Mohon tunggu...
F. Norman
F. Norman Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Pemerhati Sosial dan Politik Amatiran....

Selanjutnya

Tutup

Politik

Awas!!! Jimly & Todung "Membusukan" KPK

28 Juni 2010   06:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:14 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Anda mungkin tidak percaya dengan judul diatas. Bagaimamana mungkin seorang Jimly dan Todung yang dikenal sebagai pejuang demokrasi, hukum dan ham diduga menyusupi KPK?? Tetapi berdasarkan olahan rekam jejak mereka 2 tahun tahun belakangan ini, saya beropini bahwa Jimly dan Todung sengaja disusupi ke KPK oleh penguasa untuk mengamankan kepentingan penguasa di KPK. Saya mempunyai teori bahwa apa yang dilakukan oleh Jimly dan Todung adalah taktik mirip dengan gaya tinju Muhammad Ali. Dimana Ali sering seolah-olah mundur kebelakang serta menyandarkan badannya ke tali ring pembatas. Tetapi Ali memanfaatkan gaya lontaran menyandarnya itu, untuk menambah daya pukulannya untuk mengenai kepala atau badan lawan. Inti strategi ini adalah: "Mundur Untuk Maju Menohok Lawan" Inilah hipotesis yang saya bangun mengapa Jimly dan Todung "mundur" dari lingkar kekuasaan sekarang dan  masing-masing "maju" menjadi calon ketua KPK dan anggota Pansel KPK. Gaya bertinju Ali dicontek habis oleh penguasa pada kasus-kasus yang menjerat mereka seperti Bibit-Chandra dan Bank Century. Layaknya Ali yang selalu "menari-nari" dan berputar diatas ring guna melemahkan dan membuat lawan kehabisan nafas sendiri. Bibit-Chandra kasusnya tidak pernah dituntaskan (padahal bisa selesai dengan selembar kertas), begitu juga Century. Rekomendasi DPR di" cuekin", sabotase pengiriman berkas yang tidak lengkap ke KPK, penyelidikan Polisi dan kejaksaan yang diam ditempat. Semuanya itu untuk mengulur-ulur waktu membuat rakyat capek dan akhirnya melupakan. Adapun rekam jejak "hitam" yang penulis temukan, Jimly dan Todung diduga adalah simpatisan penguasa dari beberapa waktu yang lalu. Berikut rekam jejak "hitam" itu: Jimly Asshiddiqie: 1. Ia memberi komentar kepada wartawan saat Buku Gurita Cikeas diluncurkan. Ketika ditanya wartawan tanggapan atas buku Gurita Cikeas, Jimly mengaku belum membaca buku tersebut kemudian berkomentar: "Dianggap sebagai angin lalu saja," ujarnya. (lihat link dari Tempo Interaktif sbb http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2009/12/29/brk,20091229-216290,id.html Alangkah konyolnya seorang Professor dan Guru Besar  Tata Negara yang terbiasa dengan tradisi keilmuan, menanggapi sebuah buku tanpa membaca terlebih dahulu?.  Bagi saya inilah kecurigaan pertama atas Jimly (sebagai "orang" penguasa) yang kala itu sudah diangkat sebagai anggota Wantimpres oleh penguasa. Ada apa dengan Jimly? 2. Jimly menolakannya pembentukan Otoritas Jasa Keungan (OJK) Pembentukan OJK adalah amanatkan oleh UU Bank Indonesia yang harus dilaksanakan. Jimly berdalih OJK tidak perlu dan memboroskan keuangan negara. Bagaimana mungkin seseorang Pakar Hukum Tata Negara mengeluarkan pernyataan agar tidak usah melaksanakan amanat dalam suatu UU (pembentukan OJK) http://www.antaranews.com/berita/1276342551/jimly-indonesia-tidak-perlu-ojk OJK ini adalah lembaga yang diamanatkan UU untuk mengawasi kinerja perbankan nasional. Untuk anda ketahui, OJK ini sudah diamanatkan dibentuk sejak tahun 2004 dan harus dibentuk selambat-lambatnya akhir tahun ini . Tetapi BI dan Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), menolak OJK ini berdiri. Mereka ingin tugas pengawasan tetap ditangan BI. Jelas terlihat disini tidak relanya BI "sumur" nya diambil oleh OJK dan betapa takutnya Perbanas tidak lagi diaudit oleh "teman" baiknya BI. Anda ingat Century gate? Itulah hasil "santunnya" BI dalam memeriksa Bank Century. Bagaiman mungkin bank yang sudah diberi peringatan 10 kali bisa hidup terus?  (lihat tulisan saya: "BI Mengkhianati Amanah Negara" http://politik.kompasiana.com/2010/01/22/pengkhianatan-amanah-negara-oleh-bi/ Sekarang apa hubungan pernyataan Jimly tersebut dengan judul diatas? Saya terheran-heran, apa kepentingannya seorang Jimly berkomentar tentang OJK? Ia terlihat pragmatis dan seolah-olah mengingkari masalah sebenarnya (bahwa BI biang keladi timbulnya skandal Century). Aneh tapi nyata, Emil Salim yang seorang Guru Besar Ekonomi dan Ketua Wantimpres tidak mengemukakan penolakan pembentukan OJK. Mengapa Jimly yang notabene bukan pakar ekonomi begitu yakinnya mengomentari sesuatu diluar bidangnya? Ada apa dengan Jimly? Tentang ini pembentukan OJK, saya mendukung total karena berpegangan dengan pendapat spekulan kakap George Soros ketika datang ke Indonesia. Soros mengatakan," Jika aturan perbankan dijalankan dengan baik, maka tidak diperlukan Bail Out". http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2010/02/10/brk,20100210-224809,id.html 3. Jimly Oportunis Kelas Kakap. Ini bukan kali kedua Jimly mengundurkan diri dari Jabatan Tinggi. Ia yang sebelumnya ketua MK periode 19 Agustus 2003 sampai 19 Agustus 2008, mengundurkan diri dari Hakim MK pada periode berikutnya. Jimly lolos seleksi Hakim MK di DPR untuk periode kedua tetapi tiba-tiba mengundurkan diri dari jabatan tersebut. Hal ini terjadi setelah Jimly kalah bersaing dengan Mahfud MD dalam perebutan Ketua MK, serta kembali lagi kalah ketika pemilihan Wakil Ketua MK pada hari yang sama. Mungkin merasa menanggung malu dan "hanya" menjadi Hakim Anggota, tanggal 6 November ia melayngkan surat pengunduran diri yang berlaku efektif 1 Desember 2008. Praktis hanya 3,5 bulan, ia menduduki hakim konstitusi periode ke 2. Opini penulis, pengunduran itu tidak ubahnya seperti anak kecil yang "kehilangan" mainannya. http://bola.vivanews.com/news/read/1498-hakim_mk_ke_istana_temui_presiden Sekarang setelah menjabat anggota Wantimpres hitungan bulanan, ia kembali "berulah" ingin menggapai jabatan ketua KPK. Dengan alasan untuk mengabdi kepada negara di ruang lingkup yang lebih besar. Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin, mengecam keras ulah Jimly dengan menyebutnya "haus jabatan". 4. Jimly "direstui pengusa" dan sekondannya untuk melamar jadi ketua KPK. Ketika ia menyatakan mencalonkan diri sebagai Ketua KPK, Penguasa dengan tangkas "menyuruh" Jimly mengundurkan diri, anehnya untuk kasus Andi Nurpati penguasa tidak "bersuara". Padahal dua-duanya berada di suatu lembaga negara yang bertanggung jawab ke Sang Penguasa. Dari sini bisa kita lihat, penguasa sangat "merestui" Jimly, tidak mungkin dilepas kalau Jimly membahayakan penguasa jika di KPK nanti. Bayangkan, seorang Jusuf Kalla pun "dicerai" penguasa jika tidak diinginkan lagi. Selain itu, sekondan penguasa, Ketua DPR Marzukie Ali, memuja-muji Jimly dan disebut sebagai calon yang "pantas" (lihat link sbb: http://harianjoglosemar.com/berita/268-calon-lolos-administrasi-ketua-dpr-jagokan-jimly-17770.htm Kemudian mantan Wakil Ketum Demokrat, Ahmad Mubarok, juga menjagokan Jimly dan dipuji sebagai orang yang relatif bersih dan jauh keinginan dari melakukan korupsi (lihat link sbb: http://www.inilah.com/news/read/politik/2010/06/15/599631/demokrat-dukung-jimly/ Ketika akan mendaftar di KPK pada hari terakhir, ia langsung "disambut" hangat oleh Menkumham Patrialis Akbar. Saking hangatnya sambutan Patrialis, Jimly diberi keistimewaan dengan menyodok pendaftar lain yang telah berada dalam antrian didepannya (lihat link dibawah ini). http://us.detiknews.com/read/2010/06/14/195449/1378167/10/patrialis-semua-pendaftar-calon-pimpinan-kpk-diperlakukan-sama Belum menjabat saja sudah mendapat keistimewaan... dan tidak merasa risih dengan perlakuan istimewa yang begitu telanjang.... apalagi ditonton oleh banyak orang dan wartawan. Apa anda masih yakin dengan integritas Jimly? Hal diatas mencurigakan sekali, penguasa melepas dengan "entengnya", Marzuki Alie dan Ahmad Mubarok mengadang-gadangnya, ketika pendaftaran di "sambut" secara khusus oleh Menteri. Sungguh suatu "disain" yang halus nan canggih dari Penguasa. Apa apa dengan Jimly? 5. Jimly "tertangkap" memimpin rapat setgab koalisi (lihat link: http://www.jakartapress.com/www.php/news/id/13608/Jimly-Pimpin-Rapat-Setgab-Partai-Koalisi-SBY.jp Disini terlihat jelas betapa Jimly sangat "intim" dengan penguasa. Padahal Aburizal hadir saat itu, mengapa bukan Ical sebagai ketua harian yang memimpin rapat? Kemudian betapa rendahnya Jimly, melacurkan Jabatan Struktural Lembaga Negara yang diembannya dengan memimpin suatu rapat setgab yang tidak ada dalam ketatanegaraan (Demokrasi Presidensil kita tidak mengenal koalisi dan oposisi). Saya sangat heran sekali dengan fakta ini, bagaimana mungkin Guru Besar Tata Negara bertindak ugal-ugalan seperti ini?  Saking terkejutnya... Pak Mahfud MD yang biasa dekat dengan wartawan, ketika beliau diminta tanggapannya oleh wartawan, ia tidak dapat menjawab dengan lugas. 6. Jimly Pro dengan Opsi A Pansus Bank Century. Opsi A tersebut berisikan bahwa tidak ada pelanggaran kebijakan dan menyerahkan pelanggaran pidana disidik oleh para aparat hukum. Dalam arti kata Jimly bukanlah orang yang beranggapan bahwa suatu kebijakan itu tidak dapat langsung dipidana, tergantung niat jahat apa tidak. Niat adalah suatu yang abstrak, bagaimana mungkin pakar hukum tata negara berbicara tentang suatu yang abstrak untuk menentukan parameter suatu kebijakan itu salah apa tidak? Bisa-bisa Jaksa atau Polisi memerlukan paranormal dulu untuk melakukan "penerawangan" tersangka koruptor. http://news.okezone.com/read/2010/02/25/339/307009/bailout-century-ijtihad-sri-mulyani-boediono Ia juga berpendapat bahwa pansus hanya menyia-nyiakan waktu dan momentum untuk membangun negeri. Bagi Jimly, lebih baik para elite melakukan fokus melakukan konsolidasi pemerintahan selama 5 tahun kedepan http://www.detiknews.com/read/2010/02/25/121801/1306664/10/jimly-nilai-pemakzulan-boediono-masih-jauh- "Bail Out itu tidak merugikan negara karena uang tersebut untuk menyelamatkan Century", ujarnya. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b8b30f31799a/prokontra-menjelang-rapor-pansus-century Bukan main total pembelaan Jimly kepada sang penguasa. Intinya kita tidak akan mungkin menyaksikan skandal Century diselesaikan KPK jika Jimly terpilih. Jelas-jelas ia menyatakan tidak ada pelanggaran. Adhi Masardi dan Bambang Soesatyo juga sudah mencium bau busuk Jimly yang tidak akan menuntaskan skandal Century. http://www.inilah.com/news/read/2010/06/15/599511/istana-pasang-jimly-amankan-century/ 7. Ketika Jimly masih menjabat Ketua MK, dimasa dialah membatalkan kewenangan Komisi Yudisial (KY) untuk mengawasi Hakim Agung tanpa memberikan tenggat waktu untuk masa peralihan. Pada akhirnya KY hanya bisa mengawasi Hakim di PN dan PT saja. Padahal KY adalah lembaga tinggi negara yang diamanatkan konstitusi berwenang untuk mengawasi dan menyidik prilaku semua hakim. Kalaulah memang UU itu melanggar UUD, seharusnya ia memberi batasan yang jelas kapan revisi UU KY harus dilakukan dan menetapkan status quo terlebih dahulu, sehingga tidak ada kekosongan hukum. http://www.beritaindonesia.co.id/tokoh/jimly-asshiddiqie-benteng-terakhir-penjaga-konstitusi/ Berbeda dengan zaman Mahfud MD yang menyatakan membatalkan UU Peradilan Tipikor. Ia dan koleganya memberikan waktu tenggang yang jelas agar dibuat UU Tipikor yang baru (Peradilan Tipikor dibawah MA). Hebatnya, pemerintah seperti menggantung atau tidak mengajukan revisi UU KY ke DPR sampai saat ini. KY sampai sekarang seperti macan ompong karena tidak mempunyai senjata. Inilah dosa besar Jimly terhadap KY, yaitu menghancurkan kewenangan KY mengawasi Hakim Agung dan tidak memberi tenggat waktu kepada pemerintah untuk merevisinya. Padahal peradilan negeri ini (terutama MA) masih carut-marut. 2. Todung Mulya Lubis Todung yang telah dinyatakan bergabung dengan Partai Demokrat, tiba-tiba batal dan menyatakan tetap melanjutkan tugasnya sebagai anggota Pansel Ketua KPK. http://us.detiknews.com/read/2010/06/22/140008/1383755/10/jika-pd-tak-konsisten-berantas-korupsi-todung-siap-mundur Seharusnya Todung sudah diberhentikan dari Pansel Ketua KPK karena sudah terpapar kontaminasi yang bernama partisan. Karena ia terbukti melamar Demokrat ketika ia sudah menjadi anggota Pansel KPK. Ahmad Mubarok bersaksi bahwa Todung serius ke Demokrat, bahkan ia telah hadir di kediaman penguasa ketika itu. Dengan kata lain,tidak mungkinTodung diketemukan dengan penguasa dalam posisi masih menolak. Saya rasa, tugas Todung kali ini untuk memuluskan Jimly terpilih sebagai Ketua KPK. Kesimpulan Semakin lama yang namanya rekayasa caranya akan semakin canggih. Penguasa sengaja mencari orang yang terlihat 3 C (cool, calm, confident). Dengan begitu, mereka menjadi PR yang baik bagi penguasa. jangan percaya begitu saja dengan seseorang tanpa melihat rekam jejaknya. Yang diperlukan untuk mengukur seseorang itu benar-benar teruji, menurut penulis memenuhi kriteria sbb: Pertama, Antara ucapan dan tindakan haruslah sama! Kedua, Apakah terdapat konsistensi terhadap ucapan dan tindakannya tersebut? Ketiga, Apakah ucapan dan tindakan tersebut pro rakyat? Itulah formula yang baik untuk menilai seseorang.... Karena alasan diatas tersebut saya tidak setuju dengan Anas Urbaningrum ketika diangkat menjadi Bos Demokrat, lihat tulisan saya sbb: Anas Bos Demokrat Koruptor Bahagia? http://politik.kompasiana.com/2010/04/15/anas-bos-demokrat-koruptor-bahagia/ Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa melindungi Bangsa Indonesia di pemilihan Ketua KPK kali ini. Sehingga Bangsa Indonesia tidak salah memilih yang dapat mengakibatkan kehancuran yang lebih parah lagi....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun