Hutan hujan tropis Kalimantan, sebuah surga alam yang tak tergantikan di Indonesia, kini dalam bahaya serius. Tempat yang semestinya menjadi penjaga kekayaan alam ini, justru menjadi saksi bisu atas apa yang kita sebut sebagai "Tragedy Of The Commons"..
Dampak Sosial dari Tragedy Of The Commons ini juga mengkhawatirkan. "Konflik antara masyarakat lokal dan perusahaan yang terlibat dalam pembalakan ilegal semakin merajalela," ungkap Putri, seorang aktivis lingkungan di Samarinda. Kondisi sosial dan keamanan di wilayah-wilayah tersebut semakin memanas sehingga memperburuk keadaan masyarakat yang hidup dalam kemiskinan."
Semua ini mencerminkan konsep "Tragedy Of The Commons" yang dikemukakan oleh ilmuwan Garrett Hardin pada tahun 1968. Dalam sumber daya bersama, kepentingan individu cenderung mengalahkan kepentingan bersama, menyebabkan eksploitasi berlebihan dan kerusakan lingkungan. Di hutan Kalimantan, masyarakat dan perusahaan seringkali menebang hutan demi keuntungan pribadi tanpa memikirkan dampak jangka panjang bagi keberlangsungan hutan itu sendiri."
Salah satu undang-undang yang relevan adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang memberikan landasan hukum bagi perlindungan hutan dan sumber daya alam. Namun, jika Tragedy Of The Commons terus berlanjut, dampaknya akan semakin merusak. Jika ekploitasi hutan dilakukan tanpa kendali, hutan hujan tropis Kalimantan akan menderita kerugian besar dalam keanekaragaman hayati, degradasi lahan yang parah, serta kontribusi yang lebih besar terhadap perubahan iklim global.
Salah satu pendekatan yang sudah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia adalah Program REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation). Program ini bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengan menghentikan deforestasi dan degradasi hutan, serta meningkatkan konservasi, penanaman kembali, dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Meskipun beberapa tahun kemarin Indonesia mengakhiri kerjasama bersama Norwegia dalam program REDD+ tetapi sekarang Indonesia telah menjalin kerjasama lagi sehingga hal tersebut membuka peluang untuk memberikan solusi menjaga dan memperbaiki kondisi hutan di Kalimantan.
Di berbagai wilayah Indonesia, program REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) telah dilaksanakan. Program ini hadir di wilayah-wilayah kaya hutan tropis dengan keanekaragaman hayati tinggi, seperti Aceh dan Papua.
Program REDD+ bekerja dengan berbagai tahapan, seperti melakukan pengukuran emisi dan penyimpanan karbon, penetapan target dan baseline, pengembangan kapasitas dan partisipasi masyarakat, mekanisme insentif keuangan, serta pengawasan, pelaporan, dan verifikasi (MRV) untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi.
Secara keseluruhan, program REDD+ merupakan upaya kolektif untuk menjaga kelestarian hutan Indonesia, paru-paru dunia yang vital dalam memerangi perubahan iklim.
Namun, implementasinya tidak selalu mulus. Kendala seperti korupsi, kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan, dan ketidakstabilan politik di beberapa daerah, yang berpotensi menjadi penghambat berjalanya program ini. Meskipun demikian, kesuksesan program ini di beberapa wilayah memberikan harapan bahwa pendekatan ini dapat menjadi bagian dari solusi yang lebih besar untuk mengatasi Tragedy Of The Commons di hutan Kalimantan.
Kolaborasi antara pemerintah, lembaga pengawas, dan sektor swasta juga berperan penting dalam upaya menyelamatan hutan Kalimantan. Pemerintah Indonesia, bersama kementerian terkait dan pemerintah daerah, harus memimpin dalam pengaturan dan monitoring terhadap pengelolaan hutan serta sumber daya alam secara menyeluruh. Sementara itu, lembaga independen dan lembaga masyarakat sipil seperti Komnas HAM, Ombudsman, WALHI, dan Greenpeace juga dapat memberikan kontribusi seperti pengawasan dan advokasi terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintah. Di sisi lain, sektor swasta, termasuk perusahaan-perusahaan dalam sektor industri, pertanian, dan kehutanan, juga memiliki peran besar dalam mengelola sumber daya alam.
Masyarakat sipil juga bisa berperan peran penting dalam mempertahankan sumberdaya alam ini. Dengan mengingatkan satu sama lain agar terciptanya kesadaran di lingkungan masyarakat, mengorganisir kampanye tentag pentingnya menjaga alam, serta mengawasi dan melaporkan kegiatan ilegal di hutan, masyarakat sipil dapat menjadi kekuatan yang mendorong perubahan positif. Mereka dapat membentuk kelompok advokasi lingkungan, melakukan sosialisasi dan memberikan edukasi mengenai pentingnya pelestarian hutan, dan bekerja sama dengan pemerintah serta lembaga terkait dalam upaya perlindungan hutan.
Tragedy Of The Commons di hutan hujan tropis Kalimantan adalah panggilan bagi kita semua untuk sadar dan bergerak. Kita harus bertindak sekarang sebelum terlambat, sebelum hutan ini benar-benar padam dan keajaiban alam ini lenyap dari permukaan bumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H