Mohon tunggu...
Gaya Hidup

Boso Kromo Itu Kuno?

9 Oktober 2015   02:30 Diperbarui: 9 Oktober 2015   02:46 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah suatu saat saya ngobrol bersama seorang sahabat di sebuah cafe.
Tiba-tiba HP saya berdering, oh ternyata dari papa "Assalamualaikum, papah pripun khabare?"........ dan lanjutlah percakapan antara saya dan papa dalam bahasa kromo madya.

Setelah selesai menelpon, sahabat saya tersebut bertanya "Eh, kamu sama papa-mu pake boso kromo, jadul banget".
Ah masak, adab berbicara dengan orang yang lebih tua khan menggunakan bahasa kromo, jawab saya.

Sahabat sayapun menjawab "boso kromo itu bikin ada jarak antara orang tua dan anak"

"Ah, enggak juga, saya dari kecil berbicara boso kromo sama orang tua, dan bagi saya orang tua saya adalah sahabat terdekat saya", jawab saya lagi.

Dari kecil memang saya diharuskan berbahasa jawa kromo madya oleh orang tua saya. mereka tidak akan menjawab seandainya saya berbahasa ngoko.
Ini cara orang tua saya menanamkan rasa hormat saya terhadap mereka.

Itu sebabnya saya sangat fasih berbahasa kromo madya, sedikit-sedikit saya juga mengerti kromo inggil.

Efeknya teman, tetannga, saudara dan sepupu saya juga berbahasa kromo madya dengan papa saya.

Kalopun ada yang tidak berbahasa kromo dengan beliau, paling dibelakang ngrememeng "Bocah kok rak iso boso" tongue emotikon
Saya paling menanggapi "Ngih kersane pah, tiyang khan benten-benten"

Terus terang saya berkomunikasi dengan orang tua saya cukup intensif, rata-rata 3-4 kali seminggu, itupun berjam-jam sekali telpon.
Bukan sekedar curhat, apapun kami bahas dari isu sosial, politik, lingkungan hidup, parenting, bisnis, anything dech.
Dan tentunya semua dalam bahasa kromo madya.

Jadi mitos bahwa boso kromo itu menjadikan para pembicaranya berjarak tidak terbukti.
Totally hoax !!!

Lebih lucu lagi, saat suami saya ingin berkomunikasi dengan papa, mau ga mau saya harus menterjemahkan bahasa inggris ke boso kromo.
Rempongkah ...... tidak juga, karena memang sudah biasa.

Nah efek baiknya, juga sedikit-dikit Ivo belajar boso kromo gegara nguping pembicaraan emaknya denga kakungnya.

Dari situ saya bisa menjelaskan bahwa dalam bahasa jawa memang ada tiga tingkatan yaitu ngoko, kromo madya dan kromo inggil.

Ngoko itu bahasa sehari-hari, lazimnya digunakan antar teman sebaya atau terhadap yang lebih muda.
Kromo madya itu digunakan untuk berbicara dengan orang yang lebih tua atau dituakan.
Kromo Inggil itu digunakan untuk berbicara dengan orang ningrat (darah biru).

Selain itu karena kebiasaan saya berbahasa kromo madya, saya juga seolah meng-kromokan bahasa inggris, terutama saat saya berkomunikasi lewat e-mail dengan klien dan suplier.

Ini sangat menguntungkan karena dengan bahasa yang penuh hormat maka klien maupun suplier akan selalu membantu kita.

Berbahasa yang baik itu tidak ada ruginya.
So meski mindset kita global, filosofi akar budaya kita jangan pernah dilupakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun