Setelah magrib usai perlahan kubuka lemari tua di peraduan kami. Berdua dengan belahan jiwaku, melirik ke dalam lemari. Memandangi tumpukan kain usang. Berharap menemukan baju terbaik untuk di pakai esok hari pada perpisahan si sulung.
"Baju apa yang akan Bapak pakai besok ?" Lirih suara istriku bertanya. Meraba tumpukan baju yang sekian tahun tak bertambah dengan yang baru.
"Entahlah, yang penting baju bersih dan bersetrika. Agar tak malu pula anak bujang kita."
Kuambil sehelai baju kemeja putih. Ah ... Â warnanya tak lagi putih. Mungkin sudah kelabu karena hampir setiap Jumat kupakai ke masjid.
"Jangan baju itu, Pak, sudah lusuh, ini saja, batik yang dibagikan orang waktu kampanye tempo hari," kata istriku seraya memperlihatkan sehelai kemeja baru bergambar partai entahlah.
***
"Kata sambutan dari orang tua murid kelas XII kita minta kepada Pak Buyung Amat dipersilahkan untuk tampil kedepan." Suara pembawa acara perpisahan itu sungguh mengejutkanku yang masih terpana melihat kemegahan dekorasi acara perpisahan ini.
Terseok-seok kulangkahkan kaki yang cuma beralas sendal plastik murahan ke depan podium.Â
Ada suara tertawa cekikikan di barisan ibu ibu. Sebagian menunjuk nunjuk baju yang kupakai. Apakah gerangan? Mentertawakan baju batikkukah?
Kuucapkan salam dan ucapan terima kasih kepada bapak ibu majelis guru yang mendidik dan mengajar anak-anak kami hingga bisa menyelesaikan studinya di madrasah ini. Terkhusus untuk anak kami Bujang Ali, Alhamdulillah telah hafiz 10 juz dan dengan bantuan bapak ibu guru serta kaum dermawan akan melanjutkan kan kuliah ke ITB dengan program beasiswa .
Alhamdulillah .... puji syukur hanyalah kepada Allah Sang Maha Pemberi Rezeki.