Mohon tunggu...
fery anugrah
fery anugrah Mohon Tunggu... -

Feri Anugrah, penikmat kopi hitaml di Bandung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Manusia Perusak

1 November 2010   02:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:57 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

<!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:Calibri; panose-1:0 0 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-format:other; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:3 0 0 0 1 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt; margin-left:0cm; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:Calibri; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:IN;} @page Section1 {size:595.3pt 841.9pt; margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt; mso-header-margin:35.4pt; mso-footer-margin:35.4pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} -->
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}

Manusia Perusak

“Telah nampak keruksakana di daratan dan di lautan disebabkan oleh tangan-tangan manusia...”

Kalau kita melihat penggalan ayat di atas, kita akan merenung sejenak. Kenapa merenung? Karena ternyata manusia itu jahat dan kurang ajar. Betapa tidak, bumi tang Tuhan ciptakan dengan indah tapi keindahan dan kemegahan Tuhan itu bisa rusak oleh tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. Kenapa manusia menjelma dengan sifat merusak? Logika sederhananya karena manusia itu mahluk yang mempunyai sifat baik dan buruk. Dan dalam kehidupan nyata, kedua hal itu bisa silih berganti mendominasi dan mengendalikan dirinya.

Para ahli ilmu Dakwah mengatakan kalau dalam diri manusia itu ada dua sifat yang bakal menonjol dalam kehidupan sehari-harinya dan kedua sifat itu bisa mendominasi satu sama lain. Pertama, sifat ke-Malaikatan atau keshalehan. Kalau dalam kehidupan sehari-hari sifat ini yang mendominasi, maka semua tingkah lakunya baik dan shaleh serta keimananya sedanga ada di puncak. Berkehidupan dalam hal terkecil seperti mengatur diri sendiri, mengendalikan diri, atau dalam keluarga serta berkehidupan bernegara dan berbangsa, pasti akan mengahsilkan sesuatu yang berguna dan banyak faidahnya.

Manusia akan lebih giat beribadah pada Tuhanya. Terus juga dia akan lebih intens dalam interaksi dengan lingkungan sosial di sekitarnya. Menciptakan program yang progres demi kemanfaatan lingkunganya. Perlu dicatat, manusia kalau sudah dikuasai oleh sifat keshalehan atau kemalaitan maka interaksi komunikasi transendental vertikal dan interaksi komunikasi horizontal akan berjalan seimbang. Kalau sudah seimbang maka lingkungan di sekitarnya tidak akan pernah dirusak dan dijamah dengan rakus oleh “begundal-begundal” kurang ajar yang mementingkan kehidupan pribadinya dan kaumnya. Esensialnya, kesalehan diri bisa berimbas pada hal yang ada di sekitarnya dalam arti berimbas positif. Lingkungan dan ekosistem akan mulus dan tetap aman dari tangan manusia kotor.

Kedua, sifat keburukan atau kesetanan. Jangan heran dengan kata-kata ini, karena memang begitu adanya. Manusia kalau sudah dikuasai oleh setanisme dan isme-isme lain yang negatif, maka kerusakanlah yang datang. Contoh sederhana di lingkungan kita. Kalau kita dikuasai oleh setanisme, kesadaran lingakungan tidak ada. Buang sampah sembarangan, selokan mampet penuh runtah dibiarkan saja, dan lain sebagainya. Contoh yang lebih nyata dan besar, sawah yang hijau penghasil beras dirubah jadi lingkungan elit perkantoran para pemegang kebijakan. Ruang terbuka hijau (RTH) sudang berkurang sehingga anak-anak komplek tidak bisa bermain bola di lahan terbuka karena sudah jadi arena main orang berduit tebal. Tidak puas dengan itu, manusia yang didominasi oleh sifat keburukan, merentangkan sayang setanismenya pada hutan tropis indonesia. Hutan indonesia yang menjadi poros dan sumber penyelamat global warming kini dibabat perlahan tapi pasti menuju kehancuran. Sehingga pulau Kalimantan yang dulu terkenal garang dan seram karena hutannya, kini menangis meratapi nasibnya yang sudah gundul diserang manusia bejad.

Maka jangan heran kalau terjadi banjir di mana-mana, longsor, dan lainya. Ini akibat tangan manusia yang dikendalikan hawa negatif. Sifat kemalaikatanya sedang goyah dan kalah oleh sifat keburukan yang ada dalam diri manusia itu. Kerugian besar kalau ekses negatif datang gara-gara “diundang” oleh manusia tidak bertanggung dengan cara merusak alam sekitarnya. Bukan hanya merugikan lingkunganya, tapi tempat yang lain pun terkena akibat buruk tersebut.

Kota Bandung yang terkenal dengan sebutan Varis pan Java, tidak luput dari tamu tahunan yaitu banjir. Banjir akibat sungai Citarum meluap ini seolah dibiarkan begitu saja dan tidak pernah ada ada solusi signifikan. Manusia yang kehilangan kepedulian, manusia yang disifati oleh setanisme, sudah kehilangan naluri kepekaanya pada lingkungan yang ditinggali.

Jakarta sering banjir, itu tradisi setiap musim hujan datang. Selain karena Jakarta sudah tidak kuat menahan kekotoran dan kesemerawutan tata kota dan permasalahan lingkungan yang kian kompleks, banjir tahunan itu juga datang dan dikirim oleh tetanganya yaitu Bogor, Jawa Barat. Koq bisa Bogor mengirimkan banjir? Tentu saja bisa. Wong di Puncak, Bogor yang hijau nan indah itu kini banyak vila-vila elit birokrat baik yang legal mau pun ilegal berdiri dengan gagahnya. Sehingga kehadiran vila-vila itu mengganggu stabilitasi ekosistem di lingkungan itu. Maka wajar kalau banjir datang terus setiap tahun. Sehingga wacana kepindahan ibu kota negara dari Jakarta ke kota lain, itu salah satu alasanya karena alam sudah tidak lagi kondusif untuk melakukan aktifitas kenegaraan.

Sekarang tinggal kita bagaimana memenej diri agar jadi diri yang punya hasil yang positif atau manusia buruk dengan input buruk juga. Mau jadi manusia buruk atau baik? Jawabanya ada pada diri masing-masing. Bertanyalah pada diri kita dan jangan bertanya pada rumput yang bergoyang.

Berguru pada kenyataan

Pada mahluk Tuhan

Yang katanya tak berakal

Mendung datang lagi

Setelah hangat sebentar

(Iwan Fals)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun