Mohon tunggu...
Muhammad Ferdi Ananda
Muhammad Ferdi Ananda Mohon Tunggu... Lainnya - Ilmu Politik 2019 UIN Jakarta

Sehormat-hormatnya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Komunikasi Politik Presiden: Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Spesial Jokowi?

30 Desember 2021   02:54 Diperbarui: 30 Desember 2021   04:33 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menjadi seorang Presiden, apalagi Presiden di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang spesial ini, cobaan-cobaan teruntuk seorang presiden tentu sangat tak terelakkan. 

Berbagai macam permasalahan, bencana, kritikan, juga hal-hal yang menyimpang kerap kali sampai ke telinga orang nomor satu di Indonesia. “Mendapatkan kursi kepresidenan bukan hal yang mudah, apalagi menjalankannya”, begitu kira-kira kalimat yang pas untuk seorang presiden. 

Maka dua pertanyaan penting presiden untuk menjawab semua permasalahan itu  adalah “how is it communicated” atau bagaimana itu dikomunikasikan, dan berlanjut pada tahap “how president handle it?” atau bagaimana presiden mengatasi berbagai macam cobaan, halangan, dan rintangan tersebut.  

Bagi pak Joko Widodo sebagai seorang presiden Indonesia, penyelesaian masalah tanpa masalah bisa dituntaskan dengan cara memanggil orang spesial (sebut saja). 

Orang itu adalah Menteri Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves), tak lain dan tak bukan ia adalah Jendral Luhut Binsar Pandjaitan, M. P. A., seorang purnawirawan gagah, dan politis partai Gologan Karya yang handal, memiliki banyak pengalaman dalam terpaan bebagai macam jabatan pada masa kepemimpinan pak Joko Widodo sejak 2014 hingga 2019, ia pernah menjadi seorang Kepala Staff Kepresidenan Republik Indonesia, pada 2014, juga pernah menjabat sebagai Menteri Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia pengganti Tedjo Edhy Purdjianto lalu akhirnya terpilih kembali sekarang menjadi seorang Menteri Kemaritiman dan Investasi pada kabinet Indonesia Maju.  

Yang bagi masyarakat millenal ia lebih akrab di sapa sebagai “Lord Luhut, Pak Luhut” sang penuntas masalah tanpa (atau dengan) masalah, orang yang menurut saya, sangat spesial bagi pak Jokowi. 

Sebab, belakangan hari pak Luhut seringkali diembankan amanah oleh pak Jokowi untuk memegang tanggung jawab dalam beberapa lembaga atau organisasi taktis/darurat yang melanda Negara yang sangat kita cintai ini.

Amanah yang pertama kali dilemparkan kepada Luhut oleh Jokowi adalah penugasan baginya untuk berusaha semaksimal mungkin menurunkan kasus Covid-19 di 8 Provinsi bersama Mantan Kepala Satgas (Satuan Petugas) Covid-19 Doni Monardo. 

Dilansir dari kanal Youtube Sekretariat Presiden (14/November/2020) lalu, Airlangga Hartanto dalam Konferensi Pers mengatakan “Presiden memberikan perintah bahwa dua minggu kedepan lebih diperhatikan dan disentralkan 8 wilayah yang terdampak Corona, juga memberikan tanggung jawab kepada Pak Luhut Binsar Pandjaitan bersama kepala Satgas Covid untuk terus-menerus melaporkan perkembangan dan melakukan perbaikan”.

Tak selesai sampai disitu, disaat akhirnya kasus Corona yang menjangkit Indonesia kian hari kian parah, Luhut ditunjuk kembali oleh Presiden Jokowi untuk menjadi pengawas PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) untuk wilayah untuk Daerah-Daerah di Jawa dan Bali., sembari mengatakan bahwa ia bersama Menteri Perekonomian Airlangga Hartanto hanyalah komandan wilayah, dan Panglima Tertinggi adalah Pak Presiden Joko Widodo. 

Bahkan, jauh sebelum itu Luhut pernah ditunjuk oleh Presiden sebagai bagian dari Pengurus Nasional dalam Penanganan/pencegahan Covid 19 dan juga dalam Pemulihan Ekonomi Tingkat Nasional , menjabat sebagai wakil ketuanya. 

Sungguh luar biasa banyak bukan? Sangat jelas, dan apabila kita perhatikan semua tanggung jawab itu merupakan posisi-posisi yang strategis sebagai seorang politisi dan pejabat. 

Kembali ke pembahasan di awal tadi, bahwa seorang presiden dengan tugasnya yang berat mengawali segala macam hiruk pikuknya dengan satu kekuatan manusia yang luar biasa yaitu “komunikasi”, dan langkah selanjutnya yang tak kalah luar biasa tapi jarang sekali digunakan oleh manusia yaitu “mengatasi/menyelesaikan’. 

Dalam urusan komunikasi pak Jokowi mungkin selesai, tapi urusan pengatasan atas segala macam permasalahannya, saya anggap belum. 

Belum disini bukan berarti pemberian amanah pak Jokowi kepada Luhut itu adalah sesuatu yang benar, dan tindakan yang dilakukan pak Luhut adalah salah, akan tetapi yang menjadi permasalahan bagi warga negara Republik Indonesia kita tercinta ini adalah “mengapa selalu pak Luhut?”

Kata-kata tersebut jelas keluar dari masyarakat yang tidak tertutup matanya, terbuka lebar pendengarannya, dan sangat tajam evaluasinya, kebanyakan dari mereka adalah warga net (warga internet) yang jari jemarinya lihai membuka informasi dan berita, dari aplikasi Intagram sampai Twitter, bahkan grup-grup Whatsapp keluarga besar Haji ini dan itu, dan mendapatkan hadiah berupa muka pak Luhut yang terpampang dengan narasi berita mengatakan “Presiden Jokowi Menunjuk Kembali Luhut Sebagai…”. 

Dampaknya pak Luhut Binsar Pandjaitan dianggap membosankan, apalagi beberapa tindakannya cenderung tak maksimal bagi masyarakat.

Dalam teori komunikasi politik di sebuah literature berjudul “An Introduction to Political Communication” karya Brian Mcnair hal yang dilakukan oleh Presiden merupakan hal dasar, yaitu antara Pak Joko Widodo sebagai Presiden (Aktor Politik), berkomunikasi dengan Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menteri (Ke Aktor Politik), melakukan tugas dan memberi dampak, yang dampaknya tersebut kembali ke masyarakat (Khalayak Banyak). 

Dan kembali dari masyarakat memberikan saran maupun kritik kepada Joko Widodo dan Luhut Binsar Pandjaitan (Khalayak Banyak kepada Aktor Politik). 

Teori ini berjalan sebagaimana mestinya, akan tetapi analisisnya adalah bahwa ketika sampai kepada khalayak banyak, dan khalayak banyak itu akhirnya merespon komunikasi tersebut,   justru menghasilkan hal yang kurang ideal. 

Mengapa kurang ideal? Kurang ideal dimaksudkan bahwa masyarakat merespon hal itu dengan kritikan ketidak-setujuannya Presiden yang terlalu sering menunjuk Luhut sebagai pemangku tanggung jawab persoalan strategis di Indonesia, dengan hasil yang menurut masyarakat tidaklah cukup baik. 

Persoalan “terlalu sering” tersebut menjadi indikasi terciptanya pengaruh ketidak-sukaan masyarakat terhadap Luhut. Secara gamblang  saya simpulkan bahwa yang dilakukan Presiden Jokowi terhadap penunjukan Luhut Binsar merupakan Bias-Komunikasi Politik Ketergantungan, hal ini menurut opini saya akhirnya berujung pada kewajiban pak Jokowi seolah-olah harus melulu ditunjuk kepada orang lain, yang dalam pembahasan ini adalah Luhut. 

Menurut saya juga, ini bisa menurunkan wibawa seorang presiden karna dianggap selalu melempar tanggung jawab yang seharusnya bisa ia selesaikan, juga berdampak kepada trust seseorang terhadap Presiden Joko Widodo di kemudian hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun