Oleh Ferdi Indrawan.
Ketika mendengar atau melihat jargon "ketika aku dan kamu menjadi kita" maka yang terlintas dipikiran kita adalah cinta dan bersatu. Menyatu nya dua insan merupakan salah satu hasil yang penuh perjuangan, melalui berbagai macam rintangan dan jurang terjal yang dapat membuat kita tergelincir sewaktu-waktu, namun semua itu dapat dilalui jika kita dapat menghargai keberagaman dan menjunjung tinggi kemaslahatan bersama daripada ego semata.
Berbicara keberagaman membuat kita semakin cinta dan bangga akan negeri yang saat ini kita diami, Indonesia. Sebuah negara yang berisikan berbagai macam suku bangsa dan agama yang sangat rukun dan penuh toleransi. Mengenai masalah keberagaman, Indonesia pernah melalui masa-masa sulit dikala terjadi gesekan didalam keberagaman tersebut. Masih terekam dengan jelas di memori kita mengenai berbagai kerusuhan antar etnis dan agama, salah satunya seperti peristiwa Ambon pada tahun 1999.
BBC Indonesia melalui akun Youtube miliknya meng-upload sebuah video dokumentasi mengenai dua orang pemuda yang pada masa itu menjadi pejuang dari konflik antar umat beragama pada peristiwa Ambon. Dokumenter ini mengisahkan pengalaman dua orang tersebut ketika konflik terjadi, dua orang tersebut ialah Ronald Regang dan Iskandar Slameth.
Mereka menceritakan betapa kelamnya masa kecil mereka pada masa itu karena telah terbiasa melihat mayat dan darah, bahkan melihat teman dan keluarga mereka terbunuh didepan mata, sebuah pemandangan yang sangat mempengaruhi mereka untuk membalas balik apa yang sudah "lawan" mereka karena pilihannya hanya ada dua, membunuh atau dibunuh. Mereka tak segan untuk membunuh mereka yang berseberangan pada saat itu, karena konflik inilah mereka akhirnya mengalami trauma dan merasa selalu didatangi oleh orang yang mereka bunuh lewat mimpi.
Konflik inipun akhirnya berhasil dikendalikan melalu sebuah perjanjian yaitu perjanjian Malino yang berisikan perdamaian. Namun mereka masih belum bisa move on atau melupakan kejadian yang mereka alami setelah berbagai macam kejadian terjadi kepada mereka, dendam pun masih bersemayam pada diri mereka. Hingga pada tahun 2006 lewat sebuah acara perdamaian Young Ambassador For Peace mereka dipertemukan kembali, merasa masih adanya dendam yang tersimpan pada diri mereka Ronald dan Iskandar hampir saling bunuh membunuh yang untungnya dapat dipisahkan oleh panitia.
Tidak sebentar pada pertemuan itu untuk membuat mereka dapat memaafkan dan memahami satu sama lain, tepatnya memakan waktu sekitar satu minggu. Mereka disana saling menulis dendam mereka pada sebuah kertas yang selanjutnya mereka bakar sebagai luapan emosional yang selama ini mereka tahan dan merekapun saling memberikan penjelasan kenapa mereka begitu dendam dengan sudut pandang dari kelompok mereka pada saat itu.
Mereka akhirnya saling maaf memaafkan dan menjadi sahabat yang sangat dekat hingga sekarang. Keadaan setelah perjanjian membuat Ambon semakin berbenah dan membangun kembali nilai-nilai sosial masyarakat yang telah retak, sejarah kelam inilah yang semestinya menjadi pelajaran bagi kita untuk senantiasa bersatu dan maju bersama untuk mencapai tujuan yang lebih baik.
Belum lama ini masyarakat dunia dihebohkan dengan kemunculan virus baru yang sangat cepat penularannya yaitu virus Corona atau covid-19 yang konon katanya berasal dari suatu pasar hewan di Wuhan, Republik Rakyat Tiongkok. Karena tingkat penyebarannya yang sangat tinggi, virus Corona ini sudah menyebar hampir ke seluruh pelosok dunia, masyarakat dunia pun dibuat panik dan kewalahan dalam menghadapinya.
Data yang didapat dari situs John Hopkins University per 26 Maret 2020, virus Corona sudah menjangkiti sekitar 480 ribu orang dari 175 Negara dan menewaskan sekitar 20 ribu orang, syukurnya terdapat 117 ribu orang yang telah sembuh dari covid-19 ini.
Virus yang penyebarannya melalui media droplet dan menyerang paru-paru ini tidak pandang bulu dalam menginfeksi korbannya, berbagai lapisan masyarakat dan status sosial satu persatu dijangkiti oleh virus ini tanpa peduli kaya atau miskin, muda atau tua, masyarakat biasa atau pejabat, agama islam atau agama Kristen.
Menghadapi sebuah virus yang ukuran nya hanya 150 nanometer bukanlah perkara mudah, terlebih lagi dengan segala keberagaman yang ada. Perlu adanya kesadaran pada masing-masing individu untuk tidak saling menyalahkan dan memberikan aksi nyata dalam kontribusinya melawan virus ini.
Dengan melihat kembali sejarah kerusuhan Ambon.
Sudah saatnya kita menjadikan momentum wabah virus Corona ini sebagai sebuah alat persatuan yang mempererat rasa persaudaraan dan kebersamaan antar masyarakat tanpa memandang etnis, suku, agama. Bukan saatnya lagi kita untuk menyalahkan satu sama lain, menyalahkan gubernur, menyalahkan presiden. Kita perlu membangun kembali nilai-nilai sosial yang mulai luntur, karena masalah wabah virus Corona ini adalah masalah kita bersama.
Kita hanya perlu bersatu dalam mentaati segala perintah yang telah diputuskan contohnya seperti menjaga jarak, mencuci tangan, tidak keluar rumah, menjaga etika batuk dan bersin, tidak pergi ke daerah dimana virus menyebar. Perlu dipikirkan kembali, hanya saat ini saja kita dapat menyelamatkan dunia dan seisinya terkhususnya Indonesia hanya dengan rebahan dirumah.
Oleh karena itu, lewat tulisan ini saya mengajak kita semua untuk melawan bersama virus Corona ini, dan buktikan kepada dunia bahwa Indonesia dengan keberagamannya dapat bersatu dan saling bahu membahu untuk "mengusir" virus Corona dari Indonesia. Tidak ada lagi aku dan kamu, adanya KITA !.
Sekian dan Terimakasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H