Mengurai Paradigma Hubungan Internasional: Analisis Persamaan dan Perbedaan Realisme, Neo-Realisme, Liberalisme, dan Neo-Liberalisme
Hubungan Internasional (HI) sebagai disiplin ilmu telah berkembang dengan berbagai teori yang menawarkan perspektif berbeda dalam memahami dinamika politik global, termasuk Realisme, Neo-Realisme, Liberalisme, dan Neo-Liberalisme. Masing-masing teori ini memberikan kerangka analitis yang berguna untuk memahami bagaimana negara-negara dan aktor global lainnya berinteraksi dalam sistem internasional. Realisme dan Neo-Realisme menyoroti pentingnya kekuasaan dan konflik dalam sistem anarkis, sementara Liberalisme dan Neo-Liberalisme lebih optimis, menekankan kerja sama internasional dan peran institusi global. Meskipun berbeda dalam pendekatan, teori-teori ini sama-sama memberikan wawasan penting tentang bagaimana struktur kekuasaan, kepentingan nasional, dan aktor non-negara memengaruhi dinamika global. Esai ini akan mengeksplorasi persamaan dan perbedaan di antara teori-teori tersebut serta bagaimana mereka memberikan pandangan unik mengenai sistem internasional.
Realisme
Realisme adalah salah satu teori paling berpengaruh dalam Hubungan Internasional yang berfokus pada sifat anarkis sistem internasional, di mana tidak ada otoritas pusat yang mengatur hubungan antarnegara. Dalam kondisi ini, negara dipandang sebagai aktor utama yang rasional dan selalu berusaha memaksimalkan kepentingan nasional mereka, terutama terkait kekuasaan dan keamanan. Realisme menekankan bahwa hubungan antarnegara bersifat konflikual, karena negara-negara selalu bersaing untuk memperkuat kekuasaan mereka guna bertahan hidup dalam sistem yang tidak pasti dan penuh potensi ancaman.
Tokoh-tokoh penting seperti Thucydides, Machiavelli, dan Hans Morgenthau menekankan bahwa perilaku negara didorong oleh kepentingan kekuasaan yang tidak bisa dihindari. Negara, dalam pandangan realisme, terlibat dalam perlombaan kekuatan dan sering kali menghadapi dilema keamanan (Security Dilemma), di mana tindakan untuk meningkatkan keamanan seeperti memperkuat militer justru dipandang sebagai ancaman oleh negara lain. Secara keseluruhan, teori ini memberikan pandangan pragmatis tentang hubungan internasional, di mana konflik dianggap lebih dominan daripada kerja sama, dan kepentingan kekuasaan menjadi pendorong utama dalam interaksi antarnegara.
Neo-Realisme
Neo-Realisme, atau Realisme Struktural, dikembangkan oleh Kenneth Waltz sebagai pengembangan dari Realisme klasik. Jika Realisme klasik menekankan bahwa konflik antarnegara dipicu oleh sifat manusia, Neo-Realisme lebih menyoroti struktur sistem internasional yang anarkis. Artinya, tidak ada otoritas pusat yang mengatur negara-negara, sehingga negara harus bertindak berdasarkan tekanan dari sistem itu sendiri, bukan semata-mata karena ambisi kekuasaan individu.
Dalam Neo-Realisme, distribusi kekuasaan antarnegara, misalnya apakah sistem internasional bersifat bipolar (dua kekuatan besar) atau multipolar (banyak kekuatan besar), menjadi faktor utama yang memengaruhi stabilitas internasional. Sistem bipolar dianggap lebih stabil karena hanya ada dua kekuatan yang bersaing, sementara sistem multipolar cenderung lebih rawan konflik karena banyak aktor yang berusaha mencapai dominasi. Dengan kata lain, Neo-Realisme melihat anarki dan distribusi kekuasaan sebagai elemen penting dalam memahami perilaku negara dan dinamika global.
Liberalisme
Liberalisme muncul sebagai respons terhadap pandangan pesimistis dari Realisme dan Neo-Realisme. Teori ini percaya bahwa meskipun sistem internasional bersifat anarkis, negara-negara dan aktor non-negara, seperti organisasi internasional dan perusahaan multinasional, tetap bisa bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Liberalisme, institusi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), norma-norma global, dan hubungan perdagangan antarnegara dapat membantu menciptakan perdamaian dan stabilitas.
Liberalisme juga menekankan pentingnya peran individu, aktor non-negara, serta demokrasi dalam mendorong kerja sama internasional. Teori ini optimis bahwa interdependensi ekonomi dan diplomasi lebih efektif untuk mencapai perdamaian daripada sekadar mengandalkan kekuatan militer. Jadi, dengan adanya kerjasama antarnegara dan aktor global, perdamaian dan stabilitas lebih mungkin tercapai.
Neo-Liberalisme
Neo-Liberalisme muncul sebagai versi modern dari Liberalisme klasik, dengan fokus yang lebih besar pada peran institusi internasional dalam memfasilitasi kerja sama. Teori ini, seperti yang dikembangkan oleh tokoh seperti Robert Keohane, mengakui adanya anarki tetapi menekankan bahwa institusi internasional dapat mengurangi ketidakpastian dan membantu negara-negara untuk saling bekerja sama meskipun tidak ada otoritas global yang mengatur. Neo-Liberalisme berpendapat bahwa meskipun negara adalah aktor utama, perilaku mereka tidak hanya ditentukan oleh kepentingan kekuasaan tetapi juga oleh aturan dan norma yang diciptakan oleh lembaga-lembaga internasional. Melalui institusi ini, negara-negara dapat menciptakan mekanisme untuk memperkuat kepercayaan dan transparansi, mengurangi potensi konflik.
Kesimpulan
Realisme, Neo-Realisme, Liberalisme, dan Neo-Liberalisme semuanya menyadari bahwa sistem internasional bersifat anarkis tidak ada otoritas global yang absolut. Namun, mereka menawarkan penjelasan yang berbeda tentang bagaimana anarki ini memengaruhi perilaku negara. Selain itu, keempat teori ini juga sepakat bahwa negara adalah aktor penting dalam sistem internasional, meskipun Liberalisme dan Neo-Liberalisme juga mengakui peran aktor non-negara.
Perbedaan utama antara Realisme dan Neo-Realisme dengan Liberalisme dan Neo-Liberalisme terletak pada cara mereka melihat kemungkinan kerja sama antarnegara. Realisme dan Neo-Realisme cenderung skeptis terhadap peluang kerja sama jangka panjang, percaya bahwa negara-negara selalu bersaing untuk kekuasaan dan bertindak demi kepentingan mereka sendiri. Sebaliknya, Liberalisme dan Neo-Liberalisme optimis bahwa kerja sama internasional tidak hanya mungkin, tetapi juga diperlukan untuk menjaga stabilitas global. Perbedaan lainnya adalah fokus analitis mereka. Sementara Realisme menekankan kepentingan individu negara dan pemimpin, Neo-Realisme lebih berfokus pada struktur sistem internasional. Di sisi lain, Liberalisme menekankan pentingnya institusi, perdagangan, dan nilai-nilai demokrasi, sementara Neo-Liberalisme menyoroti peran penting institusi internasional dalam membentuk perilaku negara.
Teori-teori Realisme, Neo-Realisme, Liberalisme, dan Neo-Liberalisme menawarkan perspektif yang beragam tentang bagaimana hubungan internasional beroperasi. Meskipun mereka memiliki perbedaan fundamental dalam cara pandang terhadap sistem internasional, masing-masing teori memberikan wawasan yang berharga mengenai cara negara-negara dan aktor-aktor global berinteraksi. Dalam era globalisasi yang terus berkembang, pemahaman mendalam tentang perbedaan dan persamaan di antara teori-teori ini sangat penting untuk memahami dinamika politik dunia masa kini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H