Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi bukan lagi merupakan suatu hal yang tabu untuk dibahas. Kemajuan keduanya membuat dunia sarat akan modernisasi dan peradaban. Pun dengan sumber daya manusia yang kini didukung dengan berbagai kecerdasan buatan, perkembangannya terbilang sangat agresif dan superfast.
Di samping itu, beberapa aspek warisan leluhur seperti ideologi, filsafat dan teologi yang bersifat dogmatis perlu menyesuaikan dengan zaman tanpa menghapus nilai pesan yang terkandung. Penyesuaian ini tidak menuntut perubahan dasar keyakinan apalagi sampai merubah pondasi keyakinan itu sendiri.
Memang, jika bicara soal keyakinan berarti kita bicara soal problem perenial yang tidak kunjung usai. Perdebatan panjang bahkan sudah banyak terjadi sejak zaman para pendahulu. Diantara persoalan yang paling populer diperdebatkan adalah persoalan tentang keberadaan Tuhan.
Bicara tentang Tuhan berarti bicara tentang sesuatu yang bersifat abstrak. Bicara tentangNya juga berarti bicara tentang agama dan segala dogmanya. Di zaman ini, zaman yang terbilang sudah sangat dewasa untuk mengerti banyak hal dengan memanfaatkan teknologi, membuka banyak peluang para ilmuan untuk mengobservasi lebih dalam akan kebenaran.
Baca juga: Argumen Moral tentang Keberadaan Tuhan: Michael Martin.
Dulu, sekitar awal abad 11, orang-orang di Eropa belum mempercayai adanya jenis penyakit menular yang sangat membahayakan yang bernama Tuberculosis (TBC) yang digagas Ibnu Sina (Avicena), mereka lebih mempercayainya sebagai kutukan. Sampai pada tahun 1590 M ditemukan alat bernama mikroskop oleh Zacharias Janssen dibantu oleh Hans Janssen, alat yang dapat membantu manusia melihat yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang, kemudian mereka dapat mengidentifikasi penyebaran virus TBC dan kemudian mempercayai keberadaannya.
Tapi tidak dengan Tuhan. Kemajuan teknologi secanggih apapun agaknya tidak akan mampu untuk mengidentifikasi keberadaanNya secara eksplisit. Tuhan yang menyandang sifat ghaib (abstrak) rupanya sampai saat ini tidak terbantahkan. Hal ini seringkali menimbulkan skeptisisme akan keberadaaNya. Bagaimana tidak, manusia yang kini memiliki berbagai kecerdasan buatan untuk mengetahui apa yang dulu dianggap tidak ada dan tidak mungkin keberadaanya, yang kini dapat memahami berbagai teori dan konsep yang dulu tidak masuk diakal, belum mampu membuktikan keberadaan Tuhan secara eksplisit, sebagaimana mereka mampu membuktikan keberadaan sub-tom yang super kecil, yang katanya tidak terikat oleh waktu.
Sekali lagi tidak dengan Tuhan. Maka, jika kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat diandalkan, mari kita lihat beberapa argumen yang dicanangkan oleh beberapa filsuf dan ilmuwan kenamaan pada masanya akan keberadaan Tuhan.
Ada beberapa argumen yang dapat digunakan dalam pembuktian Tuhan dan terbagi menjadi 2 bagian: yang pertama adalah Argumen Apriori (berdasarkan akal), dan yang kedua Argumen Aposteriori (berdasarkan pengalaman). Berikut adalah rinciannya:
1. Argumen Apriori
- Argumen Ontologis
2. Argumen Aposteriori
- Argumen Kosmologis
a. Argumen First Cause
b. Argumen Kontingensi
- Argumen Teleologis
- Argumen Design
- Argumen Taruhan
- Argumen Moral
- Argumen Religius Experience
Baca juga: Ketika Corona Membuktikan Keberadaan Tuhan
Pada tulisan kali ini, akan dipaparkan Argumen Kosmologis akan Keberadaan Tuhan.
Disebut Argumen Kosmologis karena pernyataannya berdasarkan penglihatan terhadap alam semesta. Argumen yang tergolong aposteriori ini memiliki dua jenis: yang pertama adalah Argumen First Cause dan yang kedua adalah Argumen Kontingensi.
- Argumen First Cause, pertama kali dipelopori oleh Aristoteles, adalah argumen yang berisi pernyataan bahwa segala sesuatu memiliki sebab dan sebab yang paling awal adalah yang keberadaannya tidak disebabkan oleh apapun, ialah Tuhan. Argumen ini memiliki beberapa tahapan premis yang perlu dipahami dan direnungkan sebagai berikut:
1. Segala sesuatu yang ada pasti ada sebabnya. Ini merupakan pernyataan dasar yang dapat dipahami dengan mudah. Sebagai contoh, cobalah lihat manusia. Keberadaan manusia meniscayakan adanya sebab yang menjadi alasan keberadaannya di muka bumi, yaitu kelahiran. Tengoklah awan, keberadaan awan di langit pun meniscayakan adanya sebab yang menjadi alasan akan keberadaannya, ialah penguapan air yang terjadi di siang hari. Dengan ini, kita memahami bahwa segala sesuatu yang ada tidak mungkin ada begitu saja tanpa adanya sebab.
2. Tidak ada sesuatu pun yang menjadi sebab bagi dirinya sendiri. Sebab selalu diluar akibat. Sebagai contoh, lihatlah kedalam diri anda, apakah keberadaan anda di dunia ini disebabkan oleh anda sendiri?. Apakah kelahiran yang terjadi pada anda merupakan perbuatan anda sendiri?. Tentu saja tidak, semua itu jelas bukan usaha, perbuatan ataupun kehendak yang anda lakukan. Maka tidak ada satu hal pun di dunia ini dimana ia menjadi sebab akan keberadaannya. Begitu seterusnya akan keberadaan orang tua kita, ayah, ibu, kakek sampai kepada sebab pertama yang tidak disebabkan apapun.
3. Tidak mungkin ada rangkaian kausalitas (sebab-akibat) yang tanpa akhir. Jika anda membayangkan diri anda sendiri, maka anda adalah akibat dan orang tua anda adalah sebab. Begitu juga orang tua anda, mereka adalah akibat dan kakek nenek adalah sebab. Dan jika anda bayangkan terus menerus sebab dan akibat ini akan menjadi semacam rangkaian yang tidak mungkin tanpa ada akhirnya. Karena akal manusia tidak mampu untuk meidentifikasi rangkaian kausalitas yang tanpa ada akhirnya, maka pasti ada satu sebab yang menjadi akhir dari rangkaian tersebut.
Baca juga: Argumentasi Keberadaan Tuhan #2 (Argumen Kosmologis Kontingensi)
4. Maka ada satu "sebab pertama" yang tidak disebabkan.
5. Jika "sebab pertama" itu dapat didefinisikan sebagai Tuhan.
6. Berarti Tuhan ada.
Argumen First Cause ini dipelopori oleh Aristoteles, disempurnakan oleh Thomas Aquinas dan dibantu oleh Ibnu Rusyd dan ulama sezamannya.
Kesimpulan:
- Segala sesuatu yang ada pasti ada sebabnya.
- Tidak ada sesuatu pun yang menjadi sebab bagi dirinya sendiri.
- Tidak mungkin ada rangkaian kausalitas (sebab-akibat) yang tanpa akhir.
- Maka ada satu "sebab pertama" yang tidak disebabkan.
- Jika "sebab pertama" itu dapat didefinisikan sebagai Tuhan.
- Berarti Tuhan ada.
Allahu A'lam
(Berlanjut ke Argumen Keberadaan Tuhan #2)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H