Mohon tunggu...
F. Norman
F. Norman Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Pemerhati Sosial dan Politik Amatiran....

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pilkada Terbaik: Tirulah Seleksi Pimpinan KPK!

22 September 2014   14:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:57 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_343725" align="aligncenter" width="700" caption="Pelantikan Gubernur Oleh Mendagri (dok: kaltim.kemenag.go.id)"][/caption]

Pilkada dengan meniru seleksi pimpinan KPK adalah jawaban terbaik dari penyempurnaan sistem Pilkada yang telah berlangsung sekarang. Sistem pemilihan pimpinan KPK adalah hasil kerja dari sebuah Panitia Seleksi (Pansel) dan diakhiri oleh pemilihan secara voting oleh anggota DPR. Terbukti sistem pemilihan pimpinan KPK secara  "tidak langsung" ini membuahkan pimpinan yang berintegritas dan cakap secara teknis hingga sekarang.

Jika meniru seleksi pimpinan KPK untuk sebuah sistem Pilkada, maka sistem yang berlangsung adalah Pilkada oleh DPRD alias tidak langsung. Bedanya dengan pilkada oleh DPRD zaman Orba dulu adalah:


  1. Calon kepala daerah bisa dari mana saja, baik dari parpol itu sendiri atau dari masyarakat.
  2. Ada Pansel yang akan menguji integritas, kapabilitas, akseptabilitas serta visi dan misi sang calon.
  3. DPRD tinggal memilih calon yang disodorkan Pansel lewat serangkaian uji kepatutan dan uji publik.


Dengan sistem diatas maka lima kelemahan mendasar Pilkada langsung  yang telah berjalan hampir 10 tahun hingga sekarang, dapat  tuntas dijawab tuntas sbb:

1. Pilkada langsung menguras anggaran pemerintah, lewat pemilihan oleh DPRD maka akan dihemat puluhan triliyun:


  • Biaya penyelenggaraan Pilkada, sejak persiapan, penyelenggaraan dan pasca Pilkada.
  • Tidak itu saja, penjarahan APBD dengan modus bantuan sosial menjelang petahana terpilih kedua kalinya


2. Pilkada  langsung berimpilikasi dengan meningkatnya kasus korupsi Kepala Daerah:


  • Semua bakal calon diseleksi dulu oleh Pansel dan DPRD hanya memilih disini, sehingga tidak ada hutang budi kepada parpol sebab mereka dicalonkan oleh Pansel bukan Parpol.
  • Bakal Calon tidak perlu mengeluarkan uang seperpun sebab ia menjadi Calon Kepala Daerah setelah diseleksi oleh Pansel yang independen. Tidak perlu sewa perahu, mengeluarkan uang untuk logistik, timses dsb.


3. Pilkada  langsung hanya sedikit menghasilkan Pimpinan daerah yang berkualitas:


  • Pansel maka akan melakukan penyaringan terhadap sang semua bakal calon baik dari parpol maupun non parpol.
  • Pansel akan lebih efektif "menyaring" calon yang baik dibandingkan diserahkan ke parpol dan rakyat. Dengan Pilkada langsung sekarang, Parpol hanya mementingkan sekelompok orang yang bermodal dan dekat dengan elit, rakyat bisa ditipu lewat serangkaian usaha pencitraan lewat media dll.


4. Pilkada  langsung menciptakan dinasti politik di daerah:


  • Semua bakal calon akan diseleksi dulu oleh Pansel, sehingga ada asas keseteraan disini. Jikapun nanti mereka yang dekat dengan elit daerah terpilih, maka itu merupakan suatu proses wajar.


5. Pilkada  langsung melanggar HAM sebab hanya bisa diikuti oleh orang berduit:


  • Semua bakal calon akan diseleksi dulu oleh Pansel, sehingga ada asas keseteraan disini.
  • Lihatlah Ketua KPK Abraham Samad, tanpa pansel yang menyodorkan namanya, maka Abraham yang seperti kebanyakan orang ekonomi rumah tangganya tidak akan terpilih oleh DPR saat itu.


Kesimpulannya adalah:

1. Janganlah alergi dan antipati dengan Pilkada tidak langsung, lewat serangkaian rekayasa dan inovasi maka akan didapat calon yang berkualitas dan amanah layaknya Pimpinan KPK.

2. Dengan keterbatasan anggaran pemerintah dan belum baiknya pendidikan politik masyarakat, maka Pilkada oleh DPRD ala KPK ini adalah jawabannya. Bung Hatta Proklamator kita telah memprediksi jauh-jauh hari hal ini, beliau dalam salah satu pidatonya menggambarkan bahwa tidak baiknya pendidikan politik masyarakat, akan menghasilkan pemimpin yang tidak matang sebab rakyat belum bisa membedakan mana realitas dan mana yang hanya mimpi belaka.

Anda setuju?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun