Mohon tunggu...
Fera Andriani Djakfar
Fera Andriani Djakfar Mohon Tunggu... Dosen - Ibu rumah tangga, Dosen, Guru madrasah, Penulis Buku: Dari Luapan Sungai Nil, Surat Dari Alexandria, Kejutan Buat Malaikat, Arus Atap dan Cinta, Serial Addun dan Addin, Islam Lokal: Fenomena Ngabula di PEsantren Madura

Banyak-banyaklah membaca buku, hingga kenyang, sampai kebelet menulis tak tertahankan!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jangan tanyakan 3 Hal Ini Kepada Santri Baru

4 Juni 2021   23:38 Diperbarui: 5 Juni 2021   10:10 5321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari masa ke masa, pesantren semakin diminati oleh para orang tua muslim. Bagaimana tidak? Di pesantren, para santri tidak hanya diajari ilmu agama dan budi pekerti secara teori, tetapi juga diterapkan dalam pembiasaan sehari-hari, mulai bangun dini hari hingga tiba waktu tidur di malam hari. Pesantren menjadi semakin diminati karena dapat berkembang seiring dengan modernisasi, antara lain dengan ditambahkannya mata pelajaran umum, bahasa asing, dan berbagai keterampilan.

Namun, untuk melepas anak-anak ke pesantren tentu tidak mudah. Banyak sekali persiapan yang harus diperhatikan oleh orang tua dan santri, baik lahir maupun batin. Persiapan lahiriah seperti uang pendaftaran yang bervariasi, berbagai perlengkapan pribadi, juga perlengkapan sekolah. Sementara persiapan batiniah yang tidak kalah penting adalah niat dan tekad yang kuat. Ada kalanya orang tua dan anak sama-sama sudah berencana ke pesantren, tetapi karena mendengar bisikan dan cerita negatif dari pihak tertentu, mereka sama-sama mundur. Atau bisa jadi si anak menjadi mundur atau terputus di tengah masa belajar karena beberapa hal.

Tidak mengherankan, hari-hari awal di pesantren menjadi masa yang sangat penting dan menentukan bagi kehidupan santri selanjutnya. Untuk itu, hendaknya siapapun, khususnya para orang tua, menghindari pertanyaan-pertanyaan berikut ini kepada anak-anaknya yang masih berstatus santri baru, baik dalam percakapan langsung maupun via telepon.

Pertanyaan pertama: “Gimana, sudah betah di pondok?”

Mendengar pertanyaan ini, santri baru yang awalnya berusaha menyusun benteng yang kokoh agar tidak menangis, tiba-tiba bisa runtuh pertahanannya. Yang namanya santri baru, tentu tidak semudah itu untuk betah, seburuk apapun kisah kehidupan di rumahnya. Orang tua memang kepo dengan perasaan anaknya, tetapi hendaknya mengganti pertanyaan ini dengan kalimat lain, misalnya: “Sudah ikut kegiatan apa saja di pondok? Sudah banyak kenalan, ya? Ada keseruan apa saja yang sudah dilakukan di pondok?” Nah, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menggiring pikiran anak pada hal-hal positif yang ada di pesantrennya.

Pertanyaan kedua: “Kamu cocok nggak sih sama makanan di pondok?

Pertanyaan semacam itu akan membuat pikiran anak cenderung membandingkan apa yang dia makan sebelum mondok dan sesudahnya. Dia akan teringat pada hidangan yang biasa dia makan di rumah. Selezat apapun makanan yang disediakan oleh pesantren, biasanya seorang santri baru masih terbayang apa yang menjadi selera asalnya. Alih-alih bertanya seperti itu, sebaiknya orang tua menasihati agar anak mensyukuri segala rezeki yang dia terima di pondok, baik berupa makanan, minuman, maupun ilmu yang bermanfaat.

Pertanyaan ketiga: “Kamu kapan boleh izin pulang? Kapan liburan?”

Pertanyaan semacam ini akan membuat anak berpikir tentang pulang dan rumah. Itu akan sangat berbahaya untuk hatinya yang sedang berusaha untuk betah di pesantren. Alih-alih bertanya semacam itu, sebaiknya orang tua mengungkapkan syukurnya bahwa sejak ananda mondok, rezeki orang tua menjadi semakin berkah, misalnya. Atau dengan mengatakan bahwa sejak sang anak mondok, hati orang tua menjadi lapang, mendapat segala kemudahan urusan dan rezeki, dan semacamnya. Dengan demikian insyaAllah anak akan semakin bersemangat untuk memanfaatkan hari-harinya di pesantren.

Pertanyaan-pertanyaan di atas hanyalah contoh kecil, dan bisa saja Anda termukan berbagai pertanyaan negatif lainnya. Dengan tulisan ini semoga kita bisa mengubah pertanyaan yang negatif menjadi pertanyaan atau himbauan yang positif dan memotivasi anak untuk semangat belajar di pesantren.

Bangkalan, 4 Juni 2021.

Note:

Artikel ini ditulis oleh seorang ibu yang lagi baper, baru saja melepas 2 anak ke pesantren. Semoga bermanfaat untuk para orang tua yang mengalami hal semacam ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun