Mohon tunggu...
Ferhat Ferhatt
Ferhat Ferhatt Mohon Tunggu... -

Ferhat, lahir di Banda Aceh, 24 September 1985. Menamatkan pendidikan di Fakultas Ekonomi Unsyiah. Tahun 2001 bergabung dengan Forum Lingkar Pena (FLP) Aceh. Pernah menjabat menjadi ketua Umum FLP Aceh periode 2006-2008. Antologi cerpen yang sudah dipublikasikan diantaranya, Bintang di Langit Baiturrahman, Meusyen, Biarkan Aku Bercinta Sendiri, Rumah Matahari Terbit.. Beberapa tulisannya memenangkan lomba kepenulisan seperti yang diselenggarakan oleh Dokarim, BRR-Aceh Institute, Plan Aceh, BKKBN Aceh, Impact-Mercy Crops. Mendapatkan penghargaan sastra dari Balai Bahasa Aceh 2009. Serta beberapa tulisannya juga dimuat di media lokal dan nasional, seperti Harian Aceh, Sabili, Annida, Seputar Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku Mimpi Ayah

17 Maret 2010   08:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:22 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Sepi merangkul rumah. Sudah beberapa hari ini Mulaki tak datang ke rumah. Aku tak begitu peduli sebab itu bukan urusanku. Suara cakapan tak kudengar malam ini. Ibu hanya sendiri, hingga kuyakini sebuah suara mengetuk terdengar nyaring.

Ketukan tengah malam yang membuatku bertanya, siapa diluar sana? Malam larut seperti ini jarang yang ingin bertamu. Suaranya semakin menderas keras. Kutunggu beberapa saat berharap Ibu terbangun untuk membuka pintu. Mungkin Mulaki datang setelah berjanji dengan Ibu.
Namun ketukan itu semakin keras membuatku tak sabar. Untuk apa lelaki itu datang tengah malam begini? Kembali terngiang perkataan Ibu sudah-sudah, ”Jika Mulaki datang, lekas buka pintu!! Dan persilakan ia masuk. Tak masalah jika itu malam hari”

Aku tak ingin diguyur amarah atau tempeleng pedas dari tangannya yang tak pernah mengurusi rumah. Bergegas aku memberanikan diri. Ketika ketukannya terdengar semakin keras, aku semakin tergesa.
Tanpa perlu menyibak tirai, cepatku memutar kunci. Kagetku berubah ketakutan. Lelaki yang ingin kuhindari kini hadir didepanku!
Mata kuyu berjubah putih itu hanya diam tanpa ekspresi. Aku mati langkah. Peganganku pada gagang pintu melemah. Aku gemetar.

Perlahan dia berlalu tanpa melirikku. Masuk ke kamar Ibu yang berjarak tak jauh dari pintu masuk. Berselang menit kemudian, kudengar Ibu berteriak tak karuan.

Perasaanku berubah. Dan bersegera ingin tidur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun