Perjuangan kelas adalah salah satu konsep utama dalam teori Marxisme yang dirumuskan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Dalam teori ini, Marx menegaskan bahwa sejarah manusia pada dasarnya adalah sejarah konflik kelas, di mana masyarakat selalu terbagi menjadi kelompok-kelompok yang saling berlawanan berdasarkan posisi mereka terhadap suatu instrumen produksi. Alat-alat produksi atau instrumen produksi adalah segala bentuk sarana atau sumber daya yang digunakan dalam proses produksi barang dan jasa. Ini mencakup mesin, teknologi, pabrik, lahan, bahan baku, dan infrastruktur yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk. Dalam konteks teori Marxisme, alat-alat produksi sangat penting karena siapa yang memiliki dan dapat mengontrolnya memiliki kekuasaan atas kelas pekerja, yang hanya menjual tenaga kerja mereka tanpa memiliki alat produksi itu sendiri. Jadi, kepemilikan alat produksi adalah faktor utama yang membedakan kelas dalam masyarakat. Dari era perbudakan hingga kapitalisme modern, konflik antara kelas penguasa dan kelas tertindas terus terjadi, dan konflik inilah yang mendorong terjadinya perubahan sosial.
Perjuangan kelas menurut Marx bukan hanya fenomena ekonomi, tetapi juga sosial dan politis, yang berakar dari ketimpangan dalam distribusi kekayaan dan kekuasaan. Ketika kelas proletar (buruh) berhadapan dengan kelas borjuis (pemilik modal), pertentangan ini diyakini akan mencapai klimaks dalam bentuk revolusi yang menghancurkan sistem kapitalis dan membuka jalan bagi sosialisme dan akhirnya komunisme.
Perjuangan Kelas Menurut Karl Marx
Dalam karya-karyanya, terutama dalam Manifesto Komunis (1848) dan Das Kapital (1867), Karl Marx menekankan bahwa setiap masyarakat dalam sejarah selalu dibentuk oleh struktur kelas. Di bawah kapitalisme, kelas utama yang berhadapan adalah kelas borjuis, yang menguasai alat-alat produksi (Pabrik, mesin, tanah, dll.), dan kelas proletar, yang hanya memiliki tenaga kerja mereka yang dapat dijual untuk memperoleh upah.
Menurut Marx, eksploitasi terjadi karena para pemilik modal membayar upah buruh lebih rendah daripada nilai barang yang mereka hasilkan, menciptakan surplus nilai yang diakumulasi oleh kapitalis sebagai keuntungan. Hal ini menciptakan ketimpangan yang sangat besar antara kedua kelas ini. Dengan memonopoli kekayaan dan sumber daya, kelas borjuis juga memiliki kontrol atas institusi politik, hukum, dan budaya yang digunakan untuk mempertahankan dominasi mereka atas proletariat.
Namun, Marx percaya bahwa perjuangan kelas akan berakhir dengan kemenangan proletariat, yang pada akhirnya akan menggulingkan sistem kapitalisme melalui revolusi. Revolusi ini akan menghapuskan kepemilikan pribadi atas alat produksi, menggantikannya dengan kepemilikan kolektif dan pengelolaan ekonomi secara demokratis, yang kemudian akan mengarah pada pembentukan masyarakat tanpa kelas, yaitu komunisme.
Perkembangan Perjuangan Kelas di Dunia Modern
Perjuangan kelas tidak berakhir dengan kematian Marx pada akhir abad ke-19, tetapi terus berkembang di berbagai belahan dunia seiring perubahan ekonomi dan politik global. Di abad ke-20, teori Marxis diadopsi oleh berbagai gerakan sosialis dan komunis yang berhasil membentuk negara-negara dengan sistem ekonomi sosialis, seperti Uni Soviet, China, dan Kuba. Dalam konteks ini, perjuangan kelas mengambil bentuk nyata dalam revolusi-revolusi sosialis di Rusia (1917), China (1949), dan negara-negara dunia ketiga yang terinspirasi oleh ajaran Marxis.
Namun, dalam praktiknya, penerapan sosialisme di negara-negara ini sering kali tidak sesuai dengan visi Marx tentang masyarakat tanpa kelas. Negara-negara komunis sering mengalami masalah seperti birokratisasi, korupsi, dan kekerasan politik yang menghambat transformasi menuju komunisme. Meskipun demikian, teori perjuangan kelas tetap menjadi dasar ideologis bagi berbagai gerakan buruh, gerakan petani, dan organisasi sosial di seluruh dunia yang berjuang melawan ketimpangan ekonomi dan sosial.
Dalam era pasca-Perang Dingin, ketika banyak negara sosialis runtuh dan kapitalisme neoliberal menjadi sistem ekonomi dominan, pertanyaan tentang relevansi perjuangan kelas dalam teori Marxis kembali menjadi perdebatan akademis. Banyak yang berpendapat bahwa perjuangan kelas masih ada, meskipun dalam bentuk yang lebih kompleks. Ketimpangan ekonomi yang semakin besar antara kelas kaya dan miskin di negara-negara maju maupun berkembang menegaskan bahwa masalah eksploitasi yang dikritik oleh Marx masih relevan.
Perjuangan Kelas di Era Neoliberal dan Globalisasi
Era globalisasi dan neoliberalisme, yang dimulai pada akhir abad ke-20, membawa perubahan signifikan terhadap dinamika perjuangan kelas. Di satu sisi, kapitalisme global telah menciptakan kemajuan ekonomi di beberapa wilayah dunia, tetapi di sisi lain, ia juga memperdalam ketimpangan ekonomi global. Kelas borjuis sekarang bukan hanya terdiri dari kapitalis lokal, tetapi juga korporasi multinasional yang memiliki kendali besar atas sumber daya dan pasar internasional.
Perjuangan kelas di era modern ini juga menjadi lebih tersembunyi dan terfragmentasi. Di negara-negara maju, ketidaksetaraan meningkat tajam, di mana kelas pekerja terpinggirkan oleh perkembangan teknologi dan outsourcing. Di negara-negara berkembang, kelas pekerja seringkali terjebak dalam kondisi kerja yang eksploitatif, dengan upah rendah dan sedikit perlindungan sosial. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan baru tentang bagaimana perjuangan kelas harus didefinisikan dan diperjuangkan di era global ini.
Selain itu, gerakan sosial yang berakar pada perjuangan kelas kini sering bersinggungan dengan isu-isu identitas, seperti ras, gender, dan lingkungan. Contoh seperti gerakan "Occupy Wall Street" yang menentang keserakahan korporasi dan ketidaksetaraan ekonomi, serta gerakan buruh di negara berkembang yang memperjuangkan hak-hak pekerja di pabrik-pabrik global, menunjukkan bahwa perjuangan kelas tetap menjadi isu yang relevan, meskipun dengan wajah yang berbeda dari masa Marx.
Relevansi Teori Perjuangan Kelas Saat Ini
Dalam konteks modern, perjuangan kelas tidak hanya terjadi dalam bentuk fisik atau revolusi, tetapi juga dalam bentuk resistensi sehari-hari terhadap ketidakadilan ekonomi dan sosial. Kelas pekerja, meskipun terfragmentasi secara global, tetap menjadi kekuatan yang signifikan dalam upaya mengatasi ketimpangan yang semakin melebar.
Pandangan Marxis tentang perjuangan kelas tetap relevan ketika melihat fenomena seperti peningkatan ketimpangan kekayaan, peran dominan korporasi dalam politik global, dan marjinalisasi pekerja dalam ekonomi modern. Meskipun bentuk perjuangannya telah berubah, prinsip dasar bahwa ketimpangan struktural dalam distribusi kekayaan dan kekuasaan menyebabkan konflik sosial tetap berlaku. Selain itu, teori Marxis juga memberikan kerangka untuk menganalisis bagaimana kekuatan-kekuatan ekonomi global bekerja untuk mempertahankan status. Seperti yang terlihat dalam gerakan sosial kontemporer, banyak kelompok yang menentang kekuasaan korporasi, perubahan iklim yang didorong oleh eksploitasi kapitalis, serta ketidakadilan ekonomi yang terus berkembang, beroperasi dalam semangat perjuangan kelas.
Kesimpulan
Perjuangan kelas dalam teori Marxis, dari masa Karl Marx hingga dunia modern, telah melalui berbagai transformasi sesuai dengan perkembangan ekonomi dan politik global. Meskipun kapitalisme telah mengalami perubahan signifikan, ketidaksetaraan ekonomi dan kekuasaan yang menjadi dasar teori perjuangan kelas tetap relevan dalam menganalisis dinamika sosial dan politik hari ini.
Teori perjuangan kelas terus menawarkan kerangka analisis yang berguna untuk memahami ketimpangan dalam masyarakat modern, serta memberikan inspirasi bagi gerakan-gerakan sosial yang berjuang melawan eksploitasi dan ketidakadilan di seluruh dunia. Dengan demikian, meskipun dunia telah banyak berubah sejak masa Marx, gagasan perjuangan kelas tetap hidup dan relevan dalam konteks masyarakat global saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H