Salah satu tempat kumpul BMI saat Minggu Minggu, 3 Agustus 2014 di lapangan Victoria Park cuacanya cukup panas dan kebetulan hari itu adalah liburnya para buruh migran. Mumpung masih suasana lebaran, jadilah lapangan yang dijuluki Kampung Jawa ini berubah  menjadi kumpulan orang-orang yang menggelar permadani (plastik putih) sebagai alas untuk acara open house. Iya, BMI ini meski di negara orang juga mengadakan acara open house, sama seperti acara lebaran di kampung halaman. Banyak makanan terhidang, cemilan, minuman dan buah-buahan bahkan lontong, ketupat lengkap dengan opor ayam juga tersedia. Beberapa organisasi sudah membuka lapak mereka sejak pagi, menata makanan untuk tamu yang akan datang. Biasanya mereka akan saling mengunjungi antara organisasi satu dengan yang lain dan ini gantian. Bayangkan serunya seperti apa. Baju baru, sepatu atau sendal baru, tas baru, jilbab baru, warna-warni menghiasi Victoria Park hari itu. Minggu sore, saya membaca status di salah satu grup TKI Arab Saudi yang di share oleh teman yang isinya hasil copas dari artikel Seneng Utami (BMI Hong Kong) di Kompasiana yang berjudul "Sebagian Jeritan Tangis TKI Berbuah Sensasi" yang kebetulan dijadikan Headline. Saya menghela nafas panjang membaca kata demi kata di tulisan tersebut. Saya tidak menutupi bahwa ada BMI Hong Kong yang berpakaian ala anak PUNK saat hari Minggu, tetapi perlu diketahui bahwa mereka juga aktif dalam kegiatan organisasi yang getol membela hak-hak buruh migran di Hong Kong.  Ada juga grup PUNK yang membentuk Band dan sering mengikuti lomba seperti lagu gubahan perjuangan buruh migran. Kenapa mereka memilih bergaya PUNK? Ya karena mereka ingin lain daripada yang lain dan untuk menarik perhatian orang lain agar mau gabung. Tolong bedakan antara menarik perhatian dan mencari sensasi. Lalu, kenapa ada BMI Hong Kong yang hampir semuanya wanita ini ada yang merokok dan menurut Seneng Utami rokok adalah pengganti cemilan?  Merokok adalah hak mereka dan di Hong Kong sendiri meski merokok sangat dilarang dan kalau ketahuan merokok di depan umum akan kena denda, rata-rata mereka hanya merokok saat hari Minggu saja. Saya tidak akan menutupi kalau saya sendiri punya kawan-kawan BMI yang merokok bahkan perokok berat. Lalu kenapa ada beer? Beer memang dilarang bahkan haram dalam agama Islam. Saya punya majikan yang kebetulan pecinta minuman beralkohol dan kalau beli beer bisa berkardus-kardus untuk stok di rumah. Kalau saya mau, saya bisa ambil sesuka hati untuk diminum sendiri atau bahkan saya bagi ke teman lain. Tapi karena saya sendiri tidak minum makanya saya selalu menolak setiap kali mereka mau menuang anggur merah untuk saya. Saya sendiri tidak kaget kalau ada kawan BMI yang saat libur membawa anggur merah lalu diminum dengan kawan lain. Itu hak mereka, selama tidak merugikan orang lain. Ya memang kelihatan tidak baik dan citra perempuan Indonesia akan rusak melihat hal ini, tapi percayalah bahwa jumlahnya tidak sebanyak BMI yang masih memegang teguh budaya timur dan tetap membawa nama baik bangsa di negara rantau. Lalu ada kalimat, "Kenapa baju super minim rela dipakaikan sebagai alasan ingin ditelanjangi lelaki disampingnya, beberapa diantaranya saling mencintai sesama jenis." Duh, sesak dada saya membaca kalimat ini. Apakah yang menulis artikel ini  bertanya ke yang bersangkutan, kenapa memakai baju super minim? Apakah benar karena ingin ditelanjangi lelaki? Saya tidak akan menutupi bahwa ada BMI yang berpakaian minim  bahkan mirip artis, apalagi saat musim panas begini. Tapi saya tidak rela kalau BMI yang berpakaian minim dikatai karena ingin ditelanjangi oleh lelaki, saya tidak rela. Kemudian ada BMI yang mencintai sesama jenis. Saya tidak menutupi kalau hal ini juga ada. Jangankan di Hong Kong, di Indonesia sendiri pun ada, bukan? Atau bahkan di negara penempatan BMI lain juga ada yang mencintai sesama jenis. Saya pernah menulis di sini http://www.feranuraini.com/2014/05/jangan-sebut-aku-lesbian.html?m=1 Semua kembali lagi bahwa itu adalah hak mereka. Hong Kong, negara penempatan buruh migran yang menurut banyak orang adalah surga bagi pekerja rumah tangga, termasuk BMI yang jumlahnya terbesar ditemani Filipina. Hong Kong dengan segala gemerlapnya dan segala rupa warna yang ada bisa membuat siapa saja lupa dengan tujuan awal merantau ke negeri Jacky Chan ini. Tapi perlu diketahui juga bahwa banyak BMI yang meluangkan waktu untuk menimba ilmu. Meneruskan sekolah ke jenjang SMP dan SMA yang belum sempat mereka kenyam sewaktu di tanah air karena kendala biaya. Melanjutkan kuliah untuk meraih gelar Sarjana sambil tetap bekerja di rumah majikan karena tahu bahwa menuntut ilmu tak kenal umur dan juga status sosial dan pekerjaan. Dan sampai kapanpun ilmu akan tetap bermanfaat karena kami tahu bahwa tidak selamanya kami menjadi buruh migran di negara orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H