Mohon tunggu...
Galadriel
Galadriel Mohon Tunggu... Jurnalis - The Galadhrim

Full time a big sisters and a big daughter.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

"Baiq Nuril" Korban, Pelaku, atau Penjual Air Mata?

24 Juli 2019   08:53 Diperbarui: 24 Juli 2019   10:11 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap para perempuan yang sedang berjuang entah itu korban atau pelaku. Saat ini, Baiq Nuril sedang memperjuangkan nasibnya dengan mengajukan Amnesti kepada Presiden RI, Joko Widodo.

Kasus Baiq Nuril adalah salah satu kasus yang berhasil diciptakan oleh UU ITE. Sebelumnya, Nuril dipidana usai dinyatakan bersalah menyebarkan rekaman bermuatan kesusilaan.

Pertama kali bertemu Baiq Nuril, saya menangis mendengar cerita beliau. Bagaimana tidak? Seorang guru honorer yang hanya digaji Rp 700.000/bln harus dihukum 6 (enam) bulan penjara dan harus membayar denda Rp500 juta dalam putusan kasasi MA.

 Bukan hanya itu, Nuril juga harus berpisah dengan anaknya paling bungsu, R dengan alasan sedang 'sekolah'. Manisnya, R mengirimkan surat kepada Jokowi agar Ibunya bisa dipulangkan.

Kemarin (23 Juli 2019) kali kedua saya bertemu dengan Baiq Nuril secara tidak langsung di Komisi 3 DPR RI. Lagi-lagi saya menangis karena permintaan dan kata-kata yang keluar dari mulut beliau. 

Bisa dikatakan, Baiq Nuril sukses 'menjajakan' kesedihannya dengan air mata dan 'dibayar' langsung oleh masyarakat dengan iba. Namun, ada beberapa hal mengejutkan yang sedikit menyadarkan saya terkait kasus ini.

Namun, ada hal menarik yang menjadi concern saya dipertemuan kali ini.
1. Menurut keterangan Baiq Nuril, dirinya hanya merekam percakapan dirinya dengan Muslim tapi TIDAK menyebarkan rekaman tersebut. 

Nuril hanya memberikan rekaman tersebut dengan rekan kerjanya, rekan kerjanya lah yang menyalin rekaman pembicaraan tersebut dan melaporkannya ke Dispora Mataram. 

Namun beberapa versi mengatakan rekaman tersebut disebarkan ke DPRD Mataram. Permasalahannya, rekan kerja Baiq Nuril ini sama sekali tidak dihukum karena telah menyebarkan rekaman tersebut.

2. Muslim adalah kepala sekolah di SMK/SMA tempat Baiq Nuril mengajar. Bukannya didepak, Muslim malah naik jabatan sebagai Kepala Bidang Kepemudaan di Dispora Kota Mataram. Pertanyaan saya, mungkinkah rekaman percakapan Baiq Nuril digunakan untuk menjatuhkan Muslim sendiri?

3. Dijelaskan bahwa dalam rekaman pembicaraan tersebut, Muslim menceritakan kisah hubungan badannya dengan rekan kerja Baiq Nuril yang mana seorang atasannya juga. 

Pernah terbayangkan bagaimana perasaan perempuan tersebut yang ikut terbawa dalam rekaman tersebut? Bagaimana tuntutan perempuan itu dipandangan masyarakat bahkan keluarganya?

Jadi, siapa sebenarnya 'korban' dari kasus ini? Siapapun itu, saya berharap yang terbaik untuk keputusan yang nantinya, hari ini (24 Juli 2019) apakah amnesti ditolak atau diterima. 

Jika diterima, kasus ini akan menjadi kasus pertama yang mendapatkan amnesti dengan pidana bebas. Jika tidak, mari kita berkumpul untuk menentukan siapa yang harus disalahkan atas kasus ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun