Mohon tunggu...
F. Norman
F. Norman Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Pemerhati Sosial dan Politik Amatiran....

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bukti Ilmiah Ahok Kalah Bukan Karena SARA, Demo, dan FPI

2 Mei 2017   08:34 Diperbarui: 2 Mei 2017   16:33 1193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiga Paslon Pilkada DKI (dok:Kompas.com)

Benarkah Ahok gagal di Pilkada DKI akibat setimen SARA atau karena kasus Al Maidah seperti yang banyak di persepsikan oleh para pendukungnya dan media-media asing? Hal ini penting untuk menjawab tudingan beberapa kalangan bahwa terpilihnya Anies-Sandi adalah kemunduran demokrasi di Indonesia, akibat dimainkannya sentimen SARA dan di dukung oleh pihak Islam garis keras.

Saking gencarnya pemberitaan di media asing, Wapres JK sampai-sampai menjelaskan ini ke Wapres AS  Pence yang datang ke Jakarta satu hari sesudah Pilkada DKI. "Soal Pilkada, tadi saya ketemu wakil Presiden Amerika. Saya bilang ndak (tidak) adil ini media luar, karena yang menang banyak didukung oleh teman-teman dari sisi Islam malah dianggap garis keras yang menang," kata JK di Gedung Dakwah PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (20/4).

Menurut JK, dalam pesta demokrasi tersebut yang menang bukanlah salah satu paslon, melainkan warga Jakarta. JK melanjutkan, Anies bukanlah bagian dari Islam garis keras.

"Saya kira Pak Anies itu paling ringan orangnya, buka paling keras. Paling lembut di antara yang keras itu karena ada Imam yang besar. Imam yang suka sama beliau, dianggap besar oleh pendukungnya padahal cuma pendukung saja," tutur JK.

Penulis mencoba melakukan riset kecil-kecilan dari data sekunder yaitu pemberitaan media nasional dan hasil survei oleh LSI- Denny J.A untuk menjawab apakah persepsi negatif diatas benar apa tidak. Hal ini penting dijawab agar kita menemukan jawaban yang pasti untuk dapat memisahkan antara prasangka dan fakta agar merajut kembali kehidupan sosail di Jakarta yang lebih baik.

Mari kita lihat kronologis beberapa kejadian sbb:

Agustus 2016

Pada bulan ini belum ketahuan siapa yang akan melawan BTP di Pilkada tersebut. PDIP pun masih maju mundur untuk mencalonkan BTP. Tetapi ada satu kesamaan beberapa survei Pilkada DKI, semua menempatkan BTP sebagai nomor satu dalam hal elektabilitas.   

Seperti survei oleh Manilka Research and Consulting tanggal 6-11 Agustus 2016 yang dirilis pada 21/8/2016, elektabilitas BTP menempati urutan teratas sbb:

  • BTP 49,3%.
  • Tri Rismaharini 14,3%
  • Yusuf Mansyur 9,6%
  • Ridwan Kamil 7,1%
  • Yusril Ihza Mahendra 5,9%.
  • Sandiaga Uno 5,0%
  • Anies Baswedan 1,4%.
  • Abraham Lunggana 0,9%
  • Djarot Saiful Hidayat 0,9%
  • Rizal Ramli 0,5%
  • Sjafrie Sjamsoeddin 0,5
  • Budi Waseso 0,2% persen
  • Agus Harimurti Yudhoyono 0,2%
  • Siapa pun yang muslim 0,2%
  • Tidak memilih 1,1%
  • Belum memutuskan 7,2 persen.

Dari sini dapat disimpulkan:

  • BTP menduduki tempat teratas jauh mengungguli para pesaingnya, Risma yang menempati posisi kedua hanya mendapat 14,3% saja, Sandi hanya 5.0% dan Anies cuma 1,4%!!!
  • Ada “sejumput” kecil pemilih muslim (0.2%) yang menetapkan pilihannya berdasarkan preferensi agama.  
  • Menurut penulis, dengan kedigdayaan BTP di bulan ini membuat akhirnya PDIP yakin dan melamar BTP sebagai Calon Gubernur DKI dan memasangkannya dengan Kader mereka sendiri yaitu Djarot.

September 2016

Di bulan inilah beberapa kejadian penting terjadi:

  • Tanggal 21-23, Pendaftaran Calon Paslon ke KPU. BTP pada tanggal 21 sedangkan Anies tanggal 23 atau pada hari terakhir.
  • Tanggal 27, Pidato BTP saat melakukan kunjungan kerja di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, yang lalu dianggap menghina agama.
  • Tanggal 26-30 September, LSI melakukan survei elektabilitas ketiga Paslon dengan total 440 warga DKI Jakarta yang menjadi responden.

October 2016

Beberapa kejadian penting dan hasil survei keluar pertama kalinya setelah pendaftaran tiga Paslon.

  • Tanggal 6, Buni Yani mengupload pidato BTP di Pulau Pramuka di media social Facebook.
  • Tanggal 4, LSI merilis survei nya yang berjudul “Ahok Potensial Kalah?” yang mengatakan bahwa:
  1. Walaupun BTP-Djarot unggul dalam elektabilitas (31,4%), Anies (21,1%), AHY (19,3%) serta Swing Voters 28,2%. Artinya BTP-Djarot unggul dari dua Paslon yang lain tetapi tidak mencapai 50%. Artinya Pilkada akan berjalan dua putaran.
  2. BTP-Djarot berpotensi kalah di putaran kedua apabila dihadapkan dengan satu pasang calon (head to head), baik dengan Anies-Sandi atau AHY-Sylvi.
  3. Jika BTP-Djarot melawan Anies-Sandi, 64,3 persen pendukung AHY-Sylvi akan mengalihkan dukungannya ke Anies-Sandi, ketimbang ke pasangan BTP-Djarot yang hanya dapat dukungan 14,3 persen responden pendukung AHY-Sylvi.
  4. Sebaliknya, jika pasangan BTP-Djarot melawan AHY-Sylvi, 59,1 persen pendukung Anies-Sandi akan memilih AHY-Sylvi. Sementara itu, pendukung Anies-Sandi yang akan pilih BTP-Djarot hanya 8,6 persen.
  5. Hanya sekitar 35-40 persen, menurut survei, warga yang akan memilih berdasarkan agama, sisanya 60-65 persen karena kapasitas atau kinerjanya

November 2016

Kejadian yang terpenting adalah adanya demo 411 pada tanggal 4 November.

Desember 2016

  • Demo Super Damai 212 pada tanggal 2 Desember.
  • LSI melakukan survei pada tanggal 3-11 Desember dan merilisnya beberapa hari kemudian dengan judul “Likeability is Electability?” dengan kesimpulan sbb:

Dok: LSI
Dok: LSI
  • Elektabilitas BTP-Djarot yang sempat turun di bulan November (27,3%), kemudian justru sesudah Demo Super Damai 212 naik menjadi 32,9%.
  • Adapun AHY-Sylvi justru turun jadi 25,1% (dari 29,9%) dan Anies-Sandi hanya naik tipis 23,2% (dari 23,0%).  
  • Artinya, setelah “digempur” 7 juta orang di Monas, justru elektabilitas BTP naik dari bulan November. Hal ini disebabkan bahwa semakin banyak orang mengetahui BTP meminta maaf atas ucapannya di Pulau Pramuka (86%), dan 59% nya menganggap BTP tulus meminta maaf. Hal ini menjadi kan elektabilitas BTP rebound di bulan Desember.

dok: LSI
dok: LSI
dok: LSI
dok: LSI
Februari 2017
  • Di Pilkada putaran pertama BTP-Djarot “hanya” unggul 42,99%, Anies-Sandi 39,95% dan AHY-Sylvi 17,02%.
  • Megawati dalam konprensi pers di rumah lembang satu hari sesudah hari pencoblosan, mengekspresikan kekecewaanya,”Kalau ibu-ibu ingat dan bapak-bapak ingat, ketika saya berbicara di konser gue 2 itu saya kan minta sebetulnya kalau kita kerja lebih keras kita bisa mendapatkan suara 50 persen plus 1. Pada putaran I kita Alhamdulillah menang tapi masih kurang,". Ia meminta kepada para relawan yang ada, dimana kebanyakan ibu-ibu untuk 'lebih cerewet' dalam menyuarakan kepada masyarakat lain untuk memenangkan pasangan BTP-Djarot.

April 2017

  • Pada putaran kedua BTP-Djarot meraih 42,05% sedangkan Anies-Sandi 57,95%. Kasarnya, BTP-Djarot tidak mendapatkan limpahan sedikitpun suara dari pendukung AHY (mendapat 17,02% di putaran pertama).
  • Sebab di putaran pertama ini justru suaranya berkurang 0,94%, sedangkan Anies naik 18%.
  • Jika saja BTP-Djarot sukses mencuri 45% saja suara AHY-Sylvi, maka ia akan bisa meraih suara sebesar 50,65%, dalam arti kata BTP_Djarot terpilih sebagai Gubernur.  

Kesimpulan:

  1. BTP sudah “diramalkan” akan kalah pada akhir September 2016 di putaran kedua baik menghadapi AHY maupun Anies.
  2. Di bulan September tersebut sama sekali belum ada sentimen SARA yang skala besar seperti dipersepsikan oleh para pendukung BTP-Djarot.
  3. Justru di bulan Desember 2016, setelah demo raksasa 212, suara BTP-Djarot naik dan unggul dari Anies-Sandi serta AHY-Silvi. Dalam arti kata, pada bulan Desember itu elektabilitas BTP-Djarot sukses bertahan dari demo 212 dan justru melejit sesudahnya. Jika isu SARA bermain, maka tentu saja fenomena rebound elektabilitas BTP-Djarot di bulan Desember tidak akan terjadi.
  4. CEO PolMark Research Center, Eep Saefulloh Fatah mengungkapkan hasil survei-nya bahwa tidak semua pemilih Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta berdasarkan agama saja. Bahkan kata dia, hanya 18,5 persen warga Jakarta yang memilih berdasarkan agama. Menurutnya pemilih Anies-Sandi adalah pemilih yang rasional.  

Kesimpulan akhir dari penulis:

  1. Penulis sangat yakin BTP-Djarot kalah bukan karena sentimen SARA, kasus Al Maidah, Demo 411, Demo 212 dan apapun berkaitan dengan FPI atau kelompok garis keras lainnya.
  2. Dari serangkaian fakta diatas, pemilih Jakarta adalah pemilih sangat-sangat rasional.    
  3. BTP-Djarot dikalahkan oleh diri mereka sendiri dan sinyal ini sudah berdentang sejak mereka mendaftar di KPU pada bulan September.   
  4. Pemilih menginginkan Gubernur baru yang sukses dalam membangun lahir (pembangunan fisik) dan juga bathin (baca: menjaga harmoni) secara simultan. Lihat hasil survei LSI, BTP jeblok di faktor "Orangnya ramah dan santun", terendah di antara dua kandidat.

Akhirnya ini memang ketentuan dari Tuhan sebagaimana yang diucapkan oleh BTP saat pidato menyampaikan kekalahannya. Jadi mari kita merajut kembali Jakarta!!

dok: LSI
dok: LSI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun