

Mutu itu tentu saja ada standarnya, baik yang menjadi pemahaman umum, yang digariskan melalui pearturan perundangan oleh negara, pun yang ditetapkan oleh lembaga pendidikan sendiri sebagai turunan dari peraturan yang ditetapkan oleh negara dan/atau standart mutu yang disesuaikan dengan keyakinan spiritual keagamaan yang dianut sekolah sehingga menjadi lebih teknis-terukur.

Adanya intervensi teknologi dan terintegrasinya lembaga pendidikan dalam jaringan membuat mutu suatu lembaga pendidikan dapat terlihat dari dekat oleh publik melalui perangkat-perangkat gawai yang digunakan dan hal tersebut dengan mudah mampu memengaruhi preferesni seseorang dalam menyekolahkan anaknya pada lembaga pendidikan tertentu.

Lengkapnya fasilitas pembelajaran berbasis teknologi menjadi salah satu instrumen yang dapat digunakan dalam 'menjual sekolah' kepada publik. Penyelenggara pendidikan (Yayasan/pemerintah, kepala sekolah), orang tua, peserta didik, dan stakeholder lainnya dapat terintegrasi dalam sebuah sistem untuk saling mengawasi dan juga menilai sehingga proses belajar dapat berlangsung dengan baik serta mutunya dapat terawat.

Mencurigai CBA

Ada tiga hal utama yang dilakukan dalam penyelenggaraan pembelajaran, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan asesmen. Ketiga hal ini bila dilakukan dengan konsisten dan konsekuen maka akan tercipta kultur mutu dalam pembelajaran. Perencanaan yang baik, pelaksanaan yang baik, dan juga pengukuran yang baik melalui asesmen akan membentuk peserta didik yang bermutu baik pula. Adanya teknologi yang ciptakan untuk membantu dan memudahkan pekerjaan manusia memungkinkan guru lebih mudah dalam melaksanaakan kegita hal tersebut secara tepat.

Tapi kemudahan-kemudahan dan sajian instan yang disebabkan oleh kamajuan teknologi tersebut juga memiliki kencenderungan yang buruk terhadap guru dan juga penyelenggara pembelajaran juga pendidikan umumnya. Sudah sejak sedia kala manusia selalu mudah jatuh ke dalam godaan-godaan, layaknya Adam jatuh ke dalam rayuan maut Hawa yang telebih dahulu telah jatuh dilumat godaan iblis.

Pembuatan perencanaan belajar yang tinggal jiplak alias copas, pembuatan soal ulangan yang tinggal copas, maka juga dalam proses asesesmen yang diikuti siswa juga tidak terlepas untuk tergoda copas dari sumber internet untuk menjawab soal hasil copas tadi. Tentu saja ini bisa menjadi sebuah protest keras dari guru yang tidak melakukannya dan ini adalah generalisasi yang mana masih ada juga guru yang tidak melakukannya. Tapi pada lingkaran per-copas-an tersebut tentu tidak terlalu mengagetkan bila terjadi. Peserta didik selalu mampu meniru dengan sangat baik pola yang dilakukan oleh para gurunya. Bila ada guru yang menjadi kaget, dugaan saya, itu hanya berpura-pura kaget saja.

Evolusi asesmen dari manual ke prangkat digital tentu saja bukan menjadi hal baru dalam era kemajuan teknologi ini. Tentu saja dengan segala resiko yang akan mengikuti. Bahwa tidak sedikit siswa yang memiliki ketergantungan pada google atau sumber belajar yang digunakan di sistus internet. Bila ada kesulitan, nalar kritisnya dialpakan dan tinggal google lalu persoalan selesai. Begitu saja percaya pada google dan tidak ada juga upaya serius format ulang terhadap informasi yang berseliweran di internet tersebut.

Fenomena lain bahwa banyak siswa cenderung tidak fokus pada dan tergoda membuka soal/jawaban pada media pencarian, bahkan bila di ruangan tersebut memiliki pengaws sekalipun. Jari jemari mereka cukup terlatih untuk begitu cepat membuka layar dobel tanpa menimbulkan kecurigaan. Belum lagi saat CBA (Computer Based Assesment) seluruh sumber belajar diinternet terbuka kemungkinan untuk diakses. Bila ada kesempatan maka sangat mungkin hal tersebut (mencontek) akan dilakukan.

Rancangan tempat duduk yang sangat berdekatan, misalnya di lab dengan jumlah peserta asesmen yang seabrek, memungkinakn peserta didik lain bisa 'mengintip' jawaban asesmen teman lainnya dan bila mungkin akan di-copas (copy-paste). Pengawasan yang longgar juga memungkinkan peserta asesmen 'berdiskusi hening' terkait sebuah soal dan jawabannya dan juga berbagai muslihat tidak mutu lainnya yang dipraktikkan dalam ruang asesmen.

Perlu Polisi Penegak Mutu

Sama seperti peserta didik yang diawas saat mengikuti asesmen, maka guru-guru juga perlu dilakukan pengawasan dalam perencanaan, pelaksanaan atau proses, dan juga rancangan asesmen yang bermutu. Perlu ada 'polisi penegak mutu' sehingga setiap porses yang dilakukan oleh guru akan bersesuaian dengan standar mutu yang telah ditetapkan dan juga terarah pada tujunyang telah ditetapkan oleh satuan pendidikan.

Polisi utama dalam penegakan mutu ini tentu saja kepala sekolah dan juga tim edukasi yang terdiri atas para wakil kepala sekolah. Bila kepala sekolah sangat sibuk dengan tugas kedinasan maka penting untuk membentuk satu tim utama yang beranggotakan guru-guru berintegritas dan juga kompeten untuk memberi penilaian terhadap mutu dari guru lain dalam merencanakan, melakukan dan mengukur ketercapaian pembelajaran. Tugas dalam menjaga mutu tersebut dapat didelegasikan.

Evidence Based Evaluation atau evaluasi objektive berdasarkan data terhadap setiap guru secara berkala akan membentuk suatu kultur mutu yang baik pada sebuah satuan pendidikan. Bagi guru-guru yang dinilai kurang, tentu saja harus dikirim untuk mengikuti learning process tertetu untuk peningkatan kompetensinya.

Terkait asesmen tertulis, baik yang formatif ataupun yang sumatif, agar prosentase jumlah soal pilihan ganda lebih kecil dari jumlah soal dengan jawaban terbuka. Bila saat ini jumlah soal pilihan ganda mencapai 75% dari soal asesmen dan selebihnya uraian yang juga hanya menekankan kekuatan daya ingat (menghafal), maka pola tersebur harus dibalik. Prosentase bobotnya harus di balik. Bobot untuk soal dengan jawaban terbuka harus 75% sedangkan untuk soal pilihan ganda hanya 25% saja.

Soal-soal asesmen dengan jawaban terbuka akan lebih mendorong siswa untuk tumbuh dalam berpikir, lebih kreatif dalam mencari solusi alternatif atas sebuah persoalan, dan juga mendorong peserta didik memiliki kemampuan mengkomunikasikannya secara tertulis. Optional questions Asessment memiliki kecenderungan untuk memperlemah otot-otot otak dalam berpikir dan hanya memiliki kemampuan repetitif belaka dan tentu saja tidak mampu menciptakan inovasi baru.

Terkait media yang digunakan dalam melakukan asesmen, akan sangat baik bila dalam CBA dengan intervensi teknologi dirancang sedemikian rupa seperti saat peserta didik telah membukan soal asesmen maka dengan sendirinya tertutup kemungkinan untuk membuka sources lain seperti google dan situs lainnya untuk mencari jawaban instant. Tempat duduk antara satu siswa dan siswa lain perlu diatur sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan untuk mencontek. Pengawas harus tegas dalam mengakkan aturan pelaksanaan asesmen.

Kerja-kerja teknis seperti ini tentu saja membutuhkan extra effort dan kerja sama seluruh tim dalam sebuah satuan pendidikan. Bila hanya mengharapkan pada salah satu orang saja, seperti kepala sekolah dalam merawat mutu, maka tentu tidak akan terjadi perubahan peningkatan mutu pendidikan dalam arti luas dan pembelajaran dalam arti yang lebih sederhana. Kemajuan teknologi yang mana menyediakan banyak 'makanan instan' dalam berbagai hal bila tidak disikapi penuh khidmat-kebijaksanaan maka akan menumpulkan Hasrat untuk meningkatkan mutu.

Memang mengapa harus bermutu? Bermutu itu adalah kualitas yang baik bagi seseorang dan menjadi baik itu adalah baik. Menjadi baik tentu saja sebagai hasrat utama dan terdalam manusia akan Kebaikan itu sendiri. Merawat mutu di era serba instan ini tentu bukan pekerjaan mudah tetapi membutuhkan cara berpikir dan bertindak radikal sehingga tidak terseret arus zaman dan terhempas gelombang perubahan yang terus bergulir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun