Mohon tunggu...
ferdiansyah azizi zulkarnaen
ferdiansyah azizi zulkarnaen Mohon Tunggu... -

aku orang yang humoris dan easy going...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kata 'Miskin' Dicoret!

24 Juli 2010   08:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:38 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Segala sesuatu ada pasangannya. Bagaimana bila kita kubur hidup-hidup satu pihak agar jadi jomblo, tak ada pasangan? Anda bisa setuju, boleh juga tidak.

Dari sudut pandang agama, demokrasi, atau paham apa pun, segala sesuatu mewajibkan pasangan bagi suatu hal. Bila tak sepasang, maka keseimbangan hidup akan terganggu. Itu betul, tapi bagaimana bila dengan melenyapkan satu pihak agar tak sepasang justru menyeimbangkan hidup?

Dalam fikiran selalu saja ada hal lain bila terpikirkan satu hal. Ada sepasang hal untuk suatu persoalan, contohnya, bila kita berpikir untuk menulis, maka hal untuk tidak menulis juga menyertai. Sama seperti saat berfikir untuk memukul, maka fikiran untuk tidak memukul juga menyertai. Keduanya saling mempengaruhi dan berakhir pada pilihan satu hal.

Banyak masalah pada bangsa Indonesia yang menuntut untuk diselesaikan. Setiap masalah saling berpasangan, seperti ledakan gas/berakibat penderitaan, atau kekemiskinan/sebab salah kebijakan, juga Pemilu Presiden/menghasilkan Presiden. Tuntutan untuk masalah itu pun berpasangan, diselesaikan atau tidak diselesaikan.

Mengingat pada paragrap pembuka kita bicara soal pemusnahan satu hal agar tak berpasangan. Maka, pada tiap kata yang berpasangan perlu untuk secara tegas dihapus salah satunya. Ini untuk menegaskan juga memfokuskan diri dan fikiran pada hal yang ingin dicapai.

Seperti halnya kata kaya dan miskin. Kata kaya pasti akan menjadi pilihan faforit bagi semua orang. Bahkan kalimat ungkapan berikut; "Siapa yang tak mau kaya?" dan "Siapa yang mau miskin?" Dari kedua kalimat itu pun harus ada yang dihapus, untuk memudahkan kita memahami maksudnya. Kalimat pertama kebanyakan digunakan oleh politisi kejam, karena bisa disimpang-siurkan. Kenapa? Coba anda perhatikan secara seksama kalimat pertama. Kalau seorang politisi kejam ditanya maksud kalimatnya bila ternyata kebijakan politisnya menyengsarakan rakyat, dia bisa menjawab; "Loh, Katanya tak mau kaya?". Nah, Kalimat kedua sangat tegas. Karena tidak ada yang mau miskin dan petanyaannya bila dipelintir jadi; "Loh, katanya mau miskin..." akan mudah dipatahkan karena jawaban dari pertanyaan itu sangat tegas, tidak mau.

Oleh karena itu, tanpa bermaksud menggurui, tapi sekedar mengajak, yuk kita hapuskan kata kemiskinan. Karena untuk menjaga keseimbangan tak harus ada yang kaya dan miskin. Tapi keseimbangan bisa tetap terjaga dengan, ada kaya dan lebih kaya.

Tapi, tolong dong, bagi para politisi kejam atau pemilik logika tak berpihak pada kemakmuran, agar dari kata Kaya dan Lebih Kaya, jangan kemudian diberi pengertian bahwa Tolak ukur kemiskinan naik. Karena kata Kaya dan Lebih kaya itu berarti makmur dan sejahtera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun