Mohon tunggu...
Feri Sandria
Feri Sandria Mohon Tunggu... -

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anak Kampung yang Beradaptasi dengan Kehidupan Kota

13 Maret 2014   07:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:59 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tertarik sekali setiap kali membicarakan perihal apa yang terjadi ketika anak kampung menginjakkan kaki di kota, dengan kehidupan dan kebiasaan yang sangat jelas berbeda sekali. Sebenarnya sih bahasan mengenai anak kampung dan kehidupan kota terlalu klise, dimana mana orang mengulas hal yang sama. Tapi tetap saja, bagi saya pembahasan ini selalu menarik untuk diperbincangkan, karena bahasannya yang sangat luas dan gak pernah ada habisnya.

Saya sendiri notabene bukan orang kota, saya lahir di Aceh dan manghabiskan masa kecil hingga lulus SD di Aceh. Sejak SMP hingga SMA saya megenyam pendidikan di Medan. Medan memang kota metropolitan, tetapi saya tidak terlalu sering sih merasakan kemegahan dan segala hiruk pikuk kota ini, alasannya sebenarnya sederhana saja, saya bersekolah di sekolah berbeasiswa dan bording school otomatis kehidupan dengan dunia luar dikontrol begitu ketat. bahkan untuk sekedar keluar asrama saja harus melewati proses dan mekanisme yang benar-benar sangat melelahkan. Jadilah saya tinggal di kota dengan budaya dan keedanan yang masih sangat terpelihara yang saya bawa sendiri dari kampung. Satu hal lagi, ternyata teman teman saya di asrama juga membawa hal yang sama seperti yang saya bawa, jadilah kami hidup bersama dangan strata budaya yang sama, hidup sebagai anak kampung. Tapi satu hal yang selalu saya pegang dari dulu, meskipun saya berasal dari kampung, saya sekalipun tidak pernah menerima kalau dibilang kampungan, bagi saya pribadi kampungan itu kata yaang berkotonasi negatif.

Dan itu juga yang membuat dan teman teman saya yang notabene dari kampung (hasil riset pribadi saya) kadang kadang melakukan hal-hal aneh yang sering mengundang tawa. tapi mungkin tertawaan itu tidak lebih menyiksa dari pada dikatain kampungan. pernah satu kali ketika gathering pertama kami mahasiswa sefakultas sebelum mulai masuk kuliah, disana kami mulai mengenal satu sama lain, teman yang pertama kali kenalan sama saya berasal dari Padang, jadilah disana saya biasa saja. Dalam hati saya lha sama sama dari sumatera kok. Setelah berkenalan dengan beberapa orang saya melihat teman yang tadi berkenalan sama saya yang berasal dari Medan berkenalan dengan teman saya yang anak Jakarta. Temen saya yang anak Jakarta yang memang biasa menggunakan kata kata lo gue ngomong sama temen saya yang anak medan "Eh kenalan donk, nama gue Putra dari Jakarta, nama lo siapa?" lalu teman saya menjawab "Nama gue --------, gue dari Medan" . Seketika, rasanya saya ingin ketawa keras, tapi saya hanya bisa senyum senyum kecil aja, dan ternyata teman-teman yang lain ikut senyum senyum juga. Sebabnya sederhana saja saya rasa dia sangat tidak cocok untuk saat itu menggunakan kata gue, aksen bataknya yang sangat kental membuat kata-kata yang meluncur dari mulutnya terdegar begitu lucu.

Saya rasa dia juga menyadari bahwa ada sesuatu hal berbeda dan terasa ganjil ketika dia tadi ngomong seperti itu. Saya tidak tahu  passti kenapa tadi dia lebih memilih mengnakan kata gue daripada kata aku. Tapi prediksi saya pribadi sepertinya dia ingin memperlihatkan eksistensinya, bahwa dia bukan anak kampung yang ga biasa ngomong lo gue, dia mau memperlihatkan bahwa dia juga bisa kok ngomong lo gue. Dan ternyata hal  yang sama menimpa saya juga, berhari-hari setelahnya saya mulai berbicara dengan kata kata lo gue, awalnya emang terasa asing banget tapi lama kelamaan makin lembut kok. Dan tanpa sadar karena terlalu sering saya menggunakan kata kata lo gue, saya kadang keceplosan ngomen status teman SMA saya dulu dengan kata kata lo gue.  Dan beberapa teman saya yang kuliah di pulau jawa juga pake kata kata lo gue.

Naasnya komen-komenan kami juga dibaca oleh para guru SMA kami dulu. Beberapa hari berselang saya mengecek facebook saya dan di beranda saya melihat salah satu guru saya di SMA dulu menulis status, saya lupa redaksi aslinya tapi intinya si guru itu mau bilang kenapa sih baru beberapa bulan di pulau jawa udah ngomongnya lo gue, emang ga bisa lagi ngomong seperti dulu. Sejujurnya saya ga pernah berniat komen dengan kata kata lo gue supaya kelihatan lebih kota atau apalah, alasannya adalah saya kadang kadang terbawa suasana.

Memang bener sih bagi orang yang mengenal kita bagaimana, mengetahui seluk beluk kita, sedikit perubahan saja dari bahasa yang kita ucapkan yang terasa asing, bisa merubah persepsi yang begitu besar. Dan bagi sebagian orang (bisa teman saya, guru saya atau orang yang mengenal saya) ketika kami berbicara dengan kata-kata lo gue itu kami terlihat sok sok an bergaya kayak anak kota, atau kami yang ga down to earth atau berbagai alasan negatif lainnya.

Sebenarnya ketika kami berbicara loe gue disini, ini lebih sebagai bentuk adaptasi kami disini, karena kadang menggunakan kata 'aku kau' terdengar lebih kasar daripada 'lo gue' apalagi jika ditambah dengan aksen batak, apa ga menggelegar. Alasan lain mungkin sebagian dari kami ingin terlihat sama dengan anak anak lain yang ngomongnya pake  lo gue juga. Dan mungkin satu lagi alasan yang cukup masuk akal adalah teman teman saya di kampus lebih sering mengunakan lo gue kalau sedang berbicara.

Sampai sekarang saya juga masih ada kecanggungan menggunakan kata lo gue apalagi jika lawan bicara saya juga berasal dari kota kecil dan tidak terbiasa menggunakan kata lo gue. Dan sampai saat ini saya masih berusaha mengontrol diri supaya bisa menempatkan style berbicara saya pada tempatnya dan sesuai porsinya supaya tidak ada kesalahpahaman yang terjadi.

[FSN]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun