"Alhamdulillah, ya. Manusia sekarang pada makmur sejahtera," ujar Mata.
"Kok bisa kamu bilang begitu?" Protes Telinga.
"Itu yang aku lihat. Banyak orang mengendarai mobil baru, membeli rumah baru, jalan-jalan ke luar negeri, makan-makan dan menginap di hotel mewah. Itu 'kan bukti bahwa orang-orang sekarang hidupnya enak," ujar Mata lagi.
"Sayang sekali kamu tidak mendengar curhatan mereka. Betapa banyak orang mengeluh terlilit hutang, dikejar-kejar tagihan, diancam debt collector... "
"Ah, masa sih? Â Kelihatannya mereka baik-baik saja, kok."
"Tampaknya demikian, tetapi kedengarannya tidak. Yang kudengar adalah keluhan, jeritan, tangis... "
"Mengapa mesti menangis? Â Toh mereka mengendarai mobil mewah. Rumah-rumah baru bermunculan, dengan bangunan yang kokoh tinggi menjulang. Banyak pula orang-orang berbagi uang tunai di jalanan."
"Itu yang kau lihat, Mata! Hati-hati, Â jangan sampai pandanganmu tertipu."
"Aku tidak akan tertipu. Pandanganku jelas, tanpa silinder, bebas minus dan plus. Jangan-jangan kamu yang iri, Telinga. Soalnya kamu berada di samping, dan seringkali tersembunyi."
"Kau tidak pernah tertipu, katamu? Bagaimana dengan pelangi yang tampak berwarna warni? Â Pembiasan itu hanya membuatmu terlena. Padahal aslinya itu air bening belaka. Bagaimana pula dengan fatamorgana? Dari jauh yang kau lihat air berkilauan, padahal itu tanah yang kepanasan. Itu yang katanya tidak pernah tertipu?"