Mohon tunggu...
Ferika Sandra
Ferika Sandra Mohon Tunggu... Penulis - Mahasantri Kontemporer

Saat ini sedang dalam masa inkubasi di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang - Jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Politik

Elegi Dualisme PC PMII

21 Januari 2021   02:36 Diperbarui: 21 Januari 2021   02:42 1002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wadah Gagasan

Idealnya harus ada penengah untuk meredam kedua belah pihak agar tetap satu gagasan dalam berorganisasi. Sebab, jika berlarut-larut dualisme kepemimpinannya juga akan berdampak pada aksibilitas dan keberlangsungan organisasi kedepannya. Hal ini tentu akan berdampak pada segala hal yang berkaitan dengan organisasi.

Memang ego sektoral dari kedua kubu selalu memiliki pembenar untuk selalu menjadi yang terbaik. Namun perlu digarisbawahi bahwa segala sesuatu tersebut perlu diredakan terlebih dahulu guna keberlangsungan organisasi agar lebih baik kedepannya. Agar penyalurkan gagasan dengan akses  orgasnisasi tidak terjadi kendala.

Sehingga niatan awal organisasi gerakan mahasiswa dalam mewadahi gagasan yang ingin disampaikan tetap berjalan sempurna tanpa ada konflik kepentingan. Sebab keinginan untuk terus mengembangkan kemampuan dan ikut berpartisipasi sekaligus turut serta aktif dalam kegiatan keorganisasian menjadi salah satu hal yang menarik bagi mahasiswa.

Bisa menjadi bagian dari Organisasi Gerakan Mahasiswa adalah salah satu jalan untuk bisa mewadahi gagasan agar tetap bisa menjaga kewarasan. Hamat saya organisasi Gerakan Mahasiswa akan memberikan kontribusi penuh terhadap anggotanya dalam belajar didunia pergerakan dan politik kampus.

Tentu bukan gerakan yang pragmatis dan politik praktis. Sepemahaman penulis fungsi gerakan mahasiswa sebagai kontrol sosial cukup mendapat beban moral. Hal ini menjadi penengah antara kaum elite dan alit agar menjadi mediator publik. Fungsi taktis inilah bisa diasah melalui grakan mahasiswa sebagai kontrol sosial dengan dua cara.

Pertama, peran mahasiswa sebagai alarm dimana mahasiswa berfungsi sebagai pemberi sinyal adanya kesenjangan antara harapan publik dan penguasa sebagai pemberi hak publik. Secara otomatis, sinyal itu menjadi alarm bagi pemerintah untuk melakukan koreksi diri. Dengan kata lain, mahasiswa melakukan gerakan untuk mengingatkan pemerintah melalui aksi-aksi mahasiswa, baik aksi agitasi maupun aksi turun ke jalan.

Kedua, peran mahasiswa sebagai palu yang merupakan alternatif berikutnya yang ditempuh ketika peran sebagai alarm tidak membuahkan solusi pasti. Pada tahap ini gerakan mahasiswa langsung berdampak pada perubahan sosial. Mahasiswa tidak lagi bersifat pasif, akan tetapi lebih aktif dalam melakukan perubahan sosial. Peran mahasiswa dalam melakukan kontrol sosial mutlak diperlukan untuk mencegah adanya akumulasi kekuasaan di tubuh pemerintahan yang sedang berjalan.

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun