Mohon tunggu...
Ferdiana Melani V
Ferdiana Melani V Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student

An Accounting Student

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sampai Kapan Pendidikan Indonesia Mau Seperti Ini?

1 November 2021   17:39 Diperbarui: 1 November 2021   18:17 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendidikan merupakan hal yang amat strategis. Melalui pendidikan diharapkan dapat membangun karakter suatu bangsa. Salah satu hal yang mendorong terjadi kemerdakaan bagi bangsa ini adalah hadirnya tokoh-tokoh berpendidikan pada masa itu. Dulu, ketika pendidikan hanyalah milik para kumpeni saja, bangsa ini begitu bodoh. 

Mudah diadu domba, dan berakhir pada penajajahan yang tak kunjung berhenti. Sekarang Indonesia sudah 76 tahun merdeka. Bebas menentukan nasib bangsanya sendiri. Memiliki kedaulatan penuh untuk menentukan masa depan para masyarakatnya. Namun, apakah sudah tepat jika dikatakan bahwa bangsa ini telah berevolusi menjadi bangsa yang terdidik?

Pendidikan kita masih jauh dari kata yang sempurna. Salah satu indikatornya adalah, penilaian yang dilakukan oleh PISA (Programme for international Student Assessment) pada tahun 2018 yang menyatakan bahwa Indonesia berada dalam urutan bawah. Nilai kompetensi membaca peringkat 72 dari 77 negara, nilai matermatika peringat 72 dari 78 negara. 

Nilai sains berada di peringkat 70 dari 78 negara. Angka-angka diatas sangat Indonesia sekali mengingat umur negara ini yang masih kepala tujuh.

Ditambah lagi, sudah hampir dua tahun negara ini dilanda pandemi. Sudah hampir dua tahun negara ini tertatih-tatih dalam menjalani segala urusan. Mulai dari urusan keuangan, urusan senang-senang, sampai urusan pendidkan. Pembelajaran dilakukan dari jarak jauh. Kelas-kelas yang biasanya riuh, menjadi sepi tak berisi. 

Para penghuninya pergi ke dalam kelas-kelas yang diadakan lewat virtual. Para ahli telah memprediksi akan terjadinya learning loss yaitu sebuah keadaan dimana terjadi hilangnya kemampuan akademik pengetahuan atau keterampilan oleh seorang peserta didik. 

Bagaimana tidak, selama satu tahun lebih belakangan pembelajaran yang dilakukan secara daring amat sangat tidak efektif. Banyak faktornya. 

Seperti sarana infrastuktur penunjang pembelajaran jarak jauh yang belum memadai, kurangnya kreativitas dan pengetahuan pendidik dalam memanfaatkan teknologi, pengawasan orang tua yang kurang ketat, sampai peserta didik yang menganggap bahwa pembelajaran jarak jauh sama dengan liburan.

Apakah hanya ini saja permasalahan pendidikan kita? Tentu tidak. Masih amat banyak permasalahan yang ada. Penulis akan coba menguraikan beberapa permasalahan.

  • Rendahnya angka ketersediaan sekolah yang berjenjang.

Ini merupakan salah satu masalah pokok yang kita alami. Terjadi ketimpangan jumlah sekolah yang tersedia. Pada tahun pelajaran 2019/2020 ada 149.435 jumlah sekolah dasar yang tersedia. 

Sedangkan, untuk naik pada jenjang berikutnya, sekolah menengah pertama pada tahun pelajaran yang sama hanya tersedia sebanyak 40.559 gedung saja. Hal ini berarti jumlah sekolah yang bisa menerima lulusan sekolah dasar tiap tahunnya tidak sampai dari 30%jumlah seluruh sekolah dasar yang ada.

  • Angka partisipasi sekolah

Imbas dari ketimpangan jumlah sekolah yang tersedia pada tiap jenjangnya akat berakibat pada angka partisipasi sekolah. 97% anak usia sekolah berpartisipasi pada jenjang sekolah dasar. 

Lalu, hanya 80,12% yang berpartisipasi pada jenjang menengah pertama. Angkanya semakin turun lagi menjadi hanya 61% anak yang berpartisipasi pada sekolah menengah atas/kejuruan. Dan hanya ada 19,32% yang berpartisipasi pada perguruan tinggi. 

Hal inilah yang menjadi penyebab kenapa pendidikan sangat sulit untuk diakses. Pada tahun 2018/2019 dari 25.203.371 jumlah murid SD hanya ada 10.112.022 murid yang bersekolah di SMP. Mau dikemanakan para lulusan SD yang tidak mendapat sekolah ini? Mereka bukan tidak ingin sekolah, tapi tidak tersedia cukup sekolah agar mereka semua bisa masuk.

  • Kualifikasi dan beban kerja guru

Peraturan menteri pendidikan nasional No. 16 tahun 2007 menegaska bahwa kualifikasi akademik guru yang telah memenuhi syarat adalah mereka para guru yang paling tidak memiliki ijazah D4/S1 atau lebih tinggi. 

Tentu dengan standar ini angka yang didapat cukup tinggi. Pada tahun ajaran 2019/2020 jumlah guru yang terkualifikasi layak ada sebesar 91,76% dari 2.654.945 guru yang mengajar di sekolah (kepala sekolah dihitung). 

Tentunya ini merupakan angka yang sangat tinggi. Tapi pertanyaannya adalah, apa angka besar ini saja cukup? Apakah memastikan bahwa para guru merupakan sarjana-sarjana terdidik saja cukup untuk mengatakan bahwa para pendidik layak? Tentu, hal ini belum cukup.

 Pelatihan-pelatihan bagi para guru, gaji yang layak, peningkatan softskills maupun hardskills, penguasaan dibidang iptek, efisiensi dan efektivitas kerja, serta peraturan kebijakan yang berpihak perlu untuk diberikan agar kemampuan para pendidik kita dalam mengajar para penerus bangsa terus berkembang. 

Ini merupakan investasi jangka panjang unuk kemajuan bangsa. Mereka-mereka inilah para ujung tombak dunia pendidikan kita. Orang-orang yang bersinggungan langsung dengan para murid. Mereka yang berdarah-darah untuk mencerdaskan bangsa. Mereka perlu kita hargai lebih.

Masalahnya adalah, tiga poin persamalahan diatas merupakan masalah lama yang tak kunjung terlihat penyelesaiannya. Keterbatasan gedung sekolah, angka partisipasi sekolah yang semakin menurun seiring naiknya jenjang pendidikan, serta peningkatan kualitas para pendidik kita merupakan hal klasik yang sejak dulu selalu dibahas penyelesaiannya. Sudah tujuh puluh enam tahum merdeka, mau dibawa kemana pendidikan kita?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun