Mohon tunggu...
Ferawaty Marlija Damanik
Ferawaty Marlija Damanik Mohon Tunggu... Lainnya - Perencana dan Pengkaji Sektor

Kebijakan SDA dan Finance

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Konflik Tanah Adat di Desa Seko Dalam Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA): Perspektif Ekonomi Kelembagaan

20 Desember 2024   23:41 Diperbarui: 20 Desember 2024   23:46 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desa Seko (Sumber : https://blogger.googleusercontent.com)

Dalam perspektif ekonomi kelembagaan, konflik yang terjadi di Desa Seko mencerminkan ketidakseimbangan antara institusi formal dan informal. Oleh karena itu, pendekatan penyelesaian konflik harus mengatasi gap institusional ini dengan langkah-langkah yang relevan secara kelembagaan yaitu:

Pengakuan Formal Hak atas Tanah Adat

Pemerintah harus mempercepat implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 yang mengembalikan pengelolaan tanah adat kepada masyarakat adat. Langkah ini dapat diintegrasikan dengan program One Map Policy untuk memetakan secara akurat batas wilayah adat di Desa Seko. Pengakuan formal ini akan memberikan kepastian hukum atas tanah adat dan mengurangi potensi konflik di masa depan.

Mekanisme Konsultasi dan Partisipasi yang Inklusif

Pemerintah dan perusahaan wajib melibatkan masyarakat adat dalam seluruh tahap perencanaan proyek melalui mekanisme konsultasi yang menghormati prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC). Konsultasi ini harus dilakukan secara transparan dengan menyediakan informasi yang lengkap, melibatkan tokoh adat, dan memastikan masyarakat memiliki ruang untuk menyatakan persetujuan atau keberatan mereka tanpa tekanan. Konsultasi yang berbasis FPIC tidak hanya dapat mengurangi resistensi masyarakat, tetapi juga membantu membangun kepercayaan antara institusi formal dan informal. Dengan melibatkan masyarakat sejak tahap awal perencanaan, transaction costs seperti litigasi dan protes sosial dapat diminimalkan. Selain itu, konsultasi inklusif dapat menciptakan credible commitments yang diperlukan untuk meningkatkan legitimasi proyek di mata masyarakat adat.

Penyusunan Skema Distribusi Manfaat yang Adil

Pemerintah harus merancang skema pembagian manfaat dari proyek PLTA yang melibatkan masyarakat adat secara langsung. Hal ini dapat berupa royalti dari proyek, pembangunan infrastruktur lokal, atau program pemberdayaan ekonomi berbasis masyarakat. Skema ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat tetapi juga mengurangi resistensi terhadap proyek pembangunan.

Kolaborasi Kelembagaan Formal dan Informal

Pemerintah perlu mengembangkan mekanisme kelembagaan hybrid yang mengintegrasikan hukum formal dengan norma adat dalam pengelolaan tanah. Kolaborasi ini bisa diwujudkan melalui co-management, di mana pemerintah memberikan kewenangan kepada masyarakat adat untuk mengelola tanah sesuai nilai adat, sementara pemerintah memberikan dukungan teknis dan regulasi. Pendekatan ini tidak hanya menjaga ekosistem lokal tetapi juga mengurangi potensi kerusakan akibat eksploitasi sumber daya tanpa kontrol.

Penguatan Regulasi untuk Perlindungan Hak Masyarakat Adat

Pemerintah perlu merevisi dan memperkuat regulasi yang melindungi hak masyarakat adat atas tanah, seperti revisi terhadap UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang sering menjadikan tanah adat sebagai bagian dari hutan negara. Regulasi yang adaptif terhadap kebutuhan masyarakat adat akan mengurangi potensi tumpang tindih klaim atas tanah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun