Peserta workshop kepenulisan BMI Hong Kong bersama bu Pipiet Senja
“Menulis, menulis, menulis atau 3M”, inilah virus yang disebar oleh Bu Pipiet Senja saat 40-an Buruh Migran Indonesia (BMI) di Hong Kong mengikuti workshop yang diadakan di Tinhau Art Center dengan didukung oleh Dompet Dhuafa Hong Kong dan Majalah Iqro.
Saya, mbak Dwi, dan mbak Aulia sudah janjian untuk mengikuti acara ini setelah diberi tahu oleh Ani Ramadhanie yang kebetulan menjadi ketua panitia dalam acara ini.
Pukul 2 sore acara dimulai. Saya, Dwi, Aulia, Pratiwi yang juga Kompasianer masuk ke ruangan dan mencari tempat duduk. Mbak Aulia menyalami Bu Pipiet Senja lebih dahulu sedang saya dan mbak Dwi sudah duduk manis di belakang (hiks, mikirnya setelah acara baru menyapa, ternyata acaranya nyantai banget). Setelah mbak Aulia dan Bu Pipiet berkenalan dan mbak Aulia menunjuk kebelakang ke arah kami tempat di mana saya dan mbak Dwi duduk, Bu Pipiet malah berjalan ke belakang mendekati kami.
“Naaaaaaaaa, ini para Kompasianer Hong Kong. Akhirnya, bisa ketemu juga ya.” Sapanya dengan ramah sambil cipika-cipiki. Berasa ketemu emak, hiks, terharu.
Obrolan heboh pun dimulai, mulai dari cerita soal buku, Hong Kong, dan juga tulisan di Kompasiana. Karena acara mau dimulai, Bu Pipiet pun kembali beranjak maju ke depan untuk mengisi acara.
Acara berjalan santai penuh dengan gelak tawa. Bu Pipiet mulai berbagi cerita tentang menulis yang akhirnya bisa membawanya keliling ke beberapa Negara. Di Kompasiana sendiri, nama beliau sudah tidak asing lagi.
Bu Pipiet yang pernah divonis umurnya tidak akan lama lagi dan sekarang masih menjalani terapi kesehatan namun semangatnya tetap besar, sangat luar biasa di umur yang ke 56 tahun. Semangat menulis beliau pun ditularkan kepada para BMI Hong Kong untuk mulai menulis.
Tak lupa juga, Bu Pipiet mengenalkan kami, para Kompasianer kepada teman-teman BMI yang ikut acara ini. Kompasiana adalah wadah untuk belajar menulis kususnya bagi saya sendiri dan tentu juga bagi Kompasianer lain.
Tanpa diduga, saya disuruh maju untuk memperkenalkan diri sebagai Kompasianer Hong Kong. Dengan hati deg-degan saya pun maju. Bu Pipiet memperkenalkan ke teman-teman lain kalau saya adalah BMI yang sering menulis di Kompasiana.
“Tentang terminal, KTKLN dan KJRI pun dia tabrak.” Ujarnya. Hihihihi, agak malu juga sih saya, demam panggung (hahahaha, lebay). Maksudnya Bu Pipiet adalah tulisan saya yang sering mengritik kinerja KJRI yang “mungkin” bagi orang lain dinilai terlalu berani untuk ukuran saya yang hanya seorang BMI ini.
Saya pun bercerita kalau saya mulai menulis di Kompasiana sekitar tahun 2010 akhir. Awal-awal menulis masih sebatas puisi atau curhat, namun lama-lama merembet ke reportase dan opini.
“Bisa karena terbiasa.” Ini adalah kunci saya menulis selama ini. Menulis kalau tidak dimulai saat ini, lalu kapan lagi kita bisa menulis? Saat tulisan kita posting di Kompasiana, pembacanya bukan saja para user yang berada di Indonesia atau Hong Kong, namun tulisan tersebut bisa dibaca oleh orang-orang di seluruh dunia.
Sebagai BMI di Hong Kong dan BMI di manapun berada, tentu punya banyak sekali cerita yang sangat sayang kalau tidak dituangkan kedalam sebuah tulisan dan hal inilah yang menjadikan saya sendiri untuk terus menulis dan menulis meski kadang berhenti karena tidak menemukan bahan apa untuk ditulis.
Dalam acara ini juga diadakan “lomba menulis cepat” selama 30 menit dan dipilih pemenang 1, 2 dan 3 untuk membawa pulang hadiah berupa kaos Iqro dan majalah Iqro edisi Mei, Al-Quran digital, MP4 dan buku Surat Berdarah Untuk Presiden kepada pemenang 1, 2 dan 3 yang tulisannya terpilih.
Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN), Bandara Soekarno-Hatta dan menulis puisi adalah bahan yang dipilih untuk lomba ini. Masing-masing peserta mendapat kertas HVS dan menulis pun dimulai.
Dengan serius, para peserta mulai menulis pengalaman mereka tentang KTKLN ataupun bandara Soetta dan setelah selesai kertas pun dikumpulkan yang akan segera dikoreksi langsung oleh Bu Pipiet dan Susie Utomo (dari FLP Hong Kong). Lomba menulis berlanjut untuk menulis puisi.
Setelah semua selesai menulis, sesi tanya jawab dimulai. Peserta bisa menanyakan apa saja tentang dunia kepenulisan bahkan sampai ke soal bagaimana caranya membukukan tulisan kita.
Yang ditunggu-tunggu pun tiba, pengumunan pemenang dari acara lomba menulis. Dan, Alhamdullilah ya tidak diduga sama sekali, Mbak Dwi menjadi pemenang nomor satu, pemenang keduanya saya sendiri dengan tulisan yang sama-sama membahas soal KTKLN, sedang pemenang ketiga BMI dengan nama Erna Wati dengan tulisan puisinya.
Jam mendekati di angka lima dan acara pun diakhiri dengan sesi foto bersama. Wajah sumringah dengan semangat baru untuk terus menulis kembali datang.
Menjadi BMI tentu punya suka duka selama di perantauan dan rasanya sayang kalau tidak ditulis karena ini bisa menjadi sebuah cerita yang bisa kita simpan sampai nanti dan bahkan bisa dibaca oleh anak cucu kita.
Buat para BMI dimana pun berada, ayo mulai menulis dari sekarang, apalagi kalau laptop sudah di tangan. Pergunakan laptop untuk hal-hal yang bermanfaat dan salah satunya dengan menulis. Seperti virus yang bu Pipiet Senja sebar dengan kuci yakni “menulis, menulis dan menulis.”
Kalau tidak dimulai dari sekarang, terus kapan lagi? Yuk, mulai menulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H