Mohon tunggu...
Ferdianus Gato
Ferdianus Gato Mohon Tunggu... Relawan - why?

voluntarisme

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Susah Sinyal: Ironi Anak Perbatasan Ende-Nagekeo

27 April 2020   20:07 Diperbarui: 27 April 2020   20:14 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
POS-KUPANG.COM/LAUS MARKUS GOTI

Jadi, tidak mengherankan bahwa hampir setiap hari akan dijumpai beberapa orang di pesisir pantai dan sibuk dengan gadget-nya. Itu pun bila cuaca mendukung, jika tidak maka pencariannya sia-sia. HP Android mungkin tidak akan bersahabat dengan kami. Bukan soal kami tidak mahir menggunakannya. Tentu kalian sudah mulai paham apa alasannya.

Belajar dari rumah (?)
Sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan Corona Virus 2019 (Covid-19) sebagai pandemi, dunia seakan dibangunkankan dan bergerak untuk memerangi penyebarannya. Kepanikan tentu terlihat di mana-mana. Dari pusat hingga ke desa-desa. Suasana yang mungkin kami rasakan ialah aktifitas penjagaan yang ketat oleh aparat keamanan dan tim medis di area perbatasan. 

Sekali lagi desa kami adalah wilayah perbatasan antara Kabupaten Ende dan Kabupaten Nagekeo. Hemat saya aparat keamanan dan tim medis yang bertugas/ditugaskan di tempat kami ini bukan hanya resah dengan penyebaran wabah virus corona tetapi juga jaringan telekomunikasi yang sama sekali tidak membantu atau bahkan menghambat pekerjaan mereka sebagai garda terdepan dalam memerangi covid-19. Informasi daring tentu tidak akan mudah dijangkau sebagaimana mestinya.

Dampak kedua yang sangat dirasakan adalah ditutupnya sekolah-sekolah. Sebagai informasi, di Desa Ondorea Barat terdapat bebarapa persekolahan seperti TK/PAUD, SDK dan SMP. Sekolah sebagai mitra masyarakat dalam melaksanakan fungsi pendidikan, tentu untuk sementara kegiatan belajar mengajarnya lumpuh total. 

Lantas situasi ini seakan diselamatkan oleh wacana belajar dari rumah. Toh partisipasi sadar dan aktif untuk belajar, banyak ditentukan oleh tugas-tugas belajar dan pengarahan edukatif yang dilancarkan di sekolah. 

Bagi masyarakat pedesaan seperti kami tentu sumber-sumber belajar akan sangat minim bila semua siswa diarahkan untuk belajar dari rumah. Prinsip minus malum mungkin dapat membenarkan aktifitas ini. Keleluasaan mengakses media online akan sangat penting. Sebagian besar sarana-prasarana serta proses pembelajarannya berkaitan erat dengan media online.

Belajar dari rumah dan wacana pemerintah pusat terkait penyediaan fitur-fitur belajar online yang bisa diakses oleh seluruh pelajar dan mahasiswa adalah nihil terwujud di kampung halaman kami ini. Desa kami tidak ada sinyal!  Tidak semua punya TV di rumah. Jika ada; mungkin chanel yang direkomendasikan oleh pemerintah tak terjangkau jaringannya. 

Bukan soal kepada siapa kami harus mengaduh, tetapi uraian ini sekaligus mengafirmasi presensi para pelajar; anak perbatasan [berpikir sama dengan berada]. Terhadap realita ini, saya senapas dengan salah satu pemikir besar Filsafat Barat Modern J.J. Rousseau; bahwa dalam keadaan 'primitif', manusia bergantung pada benda-benda, tidak pada sesama.

Bersambung
Perlu disadari bahwa kemiskinan golongan-golongan tertentu di dalam masyarakat bukanlah akibat dari kekurangan secara individual, akan tetapi sebagai konsekwensi logis dari kelemahan kedudukan masyarakat tertentu dalam proses kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakat. 

Pada titik ini ijinkan saya mempertanyakan sifat subsider negara dalam menyediakan prasarana-prasarana yang diperlukan masyarakat agar dapat merasa sejahtera. Sebab tiap-tiap orang mempunyai hak yang sama atas keseluruhan sistem yang paling luas dari kebebasan-kebebasan dasar yang sama sesuai dengan sistem kebebasan serupa bagi semua orang (Rawls).

Desa kami butuh tower BTS, terkhusus dalam situasi dan kondisi seperti saat ini. Sangat sulit bagi anak sekolah khususnya, dalam mengakses internet. Kami tidak diliburkan dari sekolah; dari perguruan tinggi; dari  perkantoran tempat kami bekerja. Kami dirumahkan dan bekerja/belajar dari rumah. Sekarang kami sangat kesulitan dalam menjalankan proses bekerja dari rumah atau belajar dari rumah (homeschool) sebagaimana ditegaskan oleh pemerintah. Apa ia, keputusan dari pemerintah pusat ini tidak berlaku untuk warga pedesaan seperti kami?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun