Baru kali ini saya tahu sebegitu alerginya seorang pejabat terhadap rakyatnya, sebegitu anti kritiknya pejabat ini terhadap orang-orang yang seharusnya dia bela, dia lindungi, dia rangkul saat ada masalah.
Berawal dari tulisan bapak Muhammad Iqbal berjudul Kontrak Mandiri Dilarang! Ada Apa dengan KJRI Hongkong? 20/03/2012), tulisan tersebut kemudian saya sebarkan di jejaring sosial Facebook, termasuk akun Facebook milik Teguh Wardoyo, Konsul Jenderal (Konjen) KJRI Hong Kong. Saya tidak menyangka, informasi yang saya bagikan ke dinding Facebook milik pejabat Konsul Jenderal tersebut membuat saya diblokir dari pertemanan maya di Facebook.
Saya sempat tidak mengetahui kalau akun Facebook saya dihapus dari daftar teman milik Teguh Wardoyo. Saya baru mengetahui setelah ingin membalas komentar yang masuk, namun nama Teguh Wardoyo yang saya cantumkan sebagai tautan (link) bersama dengan beberapa teman yang lain sudah tidak bisa diklik lagi. Setelah saya telusuri, ternyata saya memang benar-benar diblokir dari daftar teman Facebook milik pejabat Konjen tersebut.
Tujuan saya membagikan tulisan tersebut hanya ingin Teguh Wardoyo sebagai Konjen KJRI Hong Kong tahu dan syukur paham bahwa Buruh Migran Indonesia (BMI) di Hong Kong sangat menginginkan kontrak mandiri diberlakukan. Seperti yang kita ketahui selama ini, BMI yang ingin memperpanjang kontrak terpaksa harus masuk ke agen lagi dan dikenakan biaya penempatan yang sangat tinggi.
Sayang, sebagai pejabat, Teguh Wardoyo rupanya tidak suka dengan cara saya ini. Mungkin yang bersangkutan tidak ingin dikritik, tidak mau menerima masukan, merasa risih, atau memang benar-benar sudah tidak peduli dengan isu-isu yang terjadi dengan BMI.
Ternyata saya bukanlah orang satu-satunya yang diblokir. Kemarin saat baca status Facebook milik teman, rupanya dia juga mengalami hal serupa, bedanya malah dia lebih duluan diblokir dari pada saya. Saya telusuri lagi ternyata sudah banyak sekali teman BMI Hong Kong yang kena blokir pak Konjen.
Saya menulis hal ini bukan bermaksud ingin mencemarkan nama baik, bukan. Saya hanya ingin menyoroti sedikit tentang perilaku pejabat kita yang terhormat yang saat ini menjadi Konjen Republik Indonesia untuk Hong Kong.
Entah karena tidak ingin diganggu, tidak mau menanggapi, atau malah sudah benar-benar tidak mau peduli lagi terhadap BMI yang ada di Hong Kong, hanya Teguh Wardoyo selaku Konjen dan Tuhan yang tahu.
Sebenarnya saya tidak ingin membandingkan Konjen RI di Hong Kong dengan pejabat lain, tapi terpaksa hal ini saya lakukan, berharap yang baik ini bisa ditiru dan ditularkan ke pejabat lain.
Minggu, 25 Maret 2012 saat Presiden Susilo Bambang Yudoyono beserta rombongan berkunjung ke Hong Kong ternyata dalam rombongan tersebut ada menteri BUMN yaitu Dahlan Iskan. Saat waktu makan siang tiba, pak Dahlan memilih keluar dari Hotel Sangrila untuk datang ke Victoria Park yang menjadi kampung Jawa-nya para BMI saat hari libur tiba kususnya Minggu.
Saya sendiri tidak tahu kalau pak Dahlan bakalan keliling ke Victoria Park, padahal saya juga berada tak jauh dari kawasan ini. Saya baru tahu setelah melihat foto pak Dahlan bersama teman yang di upload ke Facebook. Seperti yang ditulis oleh Ani di sini.
Pak Dahlan ikut lesehan bersama BMI yang libur hari Minggu di bawah Jembatan (foto: pak Rachmat Widiyanto)
Sayangnya pak Dahlan keliling Victoria bukan ditemani oleh Konjen RI, Teguh Wardoyo. Melihat pak Dahlan ikut lesehan beralaskan plastik, saya ikut terharu. Soalnya pejabat KJRI Hong Kong sendiri belum pernah saya lihat seperti pak Dahlan ini.
Banyak sekali angan-angan dan mimpi-mimpi saya jika membandingkan pejabat-pejabat negeri kita ini. Namun sosok pak Dahlan yang datang ke Hong Kong dan ikut berbaur dengan para BMI yang notabene adalah pekerja rumah tangga yang masih dianggap remeh dan rendah oleh kebanyakan orang bisa diibaratkan menemukan setitik air di padang tandus nan gersang.
Kembali ke Konjen RI untuk Hong Kong. Semoga pejabat lain di negeri ini masih ada yang terbuka mata hatinya untuk mendengar tuntutan, keluhan, dan masalah-masalah yang dihadapi para buruh. Keberadaan sosial media seperti Facebook dan Twitter pada dasarnya memungkinkan seorang pejabat untuk menerima aspirasi langsung dari masyarakat. Sayang teknologi seolah menjadi sia-sia menjembatani komunikasi rakyat dan pejabat, karena masih ada pihak yang “alergi” kritik.
Kalau bukan kepada pejabat pemerintahan kami berkeluh kesah, kepada siapa lagi kami menyampaikan persoalan yang kami alami sebagai BMI?.
Dahlan Iskan hanya satu. Namun saya yakin bakalan muncul sosok-sosok lain yang ingin menjadi pemimpin yang baik. Merakyat, melindungi, mengayomi bukan hanya saat dibutuhkan (menjelang pemilu) tapi selalu ada setiap saat. Mau menerima saran, kritik dan masukan baik melalui situs jejaring sosial, SMS, telepon maupun bertatap muka langsung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H