Mohon tunggu...
Fera Nuraini
Fera Nuraini Mohon Tunggu... profesional -

Lahir di Ponorogo. Doyan makan, pecinta kopi, hobi jalan-jalan dan ngobrol bareng. Lebih suka menjadi pendengar yang baik.\r\n\r\nMampir juga ke sini ya, kita berbagi tentang BMI\r\nhttp://buruhmigran.or.id/\r\ndan di sini juga ya \r\nwww.feranuraini.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

KPK Lebih Dibutuhkan TKI Ketimbang TNI, Polri, Apalagi BNP2TKI

27 Juli 2014   02:21 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:05 1471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="(republika.co)"][/caption]

Hari ini para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) mendapat kabar gembira dan bisa sedikit tersenyum bahagia, paling tidak itu yang saya rasakan saat membaca berbagai portal online yang memberitakan ditangkapnya 18 oknum pemeras TKI di bandara Soekarno-Hatta oleh KPK.

Tentu ini kabar baik di saat menjelang lebaran seperti ini karena arus mudik para TKI dipastikan meningkat tajam. Banyak TKI atau Buruh Migran Indonesia (BMI) sengaja mengambil cuti untuk lebaran di kampung halaman masing-masing. Bandara Soekarno-Hatta dan Juanda adalah bandara yang paling banyak menjadi tujuan kepulangan para BMI dari luar negeri.

Entah sudah berapa tahun lamanya para BMI dibuat geram oleh para oknum berseragan yang lalu lalang di bandara dengan dalih membantu padahal aslinya memalak hasil jerih payah BMI. Saya 4 kali pulang ke tanah air dan selalu bertemu dengan oknum resmi di bandara yang memaksa menukar uang yang dibawa dari luar negeri ke dalam bentuk rupiah dengan kurs yang sangat rendah.

Setiap kali kita menolak, petugas akan sinis dan bahkan memaki para BMI, ada yang ditakuti bakalan ditangkap karena bawa uang asing terlalu banyak. Di sini dibutuhkan keberanian kita untuk

menolak dengan tegas. Bayangkan saja, HK$ 1 dihargai Rp 1000 di bandara, sedangkan di bank bisa mencapai Rp 1300 lebih. Bisa dikalikan berapa keuntungan mereka.

Polisi, TNI dan BNP2TKI Kerja Sama Jadi Pemeras.

Adanya oknum TNI dan Polisi yang tertangkap semakin membuat kita apatis terhadap lembaga ini, ditambah lagi dengan adanya oknum dari BNP2TKI yang seharusnya menjadi pelindung BMI yang saat mendarat di bandara, bukannya malah ikutan jadi pemeras.

Tetapi kebanyakan BMI/ TKI tidak kaget dengan hal ini, sudah bukan rahasia lagi bahwa BNP2TKI adalah sarangnya mafia para TKI. Dunia TKI adalah dunia yang lumayan "basah" bagi mereka yang ingin mengeruk keutungan dengan memanfaatkan para TKI yang akan berangkat atau pulang dari luar negeri.

Sringatin Koordinator dari Jaringan BMI di Hong Kong menilai bahwa tindakan KPK ini bisa jadi pembelajaran bagi oknum lainnya yang selama ini memeras TKI.

"Ini bagus dan harus digalakkan sebagai bentuk pembelajaran bagi oknum-oknum lainya, namun begitu yang harus dilihat Pemerintah adalah pemerasan sistematis yang terjadi di bandara, harus ditindak tegas dan diberi sangsi berat bagi pelaku,  tidak cukup hanya sangsi administratif." ungkapnya.

Senada Sringatin, Eni Lestari Ketua Persatuan BMI Tolak Overcharging (PILAR) juga mengungkapkan hal yang sama.

"Tindakan pemerintah sebenarnya bentuk pengakuan terhadap  maraknya pengaduan para buruh migran yang selama ini menjadi korban pemerasan di bandara tetapi keluhan tersebut selalu tidak digubris pemerintah. Sebaliknya, peraturan dan prosedur dibuat berlapis yang mempersulit kepulangan dan keberangkatan buruh migran seperti KTKLN, penukaran uang, terminal khusus dan praktek lainnya." kata Eni.

"Kami berharap aturan dan prosedur yang mempersulit segera dihapus. Selain itu langkah-langkah penggrebegan harus dilakukan secara terus menerus dan tidak cukup sekali ini saja atau hanya pas menjelang lebaran tiba." tambahnya.

BNP2TKI, Polisi dan TNI serta oknum lainnya yang memeras para TKI ini sudah seharusnya dihanguskan bukan saja di bandara tetapi juga di tempat-tempat atau lembaga yang selama ini mengurusi soal tenaga kerja ke luar negeri.

Jangan karena TKI yang menurut mereka (mungkin) bodoh kemudian seenak perutnya sendiri mengibuli dan memeras hasil jerih payahnya selama di luar negeri.

Ganika Diristiani, aktivis buruh migran dan mantan ketua ATKI di Hong Kong juga sangat mengapresiasi tindakan KPK ini.

"Saya memberikan apresiasi positif dengan tindakan KPK, meski ini agak terlambat karena sudah puluhan tahun BMI menyerukan adanya pungli yang dilakukan oknum pemerintah di terminal 3 sampai terminal khusus TKI ini ditutup, kasus KTKLN dan lainnya." ungkapnya.

"Tindakan ini menunjukan kemajuan dan harapan saya kedepan KPK akan terus  memantau semua bandara bebas dari korupsi yang merugikan semua rakyat, atau bahkan KPK punya help desk atau meja pengaduan yang bisa menerima pengaduan BMI yang jadi korban dan menyikapinya dengan cepat." harap Ganika.

"Karena kalau dilimpahkan semua ke BNP2TKI kita punya banyak bukti jika petugas BNP2TKI banyak yang menjadi pelaku pemerasan BMI,  jadi harus ada petugas khusus yang mengawasi servis yang diberikan kepada masyarakat ini bebas dari bau-bau bisnis dan korupsi." pungkasnya.

Saya mengamini apa yang diungkapkan kawan-kawan di atas bahwa pemerasan di bandara terjadi secara terstruktur dan sistemis dan sulit untuk dibongkar. Para BMI sudah sangat lama dibikin geram oleh ulah mereka. TNI dan Polisi  bukannya melindungi tetapi malah menjadi bagian di dalamnya.

Apalagi BNP2TKI, Badan ini hanya menjadi benalu para BMI. Sangat setuju kalau dibubarkan saja seperti yang diungkapkan Wahyu Susilo dari Migrant Care yang kutip oleh Tempo.co. BNP2TKI adalah lembaga yang

paling buruk tingkat pelayanan publiknya.

Pesan buat kawan-kawan yang sedang mudik dan melewati bandara manapun. Gunakan hape smartphone Anda untuk mengabadikan setiap bentuk pelanggaran yang terjadi lalu share ke media sosial entah Facebook, Twitter atau Blog dan lainnya. Ini bisa membantu dan menginformasikan ke kawan lainnya bagaimana pelayanan petugas bandara terhadap TKI.

Semoga KPK tidak berhenti sampai di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun