Mohon tunggu...
Fernanda Arthamevia
Fernanda Arthamevia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Mengupas Hubungan Interpersonal Netizen dan Tokoh Publik Pada Fenomena Shin Tae-Yong (STY)

10 Januari 2025   12:55 Diperbarui: 10 Januari 2025   12:51 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam beberapa tahun terakhir, pelatih sepak bola Shin Tae-yong (STY) menjadi sosok yang sangat dicintai oleh masyarakat Indonesia, terutama para pencinta sepak bola. Ia dianggap berhasil membawa perubahan besar bagi tim nasional Indonesia, baik di level senior maupun junior. Namun, keputusan PSSI untuk memutuskan kontraknya menimbulkan kegaduhan di dunia maya, di mana netizen ramai-ramai menunjukkan kekecewaan mereka. Fenomena ini dapat dijelaskan melalui kerangka Teori Penetrasi Sosial yang dikembangkan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor pada tahun 1973.

Teori Penetrasi Sosial menggambarkan bagaimana hubungan interpersonal berkembang melalui proses pengungkapan diri (self-disclosure). Hubungan interpersonal diibaratkan seperti mengupas lapisan bawang, di mana setiap lapisan yang dikupas menunjukkan tingkat kedekatan yang lebih dalam. Proses ini dapat dilihat dari bagaimana sosok STY membuka diri kepada publik, baik melalui media, perilaku, maupun hasil kerjanya di lapangan.

Ketika pertama kali diperkenalkan sebagai pelatih tim nasional Indonesia, STY mungkin hanya dikenal sebagai seorang pelatih asal Korea Selatan dengan rekam jejak profesional di Piala Dunia 2018. Hal ini adalah lapisan paling luar dari "bawang" hubungan antara STY dan masyarakat Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu, STY mulai menunjukkan sisi lain dari dirinya, baik sebagai seorang pelatih yang tegas maupun sosok yang peduli terhadap perkembangan pemain muda Indonesia. Proses ini memperkuat kedekatan emosional masyarakat dengan dirinya.

Kedalaman pengungkapan diri STY dapat dilihat dari caranya berkomunikasi dan bersikap terhadap para pemain serta netizen. Misalnya, ia sering memberikan komentar positif terhadap perkembangan pemain muda Indonesia, menaruh perhatian pada mentalitas pemain, dan bahkan menunjukkan rasa hormat terhadap budaya lokal. Hal-hal ini membuat masyarakat merasa bahwa STY bukan hanya pelatih asing, tetapi juga seseorang yang benar-benar peduli terhadap sepak bola Indonesia.

Sebagai contoh, STY kerap memuji semangat juang para pemain muda Indonesia dan menyebutkan potensi besar yang dimiliki oleh generasi sepak bola berikutnya. Pernyataan ini menciptakan rasa bangga dan optimisme di kalangan masyarakat. Selain itu, STY juga tidak segan menunjukkan emosinya, baik saat kemenangan maupun kekalahan, yang semakin memperlihatkan sisi humanisnya. Pengungkapan ini memperkuat ikatan emosional antara dirinya dan masyarakat Indonesia.

Tidak hanya dalam satu aspek, hubungan STY dengan masyarakat Indonesia mencakup berbagai dimensi, mulai dari hasil pertandingan, pembinaan pemain muda, hingga interaksinya dengan media. Hal ini mencerminkan luasnya pengungkapan informasi yang STY berikan kepada publik. Ketika ia memutuskan untuk melibatkan banyak pemain muda dalam timnas, misalnya, masyarakat melihatnya sebagai sosok yang visioner dan peduli pada regenerasi sepak bola.

Namun, luasnya pengungkapan juga membawa risiko. Ketika hasil pertandingan tidak sesuai harapan, kritik terhadap STY pun muncul. Meskipun demikian, cinta dan dukungan dari masyarakat tetap kuat, karena kedalaman pengungkapan yang telah ia bangun sebelumnya mampu menutupi kekurangan-kekurangan tersebut. Hal ini menunjukkan bagaimana hubungan interpersonal yang kuat dapat bertahan meskipun ada tantangan.

Keputusan PSSI untuk memutus kontrak STY menjadi titik balik yang mengejutkan. Netizen merasa kecewa dan marah, bukan hanya karena mereka mencintai STY, tetapi juga karena mereka merasa bahwa PSSI tidak menghargai pengorbanan dan dedikasi yang telah diberikan oleh STY. Dalam kerangka Teori Penetrasi Sosial, keputusan ini dapat dianggap sebagai tindakan yang merusak lapisan kepercayaan yang telah dibangun.

Hubungan interpersonal, seperti yang dijelaskan oleh teori ini, membutuhkan waktu untuk berkembang dan bertahan. Namun, satu tindakan yang dianggap "mengkhianati" hubungan dapat dengan cepat menghancurkan fondasi yang telah dibangun. Dalam kasus ini, keputusan PSSI menjadi semacam "pengkhianatan" terhadap hubungan antara masyarakat, STY, dan institusi itu sendiri.

Fenomena ini memberikan pelajaran penting tentang bagaimana hubungan interpersonal, baik antara individu maupun antara individu dan institusi, membutuhkan kedalaman dan luasnya pengungkapan diri untuk berkembang. Dalam konteks STY, kedalaman dan luasnya pengungkapan yang ia tunjukkan kepada masyarakat Indonesia membuatnya menjadi figur yang dicintai. Namun, keputusan PSSI menunjukkan bagaimana sebuah institusi dapat gagal memahami pentingnya mempertahankan hubungan yang telah dibangun dengan masyarakat.

Bagi PSSI, memahami Teori Penetrasi Sosial dapat membantu mereka untuk lebih bijaksana dalam mengambil keputusan. Sebuah hubungan yang telah dibangun dengan susah payah dapat rusak hanya dalam sekejap jika tidak dijaga dengan baik. Masyarakat Indonesia, terutama netizen, merasa memiliki kedekatan personal dengan STY. Oleh karena itu, keputusan terkait dirinya seharusnya dipertimbangkan dengan matang agar tidak menimbulkan kegaduhan yang merugikan semua pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun