[caption id="attachment_185543" align="aligncenter" width="470" caption="Kompaianers HK yang ikut Kopdar. Dari kiri atas: Glacecha, Ena, Saya, Dwi, Ani, Annie, Giza, Aulia. Kiri bawah: pak Lud, pak Johan, ibu Johan, Sho An, Ema"][/caption]
Untuk pertama kalinya para Kompasianer Hong Kong berkumpul yang kali ini diadakan di tempatnya pak Johan di kawasan Fortres Hill. Kalau biasanya kopi darat diadakan karena ada tamu dari Indonesia, kali ini special tamunya adalah para Kompasianers yang semuanya berada di Hong Kong.
Selasa, 1 Mei 2012, Pukul 10.30 waktu Hong Kong dari jadwal yang kita buat bersama ternyata molor karena Kompasianers datangnya ada yang telat. Tapi tak mengurangi niat awal kami untuk tetap bertemu dan membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan dunia buruh migrant kususnya dan hal-hal lain tentang dunia menulis.
Giza Erlinda, Annie Purannie, Glazecha, Ema, Ena, Sho An, Ani Ramadhani, Dwi, Aulia, pak Johan, pak Lud dan saya sendiri adalah para Kompasianer yang ikut dalam kopi darat ini.
Pak Johan selaku tuan rumah yang sekaligus mempunyai inisiatif untuk mengadakan acara pertemuan ini mulai membuka acara dengan perkenalan lebih dahulu, karena ada Kompasianers yang baru ikut untuk pertama kalinya dan bisa bertatap muka langsung.
Jumlah Buruh Migran Indonesia (BMI) kini telah mencapai angka 150.000 yang hampir semuanya adalah para wanita. Berbagai macam persoalan pun hadir entah yang sepele maupun yang berat.
Pak Johan memberi contoh salah satunya adalah, “kenapa saat masih potong gaji 7 bulan itu para BMI bisa cukup, dalam artian cukup masalah keuangan, tapi kenapa saat gaji sudah diterima full, malah banyak yang terhimpit utang sampai puluhan juta?”
Untuk diketahui, seorang BMI yang datang ke Hong Kong dengan kontrak kerja baru, dia harus menikmati potong gaji selama 7 bulan berturut-turut dan hanya mendapatkan sisa sekitar Rp 600 ribu (sebelum Juli 2011). Masa potong gaji ini, kebanyakan BMI masih bisa mengatur uang yang 600 ribu untuk biaya sebulan, seperti untuk libur dan beli pulsa, jelas belum bisa kirim uang ke Indonesia.
Namun yang membuat kita prihatin adalah, banyak sekali BMI yang terlilit hutang padahal gaji yang dia terima sudah full tanpa potongan. Masalahnya apa, kenapa kok bisa begini?
Tak bisa dipungkiri masih banyak sekali BMI yang belum bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan, mana yang lebih penting dan mana yang masih bisa ditunda. Dan saat uang habis sebelum tanggal gajian tiba, hutang menjadi solusinya.
Kadang BMI lupa akan tujuan awal mereka datang ke Hong Kong ini untuk apa. Tergoda dengan gaya hidup di Hong Kong yang bisa dibilang bebas tanpa batas.
Selain itu, masalah lain seperti kasus perceraian yang sepertinya sudah sangat mengawatirkan para BMI yang sudah berumah tangga. Angka perceraian terus naik dari tahun ke tahun, miris.
Berangkat dari sinilah, Kompasianer yang ada di Hong Kong berniat untuk membuat blog kusus yang isinya tentang masalah dunia tenaga kerja dan lika-likunya yang ada di Hong Kong ini namun tetap tidak meninggalkan Kompasiana. Berbagi tentang cerita yang bisa menginspirasi banyak orang dari BMI juga kususnya untuk dibagi ke semua orang.
Kolomnya apa saja dan yang dibahas nanti apa saja serta bagaimana pengaturan lainnya kita bahas bersama dan berharap nanti akan semakin banyak BMI yang tergerak hatinya untuk ikut menulis pengalamannya di blog atau bisa juga memulai dulu dari Kompasiana.
Membuat blog itu mudah tapi mengurusnya yang sulit, hal ini juga menjadi bahasan kami. Namun kalau diawali dengan niat ingin berbagi dengan tujuan yang baik, semoga hasilnya tidak mengecewakan nantinya.
Di tengah kesibukan kami di rumah majikan, tentu ini juga menjadi sedikit kendala buat kami, tapi kalau kerja sama ini terjalin dengan baik pastinya tidak akan ada yang sia-sia dengan hasilnya.
Berawal dari Kompasiana niatan ini muncul. Niat untuk lebih peduli dengan permasalahan yang terjadi dengan sesama BMI. Berharap dari hal yang “sedikit” ini akan bermanfaat bagi BMI sendiri dan banyak orang.
KJRI atau pemerintah Indonesia yang ada di Hong Kong juga sempat kita bahas. “Kritik dan kritis itu tetap dibutuhkan dan ini harus tetap kita lakukan” demikian kalimat dari pak Lud mengawali pembahasan tentang KJRI.
KJRI Hong Kong dibawah pimpinan Teguh Wardoyo yang semakin kebal kritik dan semakin jauh dengan para BMI. Tapi bagaiman pun juga kita di Hong Kong tetap membutuhkan KJRI.
Jam ditangan terus bergerah mendekati angka 1 dan kami pun mengakhiri acara ini. Semoga apa yang kita bahas dalam pertemuan kali ini bisa segera terealisasikan. Spesial sekali kopi darat kali ini ada pesta belah duren atas kebaikan dari mbak Dwi dan juga kue tart gratis yang dibawa mbak Aulia. Makasih ya para siuce, kalian cantik deh, sering-sering aja ya :D
[caption id="attachment_185588" align="aligncenter" width="518" caption="Pak Johan sedang menerangkan tentang sebuah web untuk kami "]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H