Ia melangkah masuk ke lorong itu, yang berbau tanah basah dan darah. Saat ia berjalan lebih jauh, lorong itu membawa Anya ke ruangan lain, lebih besar, dengan dinding yang dipenuhi coretan simbol kuno. Di tengah ruangan, ada peti mati kayu yang dikelilingi lilin menyala.
"Kunci semua ini ada di peti itu," bisik gadis kecil dari kejauhan. "Tapi hati-hati, mereka tidak akan membiarkanmu pergi dengan mudah."
Seketika, suara lolongan menyeramkan terdengar di belakangnya. Anya berbalik dan melihat bayangan hitam besar bergerak mendekat, matanya merah menyala seperti bara.
"Anak manusia! Kau tidak seharusnya di sini!" bayangan itu menggeram, suaranya membuat ruangan bergetar.
Anya meraih lilin di dekat peti dan mengarahkan nyalanya ke bayangan itu. "Jangan mendekat!" teriaknya dengan putus asa.
Bayangan itu berhenti, tapi hanya untuk sesaat. Ia tertawa dengan suara menggelegar. "Api kecil itu tidak akan menyelamatkanmu!"
Dengan keberanian terakhirnya, Anya membuka peti mati. Di dalamnya, ada tengkorak kecil yang memancarkan cahaya redup. Begitu ia menyentuhnya, seluruh ruangan diselimuti cahaya terang, dan bayangan itu melolong sebelum menghilang.
Namun, cahaya itu membawa kejutan lain. Gadis kecil yang tadi membantunya kini berdiri di depan peti, tapi wajahnya berubah, senyumnya penuh dengan kejahatan.
"Terima kasih telah membebaskanku," katanya dengan nada dingin. "Sekarang giliranku."
Bersambung...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI