Mohon tunggu...
Feri Yanto
Feri Yanto Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Anak Petani Kopi dari desa terpencil di dataran tinggi Gayo, Aceh, pencinta kopi Arabika Gayo, sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pak Senang, Guru Unik dari Pendiri Hingga Kepala Sekolah

25 Juli 2015   23:31 Diperbarui: 26 Juli 2015   06:33 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan : Feri Yanto

Hari Sabtu tanggal 27 Juni 2015 sekitar pukul 10.00 WIB, rombongan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Takengon bergerak dari sekretariat HMI yang berada di Ujung Gergung, Tan Saril, Kecamatan Bebesen, Aceh Tengah menuju Kampung Seni Antara yang biasa dikenal dengan Kampung Kem, salah satu kampung di Kecamatan Permata Kabupaten Bener Meriah, dengan menumpang bus Pemkab  Bener Meriah guna melaksanakan rutinitas HMI di bulan suci Ramadhan yang biasa disebut Student Work Camp (SWC).

SWC kali ini merupakan ke empat kalinya saya ikuti, setelah di Jamat pada tahun 2011, Serule tahun 2012, Ketol tahun 2013 bertepatan pada saat tanggap darurat gempa Gayo 2013 dan merupakan waktu paling lama dalam SWC HMI karena sekaligus sebagai relawan tanggap darurat, kemudian tahun 2015 ini baru pertama kali bagi saya SWC di Kabupaten Bener Meriah yaitu di kampung Kem.

Kegiatan seperti ini memang kegiatan yang paling saya sukai, karena disini kesempatan mengaplikasikan ilmu yang didapatkan di kampus maupun di organisasi, sekaligus bagi saya ini proses belajar mengembangkan diri yang tidak akan didapatkan di kampus-kampus, di lembaga pendidikan manapun, hanya didapatkan disini dikegiatan ini, kalaupun ada yang mirip dengan kegiatan seperti ini di kampus adalah Kuliyah Kerja Nyata (KKN), atau Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM) tapi tentu polanya sangat berbeda, karena dalam kegiatan SWC ini kader HMI membentuk tim dan merumuskan kegiatan yang ingin di laksanakan tanpa ada intervensi dari siapapun jadi inilah kesempatan bagi kader HMI menunjukkan kemampuannya dan mengaplikasikannya memadukan antara teori dan praktik.

Tapi sebenarnya bukan itu yang ingin saya ceritakan, saya ingin menceritakan tentang seorang Guru yang unik tapi sangat gigih berjuang untuk kemajuan pendidikan dikampung Kem, masyarakat di Kem juga memanggilnya pak Guru, pak Guru ini tidak pernah bersedih, Ia selalu senang, inilah seorang Guru yang telah berjuang mendirikan sekolah agar anak-anak di kampung Kem dapat merasakan pendidikan hingga saat ini menjadi kepala Sekolah di SDN Seni Antara.

Pak Senang, Guru Unik dan CB Tahun 73.

Namanya Senang, sesuai dengan namanya guru ini memang ceria dan bersemangat sehingga selama kami di kampung Kem guru ini memang membuat kami cukup merasa senang, karena wawasannya yang luas juga humoris, dia seorang Guru yang sangat mengamalkan selogan pendidikan Nasional yang bunyinya “Ingarso Sungtolodo, Ingmadyo Mangun Karso, Tutwuri Handayani” Yang artinya didepan memberi contoh, ditengah memberi prakarsa dan bekerja sama, dan dibelakang memberi dukungan dan semangat, inilah konsep yang dia terapkan sehingga murid-muridnya mampu berkopetisi di tingkat Kabupaten, Provinsi, dan Nasional meskipun berada di daerah yang terisolir.

Pak Senang memang unik, guru dengan perawakan pendek, hitam manis, dan humoris juga visioner ini sangat mencintai sepeda motornya, Merk Honda CB keluaran tahun 1973, dengan tampilan yang masih orisinil memaikai knalpot racing, sehingga siapa saja akan akan tau apabila dia lewat dengan sepeda motornya, orang-orang di kampung Kem dapat mengenali suara sepeda motornya, terlebih sepeda motor kesayangannya ini tidak boleh dipinjam siapapun, bahkan termasuk anaknya sendiri, bukan berarti pak senang orang yang pelit, akan tetapi pak senang sangat dermawan jika ada yang mau meminjam sepeda motor maka akan diberikan sepeda motor yang lain yang ada di rumahnya, karena CB ini adalah motor kesayangannya dan tidak boleh di pinjam oleh siapapun terkecuali saya, saat saya berada di kampung Kem tersebut, awalnya saya juga tidak berani meminjamnya, tetapi pak Senang menawarkan kepada saya untuk memakai motornya saat melkasanakan kegiatan di sana, jadi saya sangat merasa isitimewa saat itu.

Hingga ketika saat malam saya pergi shalat tarawih dan safari Ramadhan ke menasah dusun yang agak jauh mengendarai motor CBnya saya sempat di kira pak guru yang melintas dalam kegelapan, saya sempat di sapa sama masyarakat, "Male Kusi pak?" dalam bahasa gayo yang artinya "Mau kemana Pak?". sambil lewat saya menjawab mau ke menasah pak, dengan saya menjawab orang tau kalo yang lewat bukan pak Guru tapi kader HMI.

SD dari berdiri hingga Negri dan Konflik.

SD seni Antara didirkan pada tanggal 19 Juli 1993 dengan nama SDS Buntul Sara Ine, ketika itu tenaga pendidiknya yaitu, pak Senang tamatan SPG, bu Salawati (istri pak Senang) tamatan SPG, M. Isa Guru Agama tamatan PGA, Reduansyah tamatan SPG, Alfisahrin tamatan SMA sebagai PJS, dan Nuraini sebagai kepala Sekolah. Pada awalnya SD Seni Antara berdiri bangunan fisiknya masih sangat menyedihkan, bangunan berlantaikan langsung dengan tanah dan beratapkan daun kayu Boro, sehingga apabila saat hujan para siswa terkena hujan, pada saat itu muridnya berjumlah 84 Siswa.

Tahun 1996 SD berganti nama dari SDS buntul Sara Ine, dan nama sekolah diganti dengan SDS Bukit Antara, saat itu juga kepala sekolah di ganti dengan Samidah,  tenaga pendidik guru honor Senang dan Salawati, dan pada tahun 1997 SDS Bukit Antara berganti status dari swasta menjadi Negri dengan Nama SD Negri Bukit Antara kecamatan Bandar kabupaten Aceh Tengah, waktu itu Sekolah baru memiliki bangunan permanen yaitu tahun 1998, sudah ada tiga ruangan, kepala sekolah SDN Bukit Antara adalah M.Hasan.

Selanjutnya pada tahun 1999 Kampung Seni Antara diserang gajah, memporak-porandakan tanaman masyarakat dan merusak perumahan warga, pristiwa amukan gajah ini merupakan pertanda bahwa awal mula Aceh Konflik, hingga pada tahun 2000 sekolah SD dibakar oleh orang tak dikenal,  karena merasa terancam dari kedua belah pihak yang berseteru pak Senang dan istrinya juga sebagai guru bakti melarikan diri ke Medan, Sumatra Utara selama 4 tahun.

Kembali dan menebar prestasi.

Setelah GAM dan RI damai, Aceh sudah dinyatakan aman, pak Senang beserta istrinya Salawati kembali dari Medan, kembali mengabdikan dirinya untuk mengajar di SDN Bukit Antara sebagai guru bakti atau tanpa gaji, dan pada hingga tahun 2007 pak Senang dan istrinya bu Salawati mengikuti CPNS dan pada tahun 2008 menjadi guru PNS, saat itu nama sekolah di ganti kembali menjadi SDN Seni Antara berdasarkan arahan dari kepala dinas pendidikan, agar nama sekolah disesuaikan dengan nama kampung.

Tahun 2012 SDN Seni Atara yang dipimpin kepala sekolah Iskandar S.pd menjadi perwakilan provinsi Aceh dalam olahraga cabang atletik pada Olimpiade Olahraga Sekolah Nasional (O2SN) yang dilatih oleh pak Senang mendapatkan juara dua tingkat Nasional, ketika itu juara pertamanya adalah Papua, selanjutnya pada tahun 2013 mewakili Bener Meriah di tingkat Provinsi, dengan cabang olah raga, Kid Atletik, Catur dan Tenis Meja putra, kemudian tahun 2014 mewakili kabupeten Bener Meriah di tingkat provinsi cabang olah raga, Kid Atletik, Catur, Bulu Tangkis, Tenis Meja Putra dan Putri dan pada tahun 2014 pula pak Senang di angkat menjadi kepala Sekolah SDN Seni Antara.

Inilah sekilas tentang cerita perjuangan panjang pak Senang dalam memperjuangkan pendidikan, mulai dari mendirikan sekolah hingga pak Senang menjadi Kepala Sekolah di daerah yang bisa dikataka terisolir hingga saat ini, sebab untuk masuk ke kampung Seni Antara harus melewati jalan PT. KKA sejauh ± 7 Km tanpa Aspal dan pengerasan, di kampung ini juga tidak ada jaringan seluler, sehingga masyarkat di kampung ini sulit berkomunikasi dengan masyarakat luar.

Bagi saya pak Senang adalah salah satu guru yang patut di contoh dalam memperjuangkan pendidikan, sebagaimana bunyi dari pembukaan UUD 1945 alinea ke 4, mencerdaskan kehidupan bangsa maka guru adalah ujung tombak dari segala program pendidikan Nasional, yang tentunya harus berbuat Ikhlas dan mempunyai visi kedepan untuk menciptakan generasi bangsa yang cerdas dan berkarakter, baik dan buruknya generasi bangsa semua berada di tangan para guru, maka oleh karena itu disebut guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.

Posted on July 20, 2015, Www.LintasGayo.co.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun