Hampir saja kelas Teori Belajar kali ini menjadi ruang konseling bagi para mahasiswa Magister Pendidikan di UPH. Setelah Ibu Maria dan Violen mempresentasikan gagasan Erik Erikson tentang delapan tahapan perkembangan psikososial manusia. Presentasi yang yang cukup lengkap dan jelas dengan provokasi menarik dari kelompok bahwa tahapan kelima merupakan tahapan paling penting.
Bagaimana mungkin tahapan kelima menjadi yang paling penting sedangkan setiap tahapan akan mengakibatkan keutamaan (virtue) tertentu bila dilakukan dengan baik atau akan mengalamai persoalan psikologis tertentu bila tidak dilakukan dengan baik? Di sini masing-masing mahasiswa MPD mengambil persepktif tertentu untuk menilai.
Provokasi dari kelompok yang menyatakan bahwa tahapan kelima sebagai tahapan penting, sebagai tanggapan atas pertanyaan Ibu Anna, mendapat negasi yang lembut tapi pasti dari Ibu Clara (dosen). 'Sejauh literatur yang say abaca dan teliti, belum ada pernyataan dari Erikson sendiri bahwa tahapan kelima sebagai tahapan paling penting. Demikian juga para komentarnya belum ada yang mengambil posisi seperti itu' demikian tanggapan Ibu Clara.
Diskusi berlanjut dengan beberapa pertanyaan lain dan juga beberapa curcol terkait bagaimana proses mendidik anak sendiri dan juga merefleksikan pengalaman perlakuan orangtua yang cukup berbeda antara anak yang satu dan anak yang lainnya dan juga kenangan Ibu Clara dalam mendidik anaknya di Australi ketika harus meenjadi orangtua dan mahasiswa doktoral beberapa waktu silam.
Beginilah gagasan Erikson dalam tahapan perkembangan psikososial itu. Bahwa pada usia 0-18 bulan menjadi moment terbentuknya keutamaan harapan (hope) bagi seorang anak. Ketegangan antara trust dan mistrust sebagai oposisi biner memungkinkan terbentuknya keutamaan tersebut. Peran orangtua (caregiver) dalam fase ini cukup sentral sebab seluruh kebutuhan anak masih sepenuhnya bergantung padanya (dependent).
Pada fase usia 18 bulan -- 3 tahun ada keutamaan lain yang dapat terbentuk yaitu kehendak/kemauan (will). Bila tahapan ini berhasil maka akan menimbulkan rasa aman dan percaya diri sedangkan bila tidak berhasil maka anak akan merasa tidak cukup dan ragu terhadap diri sendiri.
Tahapan ketiga, usia 3-5 tahun, ditandai dengan oposisi antara inisiatif vs rasa bersalah (guilt). Bila pada tahapan ini berhasil dilakukan maka akan menimbulkan efek rasa percaya diri anak bahwa ia mampu memimpin orang lain. Bila gagal maka akan terjadi anak mengembangkan perasaan bersalah dan rendahnya inisiatif. Keutamaan yang dibentuk pada tahapan ketiga ini adalah tujuan (purpose)
Di fase keempat anak berusian 6-13 tahun dimana anak-anak sedang usia sekolah dasar akan memiliki pemahaman tentang pentingnya keberhasilan dalam bekerja, bila prosenya benar dan berhasil. Sedangkan bila sebaliknya maka akan menyebabkan perasaan inferior atau rendah diri. Dukungan dari orangtua dan guru serta lingkungan demi tercapainya pertumbuhan yang baik dan utuh pada tahap ini menjadi sebuah imperative. Keutamaan yang dibentuk pada tahap ini adalah kompeten (competence)
Pada fase kelima, fase yang dinilai oleh kelompok pembahas sebagai fase terpenting yakni usia 12-18 tahun menjadi benturan antara indentity vs role confusion. Tahapan dimana seseorang mencari jati dirinya dan mulai mandiri.Â
Pada umumnya berhadapan dengan kebingungan akan peran sosialnya. Ada banyak ekseperimen yang dilakukan seseorang pada fase ini, baik itu yang positif maupun yang negative. Perubahan-perubahan biologis (bentuk tubuh) yang terjadi juga menimbulkan kecemasan dan kegalauan tersendiri bagi reamaja.Â
Bila berhasil maka pada tahapan ini dapat menemukan jati diri dan juga menemukan nilai (value) yang data dijadikan sebagai pegangan hidup, baik itu dari ajaran agaman ataupun dari tradisi atau kebudayaan tertentu. Bila gagal maka akan menjadi pribadi yang insecure dan tidak stabil serta menyebabkan kebingungan peran. Tidak dapat menentukan dengan pasti pilihan hidup atau studinya.